29 Agustus 2013

opini musri nauli : Menafsirkan Putusan Sujiono Timan



Jagat dunia hukum geger. Mahkamah Agung mengeluarkan putusan “melepaskan” perkara terhadap peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan.

26 Agustus 2013

opini musri nauli : ISSU AGAMA DI LENTENG AGUNG



Sungguh aneh. Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, “miniatur Indonesia, “tempat masyarakat Indonesia berkumpul”, 70% uang berputar, multi etnik, multi agama, kota tua dalam sejarah panjang Indonesia, masih ada “sedikit” penduduknya masih berfikir kolot, rasial, diskriminasi, bias gender. Tuntutan agar Lurah Lenteng Agung “diberhentikan” dengan alasan “perempuan dan beragama Protestan”. Tuntutan “mundur” dibumbuhi cerita tanda tangan dan KTP dan disampaikan kepada Jokowi dan Ahok.

25 Agustus 2013

opini musri nauli : MENJADI PRESIDEN ITU GAMPANG


MENJADI PRESIDEN ITU GAMPANG

Saya teringat perkataan teman saya dahulu tahun 1990-an. Menjadi Presiden itu gampang. Saya jadi penasaran. “Kok gampang”, ujar saya. Saya kemudian berkerut kening. Mengapa dia dengan mudah mengatakan menjadi Presiden itu gampang.


Dia kemudian menerangkan. Menjadi Presiden itu seperti kepala keluarga. Tentu saja ada anak yang bandel. Ada anak yang rajin. Ada yang pemalas. Ada anak yang cumanya minta uang.

22 Agustus 2013

opini musri nauli :NASIB POLITIK DJOKO SUSILO


Rasanya seluruh energi bangsa ini dikerahkan “melawan” koruptor. Sanksi yang berat, perampasan harta koruptor, dibikin lembaga yang superbody, diberi kewenangan yang luarbiasa, diseret dengan UU TPPU (tindak pidana pemberantasan pencucian uang), diarak dengan pakaian yang bertuliskan KPK. Rasanya sudah cukup usaha kita “melawan”nya.


opini musri nauli : LOGIKA DENNY INDRAYANA



Kerusuhan di LP Tanjug Gusta, kerusuhan LP di Labuan Batu melengkapi berbagai kerusuhan di LP di berbagai daerah di Indonesia. Cerita kelam ini menambah panjang sederetan dan persoalan LP di tanah air.

19 Agustus 2013

opini musri nauli : ADA APA DI LP KITA ?



Berita “kerusuhan” di LP melengkapi kerusuhan di LP Tanjung Gusta, Medan, pasca 150 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, melarikan diri awal bulan Juli 2013.

18 Agustus 2013

opini musri nauli : SAYA TIDAK MENDUKUNG MESIR, KARENA .... ????


SAYA TIDAK MENDUKUNG MESIR, KARENA.... ???


Akhir-akhir ini media massa cukup “intensif” memberitakan “krisis” politik yang terjadi di Mesir. Presiden Muhammad Mursi yang kemudian “dikudeta” oleh Militer Mesir mendapatkan perlawanan dari pendukung Mursi yang sebagian besar dari Ikhwanul Muslimin.


Krisis politik kemudian berlanjut. Pemberitaan yang cukup intensif kemudian mewarnai pemberitan nasional.

17 Agustus 2013

opini musri nauli : Perzinahan menurut hukum adat dan hukum nasional




Sebuah mediaonline mengabarkan peristiwa. “Seorang mahasiswi digrebek saat masih memakai handuk”. Masyarakat melihat cowoknya datang, dan langsung memasukkan motor ke dalam rumah. Selanjutnya pintu ditutup. Mahasiswi diduga bersama kekasihnya di rumah. Mereka kemudian digiring dan menjalani sidang adat.

opini musri nauli : KAMPANYE SBY TENTANG KORUPSI

Saya Akan Pimpin Langsung Pemberantasan Korupsi" (2004)

Kampanye itu menjadi magnet dan mendapatkan dukungan luas dari berbagai pihak. Tagline pemberantasan korupsi kemudian salah kampanye effektif untuk mendongkrak suara dan berhasil memenangkan menjadi Presiden dan meraih 39,838,184 suara. SBY kemudian menjadi Presiden dan meneruskannya tahun 2009.




Namun pernyataan SBY yang “langsung memimpin pemberantasan korupsi” mulai memakan “tuah”. Beberapa orang lingkaran penting kemudian terseret dalam pusaran korupsi. Baik yang sudah ditetapkan tersangka, maupun disebut-sebut dalam perkara korupsi.

opini musri nauli : MAKNA KEMERDEKAAN


Upacara 17 Agustus selalu membangkitkan “heroisme”, “nasionalisme”, rasa kebangsaan, cinta tanah air, kesetiakawanan dan berbagai rasa optimis memandang negara. Rasa itu selalu dikobarkan setiap tanggal 17 Agustus. Rasa optimis yang selalu membangkitkan harapan, rasa yang selalu dikobarkan setiap tahun.


Namun “kadangkala” rasa itu kemudian redup ketika melihat para “pengurus negeri” mengangkangi makna “kemerdekaan”.