20 Oktober 2017

opini musri nauli : Kisah Batam


“Bang, abang berangkat ke Batam, ya” ujar suara diujung telephone dari Alm Arif Munandar pada pertengahan Agustus. Kalimat “Berangkat, ya” lebih tepat perintah daripada ajakan.

Saya kemudian mempersiapkan diri untuk mengikuti kegiatan yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup. Tema yang tidak jauh dengan disiplin ilmu hukum. Materi yang berkisar tentang “hak gugat” negara didalam penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup.

19 Oktober 2017

opini musri nauli : KESESATAN


Akhir-akhir ini wacana hukum mempengaruhi pandangan publik. Suara yang disampaikan “seakan-akan” membenarkan kesemrawutan. Publik kemudian memandang “problema” hukum disebabkan oleh ahli hukum (jurist) yang “mengacaukan” hukum.

opini musri nauli : memilih berdiri


Akhir-akhir ini banyak yang bertanya kepada saya tentang sikap saya yang “dituduh” tidak membela agama saya. Agama Islam.

Entah dengan kalimat satire ataupun sindiran bahkan sampai “hardikan”, saya kemudian “dituduh” tidak mendukung tokoh agama tertentu.

Entah mengapa ada pemikiran terlintas dari sang penanya. Sayapun kemudian tidak terpikir dengan sikap saya, kalimat saya ataupun pandangan saya tentang tema tertentu. 

17 Oktober 2017

opini musri nauli : BENAR DAN SALAH



Bumi berputar mengelilingi porosnya. Terus mengikuti grativasi dan tidak berhenti. Namun kehidupan kemuidan berputar. Ada yang dulu ditentang sekarang dilakukan. Dulu Menghina sekarang melakukan. Dulu dibela sekarang menghina. Dulu memuji sekarang menjilat. Demikianlah kehidupan manusia yang “sibuk” mengikuti pola berputar.

15 Oktober 2017

opini musri nauli : Dader dalam tindak pidana


Akhir-akhirnya “tuduhan tebang pilih” kepada KPK semakin sering dilakukan. Terlepas dari pernyatan “politis” ataupun mempunyai motivasi lain, pernyataan ini menggelitik dari pendekatan ilmu hukum pidana.

opini musri nauli : Hutan Adat Sebagai Identitas


Akhir-akhir ini, pembicaraan hutan adat mewarnai wacana nasional. Setelah putusan MK No. 35/PUU-X/2012 (baca MK No. 35), wacana hutan adat kemudian menjadi tagline melihat hutan dari pendekatan masyarakat hukum adat.

Didalam putusannya, MK kemudian “menegaskan” secara konstitusi tentang hutan adat. Maka berdasarkan pasal 1 angka 6 UU No. 41 Tahun 1999 maka “hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat Adat’. Dengan menetapkan hutan adat yang tidak termasuk kedalam hutan negara, maka “konstitusi” kemudian menetapkan “hutan negara tidak termasuk hutan adat”

Di Jambi sendiri, wacana hutan adat telah lama ditetapkan. Seperti Peraturan Desa Napal Melintang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Adat, SK Bupati Merangin No 287 2/Juni/2003, Pengukuhan Kawasan Bukit Tapanggang sebagai Hutan Adat Masyarakat Hukum Adat Desa Guguk, Perda No. 3 Tahun 2006 Tentang Masyarakat Hukum Adat Datuk Senaro Putih Dan SK No. 1249 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan Hutan Adat Batu Kerbau.

Di Sarko telah lahir SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko No. 225 Tahun 1993 Tentang Lokasi Hutan Adat Pangkalan Jambu. Begitu juga Kabupaten Merangin No. 95 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati, SK Bupati Merangin No. 95 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo Desa Pulau Tengah.

Selain itu juga di Sarolangun sudah ditetapkan sebelas hutan adat yaitu hutan adat penghulu Laweh, Hutan Adat Rio Peniti, Hutan adat Pengulu Patwa, Hutan Adat Pengulu Sati, Hutan Adat Paduko Rajo, Hutan Adat Datuk Menti Sati, Hutan Adat Datu Menti, Hutan adat Imbo Pseko dan hutan Adat Imbo Lembago.

Di Kerinci terdapat hutan adat Nenek Limo Hiang Tinggi (SK Bupati Kerinci No. 226 Tahun 1993), Hutan Adat Temedak, Keluru (SK Bupati No. 176 Tahun 1992), Hutan Adat Lempur Mudik (SK No. 96 Tahun 1994).

Akhir tahun 2016. Presiden Jokowi kemudian memberikan 9 Surat Pengakuan Hutan adat. Yaitu
1. Hutan Adat Desa Rantau Kermas (130 Ha) Kabupaten Merangin Provinsi Jambi (MHA Marga Serampas);
2. Hutan Adat Ammatoa Kajang (313 Ha) Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (MHA Ammatoa Kajang);
3. Hutan Adat Wana Posangke (6.212 Ha) Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah (MHA Lipu Wana Posangke);
4. Hutan Adat Kasepuhan Karang (486 Ha) Kabupaten Lebak Provinsi Banten (MHA Kasepuhan Karang);
5. Hutan Adat Bukit Sembahyang (39 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Air Terjun);
6. Hutan Adat Bukit Tinggi (41 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Sungai Deras);
7. Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam (252 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Tigo Luhah Permenti);
8. Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan (452 Ha) Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi (MHA Tigo Luhah Kemantan); dan
9. Hutan Adat Pandumaan Sipituhuta (5.172 Ha) Kabupaten Humbang Hasudutan Provinsi Sumatera Utara (MHA Pandumaan Sipituhuta).

Problema hukum kemudian muncul. Dari 5 Hutan Adat yang diberikan oleh Jokowi, 4 terletak di areal penggunaan lain (APL). Hutan Adat Bukit Sembayang (MHA Air Terjun), Hutan Adat Bukit Tinggia (MHA Sungai Deras), Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam (MHA Tigo Luhah Permenti), Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan (MHA Tigo Luhah Kemantan).
Hanya Hutan Adat Desa Rantau Kermas (MHA Marga Serampas) yang terletak di kawasan hutan.

Lalu apakah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat menetapkan hutan adat di kawasan APL ?

Apabila melihat RTRW Propinsi Jambi dan RTRW Kabupaten Kerinci, Hutan Adat Bukit Sembayang (MHA Air Terjun), Hutan Adat Bukit Tinggia (MHA Sungai Deras), Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam (MHA Tigo Luhah Permenti), Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan (MHA Tigo Luhah Kemantan) teletak di kawasan areal penggunaan lain. Sehingga KLHK tidak dapat mengatur terhadap kawasan APL.

Begitu juga Hutan Adat Pangkalan Jambu (SK Bupati KDH TK. II Sarolangun Bangko No. 225 Tahun 1993), Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo (SK Bupati Merangin No. 95 Tahun 2002), Hutan Adat Bukit Tapanggang (SK Bupati Merangin No. 287 Tahun 2003), Hutan Adat Imbo Pusako (SK Bupati Merangin No. 36 Tahun 2006), Hutan Adat Imbo Purabukalo (SK Bupati Merangin No. 36 Tahun 2006), Hutan Adat Bukit Pintu Koto (SK Bupati Merangin No. 230 Tahun 2011), Hutan Adat Bukit Selebu Desa Baru Kibul (SK Bupati Merangin No.489/DISBUNHUT/2014), Hutan Adat Desa Rantau Kermas (SK Bupati Merangin No.146/DISBUNHUT/2015), Hutan Adat Penghulu Marajo Lelo Serumpun Pusako (SK Bupati Merangin No.147/DISBUNHUT/2015). Atau dengan kata lain, Hutan adat termasuk kedalam wilayah areal penggunaan lain atau diluar kawasan hutan.

Kewenangan KLHK kemudian untuk mengatur kawasan hutan dan bukan kawasan hutan merupakan “perintah” konstitusi (pasal 33 UUD).

Wewenang berupa “penguasaan negara” kemudian dirumuskan oleh Mahkamah Konstitusi berupa (1) Pengaturan (regelendaad), (2) Pengelolaan (beheersdaad), (3). Kebijakan (beleid), (4)  Pengurusan (bestuursdaad), (5).Pengawasan (toezichthoudensdaad).

Sehingga negara memberi kewenangan kepada Pemerintah “menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan atau bukan kawasan.

Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum

Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber yaitu; atribusi, delegasi, mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, kewenangan delegasi dan Mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan

Pemerintah kemudian telah mengatur proses pengkukuhan kawasan hutan lewat berbagai aturan, diantaranya Peraturan Pemerintah nomor 44/2004 tentang Perencanaan Hutan, Permenhut No : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN, Permenhut nomor P.47/2010 tentang Panitia Tata Batas dan Permenhut P.50/Menhut‐II/2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.

Sehingga setelah kemudian ditetapkan wilayah tertentu sebagai kawasan hutan, maka Menteri kemudian diserahkan tugas dan bertanggungjawab dibidang kehutanan.

Mengutip pendapat Indoharto maka terhadap wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang menimbulkan akibat hukum, maka Kementerian atau badan yang ditunjuk melaksanakan wewenang tidak dapat mengatur pengelolaan diluar kewenangannya. Sehingga terhadap kewenangan yang tidak terdapat padanya, maka segala sesuatu dilakukannya  tidak dapat menimbulkan akibat hukum.

Dengan demikian, maka Menteri yang ditunjuk untuk diserahi tugas diberi tanggungjawab dibidang kehutanan tidak mempunyai kewenangan lagi untuk mengatur, mengelola  diluar kawasan hutan.

Sedangkan wewenang pengaturan diluar kawasan hutan menjadi tugas dan tanggungjawab badan dibidang pertanahan sebagaimana diatur didalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Selain itu juga diatur didalam Pasal 1 angka 8 dan angka 12, Pasal 3 Permenhut No : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Dengan mengikuti alur wewenang pengaturan tanah dikawasan bukan hutan, maka kemudian merujuk kepada hak-hak atas tanah sebagaimana diatur didalam UU No. 5 Tahun 1960.

Mengenai hak-hak atas tanah berupa (a) hak milik (b). hak guna usaha,(c) hak guna bangunan,(d) hak pakai (e) hak sewa (f) hak membuka tanah (g) hak memungut hasil hutan,(hak-hak lain yang ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu juga dikenal Hak-hak atas air dan ruang angkasa seperti (a). hak guna air (b) hak pemeliharaan dan penangkapan ikan dan (c). hak guna ruang angkasa.

Dalam pendekatan hukum adat kemudian dikenal hak ulayat. Hak ulayat merupakan hak tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh sesuatu persekutuan     hukum     (desa,     suku)     untuk     menjamin     ketertiban     pemanfaatan/pendayagunaan  tanah.  Hak  ulayat  adalah  hak  yang  dimiliki  oleh   suatu   persekutuan   hukum   (desa,   suku),   dimana   para   warga   masyarakat    (persekutuan    hukum)    tersebut    mempunyai    hak    untuk    menguasai  tanah,  yang  pelaksanaannya  diatur  oleh  ketua  persekutuan  (kepala suku/kepala desa yang bersangkutan)”.

Sedangkan oleh Van vollenhoven dalam bukunya, “Miskenningen van het adatrecht” menyebutkan Beschikkingrecht (hak ulayat). Untuk memudahkan Beschikkingrecht (hak ulayat), Van vollenhoven menyebutkan ciri-ciri. (1)Persekutuan hukum itu dan anggota-anggotanya dapat mempergunakan tanah hutan belukar di dalam wilayahnya dengan bebas, seperti membuka tanah, mendirikan perkampungan, memungut hasilnya, berburu, mengembala dan lain sebagainya. (2)Bukan anggota persekutuan hukum dapat pula mempergunakan hak atas tanah itu, tetapi atas pemberian ijin dari persekutuan hukum itu. (3)Dalam mempergunakan tanah itu yang bukan anggota selalu harus membayar sesuatu (recognitie). (4) Persekutuan hukum mempunyai tanggung jawab atas beberapa kejahatan tertentu yang terjadi di dalam lingkungan wilayahnya, bilamana orang yang melakukan kejahatan itu sendiri tidak dikenal. (5) Persekutuan hukum tidak boleh memindah tangankan haknya (menjual, menukarkan, memberikan) untuk selama-lamanya kepada siapapun juga. (6) Persekutuan hukum mempunyai hak percampuran tangan terhadap tanah-tanah yang telah digarap, seperti dalam pembagian pekarangan, dan jual beli tanah dan lain sebagainya.

Dengan persekutuan hukum (rechtsgemeenshap), kemudian memiliki hak perseorangan. Hak perorangan itu ialah suatu hak yang diberikan kepada warga ataupun orang luar atas sebidang tanah yang berada di wilayah hak ulayat (purba) persekutuan yang bersangkutan. Ada 6 (enam) macam hak perorangan yang terpenting: (1) hak milik, hak yasan (inlandsbezitsrecht); (2) hak wenang pilih, hak kinacek, hak mendahulu (voorkeursrecht); (3) hak menikmati hasil (genotrecht); (4) hak pakai (gebruiksrecht) dan hak menggarap/mengolah (ontginningsrecht); (5) hak imbalan jabatan (ambtelijk profijt recht) dan (6) hak wenang beli (naastingsrecht).

Dengan demikian maka kawasan hutan kemudian diserahkan dan tanggungjawab Kementerian dibidang kehutanan untuk mengatur tentang pengelolaan kehutanan seperti “mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Dan mengatur dan menetapkan “hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Sedangkan kawasan bukan hutan kemudian diserahkan dan menjadi tanggungjawab badan negara dibidang pertanahan yang kemudian mengatur hak-hak atas tanah.

Sehingga pemberian  4 Hutan Adat oleh Jokowi melalui Kementerian Lingkungan dan Kehutanan yang terletak di areal penggunaan lain (Hutan Adat Bukit Sembayang Hutan Adat Bukit Tinggia, Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam, Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan) tidak menimbulkan akibat hukum apapun.

09 Oktober 2017

opini musri nauli : PERKAWINAN MENURUT NEGARA


Akhir-akhir ini diskusi disibukkan dengan tema Poligami. Sebuah tema yang “dianggap” sacral dan tidak boleh disentuh dari berbagai perspektif. Padahal tema ini harus menjadi pembelajaran kepada rakyat Indonesia yang sudah termaktub di peraturan.

06 Oktober 2017

opini musri nauli : Panggilan Bebaso (2)



Sebagai generasi yang menikmati suasana menjelang kejatuhan Soeharto, pemimpin otoriter, saya hidup didalam lintasan berbagai peristiwa. Berbagai peristiwa kemudian mengajarkan berbagai bentuk pergaulan. Termasuk menikmati berbagai panggilan sebagai bentuk “keakraban’.

23 September 2017

opini musri nauli : Tradisi Langir



Merayakan datangnya tahun baru Hijriah (tahun baru Islam) disambut dengan gegap gempita di berbagai pelosok Jambi. Di perkotaan, perayaan menyambut tahun baru islam diwarnai dengan kegiatan pawai obor, syalawat sepanjang malam. Sedangkan di berbagai tempat dilaksanakan kegiatan “yasinan, ulu tahlil” di berbagai masjid.

20 September 2017

opini musri nauli : Pinang, Meminang dan Pinangan






Tanam Pinang rapat-rapat
Agar Puyuh tak dapat lari
Kupinang-pinang tak dapat-dapat
Kurayu-rayu kubawa bernyanyi


Lagu dengan syair “Tanam Pinang rapat-rapat” dapat ditemukan jajaran pinang (areca nuts) memanjang (berbaris/berbanjar) memagari tanaman. “Tanam Pinang rapat-rapat” biasa disebut “Mentaro” di Di Marga Kumpeh Ulu, Marga Kumpeh Ilir dan Marga Jebus. Ketiga Marga ini terdapat di jalur pantai timur Sumatera. Memanjang mengelilingi gambut di kawasan Jambi hilir.

Tanam Pinang rapat-rapat” mengingatkan kisah petualangan dunia mendatangi negeri Jambi. Jambi dalam lintasan perdagangan pantai timur Sumatera kemudian dicatat dalam jurnal-jurnal internasional.

18 September 2017

opini musri nauli : ALAM DAN MISTERI


"Dulu buaya banyak di sungai sini. Namun sekarang sudah tidak ada lagi. Pindah ke sungai rambai.. Buaya mengikuti leluhurnya", kata Pak Widodo.

Secara sekilas cerita pendek yang disampaikan pak Widodo terkesan mistis, mitos, misteri bahkan terkesan takhyul. Namun cerita yang disampaikan dengan nada yakin, saya kemudian tidak bergeming menyimaknya,

11 September 2017

opini musri nauli : 11 September 1714


Hari ini tanggal 11 September tigaratus tiga tahun lalu, peristiwa heroic tengah terjadi. Barbara mencatat laporan dari tiga penduduk Jambi yang melaporkan ancaman dari kapal Perang Johor di Sungai Batanghari.

10 September 2017

opini musri nauli : Pertemuan Alumni



Pertemuan Alumni. Bukan pertemuan para mantan. Mengapa Alumni. Karena alumni ingin selalu bertemu.. Tapi kalau mantan. Menghindarkan untuk bertemu. Demikian kesan pertemuan Alumni Fakultas Hukum Unja angkatan 90.

08 September 2017

opini musri nauli : KEMBALIKAN ASSET NASIONAL


Belum lega Menteri Keuangan, Menteri ESDM menyelesaikan divestasi PT Freeport yang melepaskan sahamnya hingga 51 %, protes penduduk Indonesia kepada pemerintahan JW-JK terhadap kedaulatan mulai disuarakan berbagai lapisan masyarakat.

07 September 2017

opini musri nauli : PALESTINA DAN ROHINGYA




Issu politik kontemporer Rohingya menghiasi wacana politik Indonesia. Dengan serbuan tagline dan berita Rohingya kemudian memantik diskusi panjang didalam berbagai obrolan politik. Baik nasional, local hingga di warung-warung kopi.

Kita tidak perlu berdebat tentang kejadian di Rohingya. Sebagaimana pemberitaan resmi CNN, AP hingga pemberitaan resmi mengabarkan peristiwa di Rohingya. Namun menggerakkan dukungan kepada Rohingya kita harus banyak belajar dari kejadian di Palestina.

06 September 2017

opini musri nauli : PUTRAKU



Dalam suatu kesempatan, aku membawa putra keduaku keluar kota menemani pemeriksaan di kantor Kepolisian. Dengan gesit dan semangat, dia mengiyakan sembari bertanya “apa saja tugasnya, yah ?. Ya. “Kamu cukup bawa map ayah”. Kataku sembari memberikan map dan berkas yang cukup ringan.

03 September 2017

opini musri nauli : DISKURSUS POLITIK ISLAM KONTEMPORER


Akhir-akhir ini jagat politik kontemporer tidak dapat dipisahkan dari hiruk pikuk politik Islam. Berbagai perkembangan baik yang berkaitan dengan Pilpres maupun Pilkada tidak dapat dilepaskan dari “suasana” partai Islam. (saya sengaja menggunakan definisi Partai Islam sebagai padanan politik kontemporer menggambarkan politik Islam).

Islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari berbagai kelompok yang berafiliasi kepentingan politik yang berbeda. Terlepas dari “suasana politik” masa suram rezim Soeharto, afiliasi politik kemudian ditandai dengan Partai islam seperti PKB, PPP, PBB dan PKS. (Saya sengaja tidak memasukkan PAN sebagai pengejawantahan dari partai Islam. Untuk sementara saya tidak memasukkan Partai Masyumi dan Partai NU didalam Pemilu 1955 sebagai indicator melihat politik Islam kontemporer).

02 September 2017

Pelatihan Hukum Kritis

Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap hukum formal dan peraturan yang berlaku di negara ini membuat sebagian masyarakat dihadapkan pada ketakutan terhadap hukum yang bisa menjerat mereka kapan saja, hal seperti ini dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum itu sendiri untuk mengambil keuntungan dari ketidaktahuan masyrakat akan hukum. Terlebih lagi masyarakat yang berada di kawasan hutan dan masyarakat yang terlibat konflik di kawasan hutan,baik konflik antara masyarakat dan pemegang izin atau masyarakat dengan negara. Hak – hak mereka sebagai warga negara tidak pernah diakui oleh negara. 

27 Agustus 2017

opini musri nauli : DAYA MAGNET HOAX



Diibaratkan lakon wayang, goro-goro sang dalan mulai memasuki paruh malam hari. Sang dalang mulai kesal. Anak wayang sudah bermain diluar dari pakem yang sudah disepakati sang dalang.

26 Agustus 2017

opini musri nauli : SELEMBAR KERTAS


Kehilangan HP beserta nomor Telphone dan KTP adalah bencana besar. Daya ledaknya melebihi berita meletusnya gunung Merapi. Menggetarkan melebihi badai tsunami.


Melaporkan ke provider “memerlukan selembar kertas” pengantar. Dulu masih bisa menggunakan surat tanda kehilangan dari Kepolisian. Sekarang dengan “Angkuh” tidak menerima lagi surat tanda kehilangan dari kepolisian. Harus KTP asli.

20 Agustus 2017

opini musri nauli : Marga IX Ulu



Didalam peta Pemerintah Belanda tahun 1923 “Schetskaart Residentie Djambi Adatgemeenschappen (Marga's) schaal 1 : 750.000, dikenal Batin IX Ulu. Berpusat di Pulau Rengas.

19 Agustus 2017

opini musri nauli : IZIN LINGKUNGAN SEKTOR SAWIT


Akhir-akhir ini, issu izin lingkungan hidup menarik perhatian public disaat menyaksikan “drama kolosal” PT. Semen Indonesia (kasus Rembang). Publik dikejutkan dengan Gubernur Jawa Tengah kemudian harus melakukan “mencabut  izin lingkungan kepada PT. Semen Indonesia di Rembang. Namun tidak berselang waktu begitu lama, Gubernur Jawa Tengah kemudian menerbitkan izin lingkungan (dengan perbaikan varian tertentu. Seperti luas areal, perubahan nama perusahaan).

Sikap yang diambil Gubernur Jawa Tengah menggambarkan “perilaku” sebagian elite dan kalangan hukum yang masih memandang sebelah mata tentang “izin lingkungan”.

Pandangan dan perilaku ini selain masih banyak berbagai pihak yang masih berparadigma memandang “remeh” izin lingkungan juga tema “izin lingkungan” belum menjadi wacana mainstream didalam pengelolaan Sumber daya alam.

Padahal UU No. 32 Tahun 2009 ditempatkan sebagai UU Payung (umbrella act, umbrella provision, raamwet, modewet)[1]. Makna pasal 44 dan penjelasan umum angka (5) UU No. 32 Tahun 2009 telah menegaskan. Sehingga seluruh UU yang berkaitan dengan sumber daya alam kemudian harus memperhatikan ketentuan didalam UU No. 32 Tahun 2009. Makna ini kemudian dipertegas dengan menggunakan istilah “Ketentuan Lingkungan Hidup strategis” didalam UU No. 32 Tahun 2009.

Dalam konteks UU No. 32 Tahun 2009[2][1], Izin lingkungan kemudian diberikan makna untuk “mencegah bahaya bagi lingkungan”.  Dalam pasal 1 angka (35) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup) kemudian dipertegas didalam pasal 1 angka (1) PP No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan disebutkan “izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Sehingga setiap usaha/kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal (Pasal 22, Pasal 36 ayat (1) UU Lingkungan Hidup dan pasal 2 ayat (1), pasal 3 ayat (1)  PP No. 27 Tahun 2012).

Dengan dokumen amdal maka kemudian ditetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup (Pasal 24 UU Lingkungan Hidup). Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha/kegiatan (pasal 40 UU Lingkungan Hidup).

Izin lingkungan dapat dibatalkan oleh Menteri/Gubenur/Bupati/Walikota (pasal 37 ayat 2 UU Lingkungan Hidup). Bahkan PTUN dapat membatalkan izin lingkungan hidup (Pasal 38 UU Lingkungan Hidup). Sehingga dengan dibatalkan izin lingkungan, maka izin usaha/kegiatan dibatalkan (Pasal 40 ayat (2) UU Lingkungan Hidup).

Izin lingkungan juga digunakan selain “mencegah bahaya bagi lingkungan” maka harus sesuai dengan Ketentuan Lingkungan Hidup Strategis (KLHS sebagaimana diatur didalam pasal 15 UU LIngkungan Hidup) selain juga memperhatikan “daya dukung dan daya tampung (Pasal 8 UU Lingkungan Hidup).

Dengan memperhatikan “rambu-rambu” yang sudah disusun oleh UU Lingkungan Hidup dan PP No. 27 Tahun 2012 maka “izin lingkungan” merupakan keharusan mutlak yang dijadikan dasar untuk melakukan aktivitas perusahaan.

Problema mulai timbul disaat bersamaan berbagai peraturan sektoral kemudian belum merujuk kepada UU No. 32 Tahun 2009.

Di sector sawit, berbagai peraturan masih menempatkan “amdal/UKL/UPL” yang dipandang sebagai bentuk “izin lingkungan”.

Peraturan Menteri Pertanian No. 6 Tahun 2007 (Permentan No. 6 Tahun 2007) yang kemudian diperbaharui Peraturan Menteri Pertanian No. 98 tahun 2013 (Permentan No. 98 Tahun 2013) tidak memasukkan persyaratan izin lingkungan untuk mendapatkan IUP (Izin Usaha Perkebunan).

Didalam Pasal 15 Permentan No. 6 Tahun 2007 tidak tercantum sama sekali “izin lingkungan” sebagai persyaratan untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan.

OK. Permentan No. 6 Tahun 2007 yang mengikuti alur pemikiran UU No. 23 Tahun 1997 masih merujuk kepada UU sebelum UU No. 32 Tahun 2009 yakni UU No. 23 Tahun 1997 (alur pemikiran UU No. 23 Tahun 1997) dimana masih menggunakan mekanisme “Amdal/UKL/UPL” sebagai izin untuk berkegiatan yang berdampak kepada lingkungan.

Namun sejak terbitnya UU No. 32 Tahun 2009 yang menjadi UU Payung (umbrella act, umbrella provision, raamwet, modewet) didalam pengelolaan sumber daya alam, maka segala kegiatan/aktivitas haruslah menggunakan mekanisme “izin lingkungan”.

“Maqom” izin Lingkungan sebagai pondasi penting didalam pengelolaan sumber daya ala kemudian diwujudkan didalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 (PP No. 27 Tahun 2012).

Sebagai terjemahan pasal 36 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009, maka izin lingkungan kemudian diturunkan dan ditetapkan PP No. 27 Tahun 2012 telah ditegaskan didalam pasal 2 ayat (2) PP No. 27 Tahun 2012.  Didalam pasal 2 ayat (1) PP No. 27 Tahun 2012 ditegaskan “Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.

Dengan demikian maka setiap kegiatan selain memiliki “amdal/UKL/UPL” juga menggunakan mekanisme “izin lingkungan”. Sehingga kalimat pasal 36 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 junto Pasal 2 ayat (2) PP No. 27 Tahun 2012 adalah satu kesatuan. Tidak terpisahkan. Atau dengan gaya khas anak muda. “satu tarikan nafas”.

Sehingga ketika terbitnya Permentan No. 98 Tahun 2013 yang merujuk kepada UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 27 Tahun 2012 kemudian “memasukkan” izin lingkungan sebagai persyaratan mendapatkan Izin Usaha Perkebuna (IUP).

Dengan demikian maka walaupun UU Perkebunan (UU No. 18 Tahun 2004, UU No. 39  Tahun 2014) tidak memasukkan “izin lingkungan” sebagai persyaratan di sector perkebunan namun sejak lahirnya UU No. 32 Tahun 2009 yang secara tegas memasukkan “izin lingkungan” sebagai persyaratan pengelolaan sumber daya alam, maka “izin lingkungan” adalah keharusan”. Mekanisme ini dikenal sebagai asas “lex specialis derogate lex generalis”. Aturan khusus diperlakukan daripada aturan umum.  Sehingga sejak terbitnya UU No. 32 tahun 2009 tanggal 3 Oktober 2009 maka setiap kegiatan harus memiliki izin lingkungan.

Problema hukum

Bagaimana terhadap aktivitas/kegiatan yang dilakukan telah memiliki Amdal/UKL/UPL namun belum memiliki izin lingkungan sebelum tanggal 3 Oktober 2009 (sebelum lahirnya UU No. 32 Tahun 2009) ?

Mekanisme ini telah diatur didalam UU No. 32 Tahun 2009. Mekanisme pertama diatur didalam pasal 121 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009. Dijelaskan “Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen amdal wajib menyelesaikan audit lingkungan hidup.

Mekanisme kedua diatur didalam 121 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 “Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup.

Sedangkan mekanisme ketiga dilakukan berdasarkan pasal 123 UU No. 32 Tahun 2009 “Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.

Sehingga paling lama setahun atau dua tahun setiap badan usaha wajib memiliki izin lingkungan. Dapat dipastikan sejak tahun 2010-2011, setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan mempunyai konsekwensi hukum.

Terhadap pelanggaran dapat ditemukan didalam pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Dengan adanya “izin lingkungan” maka terhadap pengelolaan lingkungan dapat memberikan hak kepada masyarakat secara luas. Hak mendasar sebagaimana diatur didalam 65 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.



[1] Jambi Independent, 20 Desember 2016

16 Agustus 2017

Merasa difitnah, Ketua DPRD ini polisikan Rekannya di Dewan






TRIBUNJAMBI.COM, BANGKO – Ketua DPRD Merangin Zaidan Ismail melaporkan rekannya sesama anggota dewan ke polisi. Politisi PDIP itu datang melapor ke Mapolres Merangin, Rabu (16/8) sekitar pukul 17.00 WIb, atas dugaan pencemaran nama baik.

Ditemui sejumlah wartawan usai melapor, Zaidan engan menyebutkan siapa yang dilaporkannya. Dia juga tak menyebutkan secara rinci materi laporannya.

“Ya, ini saya baru selesai diperiksa. Laporan soal pencemaran nama baik,” katanya.
Berdasarkan informasi yang didapatkan yang dilaporkan Zaidan adalah salah seorang pimpinan dewan berinisial FY.

Senada juga dibenarkan oleh pengacaranya, Musri Nauli bahwa kliennya melaporkan salah seorang anggota dewan Meragin dengan dugaan fitnah. Dimana terlapor melakukan didepan umum, tepatnya di kantin DPRD Merangin.

“Kita laporkan karena terlapor melakukan pencemaran nama baik terhadap ketua DPRD, dalam hukum namanya fitnah. Mengenai materi biarlah penegak hukum yang akan menjelaskan,” sebutnya

Tribunjambi.com, 16 Agustus 2017

14 Agustus 2017

opini musri nauli : Biodiversity gambut


Akhir-akhirnya issu gambut mulai memantik diskusi kalangan kampus, akademisi, praktisi hukum, Pemerintah, LSM dan masyarakat. Kebakaran massif sejak tahun 2006 (Walhi 2012) dan kemudian “meledak” tahun 2013, 2015 dan 2016 membuat dunia terhenyak melihat gambut. Pemerintah Jokowi “gagap” dan kewalahan menghadapi kebakaran.

11 Agustus 2017

opini musri nauli : NYONYA MENEER DAN ETNOFARMASI

Berita tentang bangkrutnya perusahaan PT. Nyonya Meneer menyentak public setelah Putusan Pengadilan Negeri Semarang menyatakannya.


Yang menarik dengan rentang berdiri sejak tahun 1919, PT Nyonya Meneer dikenal sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industry jamu yang didirikan oleh Lauw Ping Nio alias Nyonya Meneer. Dengan usia yang panjang, Nyonya Meneer berhasil mewarnai pengetahuan masyarakat tentang Jamu. Sehingga tidak salah kemudian PT. Nyonya Meneer memiliki asset mencapai 16 trilyun dan karyawan mencapai 1.100 orang.

10 Agustus 2017

ANAK BANDEL




Selama ini, saya selalu mengamati sepak terjangnya ditengah-tengah masyarakat.

Saya mengagumi sianak "bandel", begitu saya menyebutnya sejak menjadi anak saya waktu dikampus dulu.
Tahu-tahu kemaren sore, dia muncul dikediaman saya, saya yang lagi istirahat karena agak kecapean, dengan agak malas membuka pintu, ternyata yang muncul sianak bandel itu.

Melihat tampangnya saya jadi bersemangat, langsung saya persilahkan duduk.

Saya tidak membuang waktu, langsung saya lepas umpan untuk memancing seberapa dalam ilmu yang sudah dimiikinya. 

Kami terlibat diskusi yang hangat. Selesai diskusi, dia menyerahkan sebuah karya tulisnya (buku) dgn judul: "WAJAH HTI", lantas pergi. 

Sesuai kebiasaan saya, buku tsb. langsung saya baca dan barusan selesai. 

Akhirnya saya meyakini thesis yang saya yakini selama ini, bahwa "KADAR INTELEKTUALITAS SESEORANG, TIDAK DITENTUKAN OLEH SEBERAPA TINGGI PENDIDIKAN FORMAL YANG SUDAH DITEMPUHNYA, TETAPI DITENTUKAN OLEH SEBERAPA BANYAK ILMU YG SUDAH DIGALI DAN DISERAPNYA, BAIK MELALUI LITERATUR, MAUPUN MELALUI ALAM SEKITARNYA. SEBALIKNYA SUDAH SEBERAPA BANYAK PULA ILMU YG DIMILIKI ITU DIKEMBALIKAN KEPADA MASYARAKAT, BAIK MELALUI KARYA NYATA, MAUPUN MELALUI KARYA TULS". 

Anak bandel yang satu ini mungkin memiliki sesuatu, yg tidak dimiliki anak-anak lain, yaitu:" API YANG SELALU MEMBARA DIHATINYA, YANG SIAP MEMBAKAR KETIDAK ADILAN YANG TERJADI DALAM MASYARAKAT. 

Saya sangat merindukan anak-anak muda seperti ini.