Jam
mulai berputar untuk menuju Pilgub Jambi. Persaingan untuk menjadi Gubernur Jambi semakin
seru paska ditetapkan Fachrori Umar (FU/Wakil Gubernur) tanggal 13 Februari
2019.
Sebagai
“petahana’, FU adalah incumbent setelah ditetapkan menjadi Gubernur
menggantikan Zumi Zola (ZZ) paska “diberhentikan” menjadi Gubernur Jambi
tanggal 10 April 2018 setelah vonis kasus korupsi tidak bisa diremehkan. Selama
10 tahun menjadi bagian penting (sebagai
Wakil Gubernur 2010-2015 dan Wakil Gubernur 2016-2018), posisi FU adalah
bagian yang mewarnai politik Jambi 10 tahun terakhir.
Memenangkan
sebagai Wagub di pilgub Jambi 2010 dan kembali memenangkannya tahun 2015 adalah
prestasi “fenomenal”. Ketokohan FU tidak bisa diremehkan. Kemampuan membangun
jaringan dan membangun politik Jambi di Jambi “justru” mengalahkan “incumbent”
(HBA yang berpasangan dengan Edi Purwanto).
Sehingga “kehadirannya” berpasangan
dengan ZZ justru memenangkan Pilgub 2016.
Namun
“jaringan politik di Jambi” justru akan diuji tahun 2020. Apakah kemenangan sebagai
Wagub 2010 dan Wagub 2015 merupakan “sumbangsih” suara yang signifikan atau “tenggelam”
dengan persaingan Pilgub Jambi yang semakin ketat.
Sebagai
“test drive’, FU berhasil
menyumbangkan putrinya sebagai anggota DPD-RI 2019 dengan raihan suara 230
ribu. Suara yang signifikan. Selain itu juga mengantarkan Rohima (istri FU)
sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi. Sebuah capaian yang tidak bisa diremehkan
dalam politik kontemporer di Jambi. Tidak salah kemudian, FU sudah berhasil “meraih kemenangan kecil”.
Nama-nama
seperti Muchlis (Kapolda Jambi), Fasha (Walikota Jambi), Cek Endra (bupati
Sarolangun) masih harus kerja keras untuk mengimbangi FU.
Terlepas
dari hasil lembaga survey yang mengunggulkan Fasha sebagai “penantang serius”
Pilgub Jambi, kinerja Fasha yang masih “terjebak persoalan kota”. Terutama “banjir’
yang mengintai Jambi setiap awal musim hujan.
Jebakan
yang tidak mudah diraih oleh Fasha ketika bertarung di Pilgub. Kemenangan tipis
di Pilwako adalah angka yang cukup memberikan “signal” berbahaya. Dengan
kemenangan tipis 30 ribu suara (55,7%), rakyat Jambi hanya memberikan dukungan sedikit
maksimal untuk pilwako pada periode keduanya.
Namun
HBA, Anggota DPR-RI dari Partai Golkar justru merupakan fenomenal yang bisa
menjadi “pemenang’ Pilgub.
Setelah
dikalahkan tahun 2015, HBA “turun gunung” dan berkeliling untuk meraih suara.
Suaranya merata. Hampir terdapat diberbagai tempat di Jambi. Sehingga dengan
capaian suara 200 ribu, HBA mengalahkan suara yang didapatkan para “incumbent”
anggota DPR-RI yang masih bertahan seperti SAH (83 ribu), H. Bakri (82 ribu),
Zulfikar Ahmad (72 ribu), Ihsan Yunus (76 ribu) dan Saniatul Lativa (85 ribu). Jauh
dari anggota DPR-RI yang terplih lainnya seperti Sofyan Ali (40 ribu) dan Hasbi
Ansori (30 ribu).
Kemenangan
HBA “berhasil” mengamankan 2 kursi untuk DPR-RI. Bersama dengan Saniatul
Lativa, Partai Golkar menjadi pemenang dengan raihan mencapai 360 ribu.
Maju
atau tidaknya HBA di Pilgub Jambi akan mewarnai politik kontemporer. Terlepas
dari “kerinduan” public terhadap figure HBA yang berhasil membangun Jambi, “posisi
strategis” HBA dari senayan justru dibutuhkan oleh rakyat Jambi. Kerinduan
Jambi terhadap proyek-proyek nasional di Jambi dibutuhkan “penyambung lidah”
dari anggota DPR-RI dari Jambi.
Sehingga
“maju atau tidaknya” HBA di Pilgub Jambi adalah berita yang ditunggu oleh
rakyat Jambi.
Apabila
HBA kemudian mantap tetap memilih di senayan, maka pertarungan pilgub Jambi
semakin seru. Terlepas posisi FU sebagai “incumbent”, FU masih harus “diuji”
setelah kemenangan fenomenal 2010 dan pilgub 2015. Apakah posisi “incumbent’
yang diuntungkan akan membawa suara yang signifikan.
Namun
apabila HBA kemudian “memilih” kembali bertarung di Pilgub Jambi maka ada
kesulitan dari kandidat lain untuk mengimbangi HBA. Berbagai angka-angka
lembaga survey mengonfrimasikan.
Pertarungan
FU dengan kandidat lain justru akan menarik apabila FU kemudian “bertarung”
dengan Fasha. FU yang sudah berhasil meraih kemenangan kecil justru bertemu
dengan Fasha yang baru “keluar” dari pertempuran sengit di Pilwako Jambi. Ujian
sesungguhnya terhadap politik kontemporer diluar HBA.
Diluar
nama FU, Fasha dan HBA, saya belum menemukan “aura” yang kuat sebagai penantang
serius.
Muchlis
maupun Cek Endra kesulitan untuk mengejar ketertinggalan dari kandidat yang
diunggulkan. Terlepas dari Cek Endra yang meraih suara pemilu untuk Partai
Golkar di Sarolangun (prestasi yang tidak
mampu diraih oleh Fasha), namun Cek Endra harus “bersaing” dengan Fasha
untuk menentukan posisi di Partai Golkar. Partai yang sepi dari hiruk pikuk
politik internal yang justru menjadi pemenang Pemilu 2019 di Jambi.
Justru
ujian sesungguhnya Cek Endra adalah menentukan posisi strategis di Partai
Golkar untuk dilewati. Sebuah capaian yang tidak mudah berhadapan dengan Fasha.
Sehingga
arah politik Pilgub Jambi banyak dipengaruhi sikap HBA di Pilgub 2020, pucuk
pimpinan Partai Golkar dan arah dukungan Partai Golkar.
Sehingga
tidak salah kemudian, pilgub Jambi adalah “ujian” penentuan kemenangan Partai
Golkar.
Baca :