10 Juni 2019

opini musri nauli : Episentrum




Mari kita lupakan suasana hiruk pikuk Pilpres 2019 yang memekakkan telinga. Mengganggu nurani. Mari kita sejenak melihat peradaban adiluhung pusat Episentrum Sumatera Tengah (Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu). Peradaban yang diwariskan sejak zaman Pagaruyung.

Sebagai ‘Episentrum” peradaban Sumatera Tengah, Sumbar yang mempengaruhi peradaban disekitarnya seperti Jambi, Riau, Bengkulu, mempunyai peradaban adiluhung.

Entah dengan Seloko “Adat bersendikan Syara’. Syara’ bersendikan Kitabullah’ yang kemudian termaktub didalam Peraturan Daerah di berbagai provinsi, “struktur social” seperti “ninik mamak-tuo tengganai-alim ulama-cerdik pandai” atau istilah lain seperti “tiga tungku sejaringan”.

Seloko “Adat bersendikan Syara’. Syara’ bersendikan Kitabullah’ dapat ditemukan didalam Perda Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Jambi junto Perda No. 5 Tahun 2007 justru ditemukan kalimat “Adat bersendikan syara'. Syara' bersendikan kitabulah. Sebuah kata yang menjadi pegangan di masyarakat di Minangkabau. Begitu juga didalam Perda Kabupaten Tanjabtim No. 5 Tahun 2014.

Di Kerinci, Marga Serampas, Marga Sungai Tenang dikenal Seloko Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung, atau Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau membuktikan hubungan kekerabatan yang kuat antara masyarakat di hulu Sungai Batanghari dengan Pagaruyung. Selain itu juga Seloko menggambarkan sebagai “sembah bakti” untuk menghormati “Raja Jambi” dan “raja Minangkabau’.

“Sembah bakti” bukanlah bagian dari “jajahan”. Tapi adalah “ikrar” menghormati Raja. “Berajo” adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan seloko kedua raja.

Seloko dan struktur social  yang dipengaruhi dari Kerajaan Pagaruyung (sebagian sering menyebutkan “Minangkabau), dapat ditandai dari jejak kerajaan Pagaruyung diberbagai tempat. Entah di Riau, Bengkulu dan di Jambi.

Didalam berbagai dokumen disebutkan wilayah Minangkabau dibagi menjadi tiga. Darek (darat), Rantau dan Pesisia (Pesisir). Darek adalah daerah tinggi diantara pegunungan diantaranya Gunung Singgalang dan Gunung Merapi. Darek dibagi 3 (luhak nan tigo). Luhak tanah datar, luhak Agam dan Luhak 50 Koto yang terdiri luhak, ranah dan Lareh. Maninjau termasuk kedalam Luhak Agam. Rantau adalah daerah diluar Luhak nan tigo. Menyusuri Sungai seperti Rokan, Siak, Kampar, Kuantan/Indragiri dan Batanghari. Biasa disebut juga Minangkabau Timur atau “ikua rantau (Ekor rantau). Sehingga “ikua rantau” dilihat dari menyusuri Sungai Batanghari.

Di Jambi, pengaruh Minangkabau ditandai berbagai tempat. Entah langsung “menyerap” langsung dari Minangkabau seperti penggunaan nama “datuk” sebagai pemangku adat seperti di Batin Datuk Nan Tigo (sarolangun), Datuk nan Duo (Marga Renah pembarap), maupun “penyaringan” dan bertemu dengan hukum Jambi.

Pengaruh Minangkabau ‘sangat kental” di Marga Jujuhan, Marga VII Koto, Marga IX Koto (Kabupaten Tebo). Sebagai daerah yang langsung berbatasan dengan wilayah Sumbar ditandai dengan Tembo “Durian Takuk Rajo’ dikenal di Marga Jujuhan, Marga VII Koto, Marga IX Koto dan Marga Sumay. Batas alam wilayah Provinsi Sumbar dan Provinsi Jambi. Tembo “durian takuk rajo” juga dikenal dan diakui didalam Tambo Minangkabau.

Di Merangin, istilah “Tali undang-tambang teliti” mempunyai makna “pertemuan” Hukum Jambi dengan Hukum Minangkabau’. Perpaduan (tambang teliti) dengan hukum Jambi kemudian menghasilkan hukum di Merangin. Istilah “tali undang tambang teliti” masih termaktub didalam Lambang Kabupaten Merangin.

Bahkan Pemangku adat “Datu Raja Nan Putih” yang dikenal di Marga Pangkalan Jambu (Merangin) adalah termasuk kedalam Ranji Kerajaan Indrapura. Kemudian diberi gelar Sultan Gadamsyah yang kemudian menjadi Raja di Pangkalan Jambu-Birun (Merangin). Kerajaan Indrapura dikenal sebagai “vassal” dari Kerajaan Pagaruyung.

Sehingga tidak salah kemudian, Minangkabau adalah episentrum dari peradaban Sumatera Tengah. Episentrum yang mempengaruhi, menginspirasi terhadap peradaban yang terus dan masih terasa hingga kini.