22 Agustus 2013

opini musri nauli : LOGIKA DENNY INDRAYANA



Kerusuhan di LP Tanjug Gusta, kerusuhan LP di Labuan Batu melengkapi berbagai kerusuhan di LP di berbagai daerah di Indonesia. Cerita kelam ini menambah panjang sederetan dan persoalan LP di tanah air.

Kerusuhan LP merupakan fakta yang tidak terbantahkan. Namun penjelasan dari Denny Indrayana (DI) dan Menteri Hukum dan HAM yang hanya menyoroti kerusuhan dari “over capasity” merupakan logika yang bertujuan untuk menjawab persoalan dan penyebab “kerusuhan LP”.

Mendukung logika, DI dengan panjang lebar menjelaskan penyebab “kerusuhan LP dikarenakan adanya “pembersihan di LP” kemudian yang banyak mulai tidak nyaman, atau pernyataan “banyak LP yang tidak mungkin dilakukan “sidak” dan “kami tidak mungkin mengawasi LP sebanyak itu”.

Didalam memahami penjelasan dari Denny Indrayana, tentu saja ada “semacam” keberatan terhadap penjelasan. Selain karena alasan yang disampaikan terlalu “klise”, murahan dan cenderung “menggampangkan” masalah, tentu saja penjelasan tersebut belum menemukan format untuk menyelesaikannya. Dan tentu saja penjelasan seakan-akan bentuk “kurang bertanggung jawab” dan melepaskan masalah itu dengan menggambarkan masalah yang dihadapi cukup berat.

Memahami penjelasan DI tentu saja “belum menjawab” keraguan kita akan kemampuan DI untuk menyelesaikan persoalan LP. Namun mendengarkan penjelasan dari DI tanpa alat pisau bedah yang baik, maka penjelasan dari DI hanya sekedar “jawaban kosong” yang sulit diterima oleh logika.

Didalam filsafat, C.J. F. William sudah pernah mengingatkan. Penjelasan dari DI harus “dianggap” tidak benar. William sudah pernah menyampaikannya, bahwa “Tidak ada yang namanya pembawa kebenaran”. Kita hanya diberikan kesempatan untuk menentukan “penetapan kebenaran”.

Siapa yang berwenang untuk menentukan “penetapan kebenaran” ?. Yang paling penting, kebenaran harus independent tanpa dipengaruhi “persepsi”, mistik, kepentingan, agama maupun kedekatan emosional.

Para pendukung DI tentu saja akan menerima penjelasan dari DI. Namun para penentang DI akan kesulitan menerima penjelasan dari DI.

Dengan menggunakan pendekatan William maka kita akan mencoba membedah penjelasan dari DI. Pertama. Sudah ada fakta-fakta “kerusuhan di LP. Data menunjukkan, Sebelumnya, pada akhir tahun 2012, Kementerian Hukum dan HAM merilis data bahwa kapasitas LP atau rumah tahanan yang ada di Indonesia hanya mampu menampung tahanan sebanyak 102.466 orang, namun jumlah napi sekarang ini mencapai 152.071 orang atau kelebihan kapasitas sebesar 50%.

Angka-angka “over capasity” adalah fakta. Tentu saja “Over capasity” akan menyebab “kerusuhan LP” akan meledak setiap waktu. Dan itu bukan tahun ini saja. Bisa saja tiap bulan, tiap tahun. Namun mengapa “meledak” kerusuhan LP tahun ini yang paling banyak ? Mengapa tidak tahun kemarin ? Mengapa LP yang termasuk kategori yang menjadi prioritas untuk diperhatikan ? Tentu saja tidak tepat mengkategorikan “over capasity” dengan penyebab tunggal “kerusuhan LP”.

Kedua. Logika DI dan Menkumham, kerusuhan di LP disebabkan “over capasity. Dalam pengamatan DI, penyebab “kerusuhan LP” karena angka-angka tersebut. Lalu mengapa setelah “over capasity” tidak dilakukan desain besar untuk menyelesaikannya.

Ketiga. Namun terhadap fakta-fakta harus dibangun logika. Apakah memang persoalan “kerusuhan LP” memang disebabkan karena “over capasity” ?. Apakah memang angka-angka yang disebutkan sebagai “over capasity” memang penyebab tunggal masalah kerusuhan ?

Keempat. Meminjam istilah William, logika yang hendak dibangun DI untuk menjawab persoalan “kerusuhan LP” tentu saja harus konsisten antara logika satu dengan logika lain. Apakah over capasity sebagai penyebab utama dari “kerusuhan LP ?

Kelima. Dengan menggunakan logika yang hendak dibangun DI, maka tentu saja kita tidak bisa “memastikan” apakah logika dari DI merupakan logika “Benar” atau DI seakan-akan “berfikir benar” ?

Ketujuh. Logika yang hendak dibangun oleh DI berangkat dari fakta mengenai “over capasiy” akan membangun logika yang satu dengan logika yang lain akan bersesuaian. Dalam term Filsafat, antara satu logika dengan logika lain akan terbangun silogisme.

Sekarang mari kita bedah antara fakta tentang “kerusuhan LP” dengan logika yang disampaikan oleh DI. Kerusuhan LP merupakan fakta. Namun apakah terhadap fakta ini, logika oleh DI disebabkan “over capasity “ ? Apakah hanya satu faktornya ? Menggunakan logika kita (a contrario), kalo penyebabnya “over capasity”, maka seharusnya “kerusuhan LP” Bisa meledak dari dulu ?. Atau kita menggunakan pertanyaan yang lain, apakah apabila “over capasity” dapat kita selesaikan, maka “kerusuhan LP” tidak akan terjadi ?

Kedelapan. Kerusuhan LP dengan logika “keinginan dari DI untuk membersihkan LP” kemudian menimbulkan “ketidaknyaman”. Apakah fakta itu sesuai dengan logika DI ? Ah. Saya pikir itu pernyataan yang paling teledor untuk menjawabnya.

Kesembilan. Kerusuhan LP dengan logika “banyak LP yang tidak mungkin dilakukan “sidak setiap hari” ? Apakah sudah tepat fakta dengan logika DI ? Aduh. Kok semakin mengacau logika yang hendak dibangun oleh DI. Pernyataan dari DI yang “hendak membangun sistem” pembenahan di LP ternyata hanya omong kosong. Sidak yang sering dilakukan bukan bertujuan untuk pembenahan internal. Tapi mencari fakta sebenarnya yang ditemukan (misalnya sidak di LP Sukamiskin dalam tayangan Metro TV) yang kemudian dilakukan pembenahan. Dengan banyak perbaikan, maka “sidak” tinggal memastikan apakah proses yang dibangun sudah berjalan atau masih perlu ada perbaikan. Selain itu juga sidak juga “memastikan' perbaikan ke depan.

Kesepuluh. Kerusuhan LP dengan logika “kami tidak mungkin mengawasi LP sebanyak itu”. Waduh. Kok pernyataan yang paling sembrono keluar dari DI. Dengan gelar akademis yang pantas, Guru besar di Perguruan Tinggi ternama, logika yang dibangun lebih banyak “mengesankanlogika “norak”, kampungan, jawaban politisi yang hendak “ngeles” daripada jawaban bermutu. Apakah karena dengan logika “banyak LP” Maka terjadinya “kerusuhan LP dapat dibenarkan ?.

Dengan melihat logika DI menjawab persoalan “kerusuhan LP”, maka sudah sepantasnya logika yang dibangun merupakan kesesatan (mistake) bertujuan untuk menjawab persoalan secara sembrono. Dalam pemikiran William, maka antara fakta dengan logika, logika satu dengan logika lain tidak terdapat silogisme. Dan dengan tidak terdapatnya “silogisme” maka logika yang dibangun DI menjadi “kacangan”.

Saya menjadi kepikiran. Pernyataan anggota parlemen yang menyoroti “kerusuhan LP” salah satu faktor disebabkan karena “kemampuan” Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana yang tidak mumpuni. Dan memang tidak ada desain besar untuk melihat persoalan dan untuk menyelesaikannya.