REPOSISI DPC PERADI TERHADAP UU NO. 18 TAHUN 2003
Organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi advokat
pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.
(Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
dalam Perkara No. 014/PUU-IV/2006, 30 November 2006)
Sebagai payung hukum, UU No. 18 Tahun 2003 merupakan landasan dan arah perjuangan advokat di Indonesia yang menganut negara hukum.
Posisi dan reposisi advokat sudah sejajar dengan penegak hukum lainnya seperti Kepolisian sebagaimana diatur didalam UU No. 2 tahun 2002, Kejaksaaan sebagaimana diatur didalam UU No. 16 Tahun 2004, dan hakim sebagaimana diatur didalam UU No. 14 tahun 1970 junto UU No. 4 tahun 2004.
Posisi ini juga berperan aktif didalam perlindungan HAM sebagaimana deklarasi PBB yang menyatakan bahwa advokat dan wartawan merupakan “human right defender”.
Begitu pentingnya UU No. 18 tahun 2003 yang memberikan arah dan perlindungan terhadap kiprah advokat, maka UU No. 18 tahun 2003 adalah barometer dan sikap dasar didalam melihat kiprah advokat.
Dari sudut pandang inilah, maka advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum.
Kelahiran UU No. 18 Tahun 2003 pada tanggal 5 April 2003, kemudian berlanjut dengan dibentuknya Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pada tanggal 21 Desember 2004.
Dibentuknya Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) oleh IKADIN, IPHI, AAI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, APSI telah menunjukkan sikap penyatuan advokat dalam wadah tunggal sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 30 ayat (2) UU No. 18 tahun 2003.
UU No. 18 Tahun 2003 tentang advokat, telah diujimateriilkan di Mahkamah Konstitusi
Menurut Jimly asshiddiqie, UU ini telah dimohon pengujiannya sebanyak 5 kali yang berkaitan dengan pasal 31, pasal 32 ayat (1), pasal 32 ayat (2), pasal 32 ayat (3), pasal 32 ayat (4), pasal 1ayat (1), pasal 1 ayat (4), pasal 28 ayat (1) dan pasal 28 ayat (3).
Dari seluruh pasal yang dimohon pengujiannya di MK, hanya pasal 31 yang dikabulkan sebagaimana dalam putusan No. 006/PUU-II/2004.
Putusan ini menegasikan ancaman pidana terhadap siapapun yang mengaku-ngaku sebagai advokat.
Dari paparan tersebut, maka terhadap pembahasan organisasi tunggal advokat sebagaimana diatur didalam pasal 32 ayat (4) tidak perlu dibahas dengan dibentuknya PERADI.
Dan Peradi telah mengambil sikap, bahwa kiprah PERADI merupakan terjemahan dari pelaksanaan ketentuan pasal 32 ayat (4) UU No. 18 tahun 2003.