Belum
lega Menteri Keuangan, Menteri ESDM menyelesaikan divestasi PT Freeport yang
melepaskan sahamnya hingga 51 %, protes penduduk Indonesia kepada pemerintahan
JW-JK terhadap kedaulatan mulai disuarakan berbagai lapisan masyarakat.
Keramahan
Jokowi dengan mengundang Raisa Andriana (Raisa, 27 Tahun) menyanyi ke istana
berbalas khianat dengan menemui Hamish Daud. Bahkan permintaan sepeda yang
diucapkan langsung didepan Jokowi tidak menghalangi Raisa untuk bercerita
kepada Hamish Daud (Hamish).
Pertemuan
Raisah dengan Hamish yang berkewarganegaraan Australia akan berdampak terhadap
“rahasia negara’ yang sudah dipercayakan Jokowi kepada Raisa. Kedaulatan
Indonesia terhadap Hamish tentang “rahasia Negara” mengingat tragedy skandal
politik paling memalukan “CIA Skandal” seperti yang dilakukan oleh Edward
Joseph Snowden (Snowden). Snowden kemudian berhasil kabur keluar Amerika dan
ditampung oleh Rusia.
Selain
itu “lepasnya Sipadan – Ligatan” menimbulkan trauma terhadap pilihan Raisa yang
“berencana” bulan madu keluar Indonesia. Padahal Jokowi sudah menawarkan 10
destinasi di Indonesia yang berhasil “menarik 10 juta” wisatawan.
Berbagai
persiapan sudah dimulai. Data-data dikumpulkan. Berbagai mekanisme dan upaya
ditempuh sedang disusun.
Langkah
pertama adalah “mendemo” kedutaan Australia yang “mengintervensi” kebijakan
Negara Indonesia dan tidak menghargai kedaulatan Indonesia. Duta Besar
Australia harus diusir karena sebagai “tetangga’, Australi terlalu mencampuri
urusan Indonesia dan mengganggu kedautaln Indonesia.
Selanjutnya
meminta kepada Jokowi untuk menutup kantor kedutaan Besar Australia sebagai
“pelajaran” kepada Pemerintahan Australia.
Langkah
kedua mengumpulkan data “motiv” kedatangan Hamish ke Indonesia dengan melihat
paspor. Padahal paspor Hamish tidak pernah diterangkan “menemui” Raisa dan
kemudian memboyong Raisa ke Australia. Penyalahgunaan paspor dapat dikenakan UU
No. 6 Tahun 2011 Tentang Imigrasi. Dan berdasarkan UU Imigrasi, selain
dikenakan hukum pidana satu penjara dan
denda Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Bahkan Hamish dapat dijatuhi
pidana Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) apabila terbukti Hamish
apabila dibuktikan menyalahgunaan visa yang telah diberikan. Belum lagi dengan
kedatangan Hamish ke Indonesia membuat Hamish mengganggu kedaulatan
pemerintahan yang sah dan dijatuhkan pidana hingga 15 tahun penjara dan Rp
1.500.000.000 (Satu Milyar lima ratus juta rupiah).
Bahkan
Hamish kemudian diusir (dideportasi) keluar Indonesia apabila Hamish dapat
dikategorikan melakukan upaya makar dan merongrong terhadap Pemerintahan sah di
Indonesia.
Bahkan
tempat tinggal Hamish di Indonesia juga diperiksa dan dapat diancam pidana 3
bulan penjara dan denda Rp 25.000.000 (Dua puluh lima juta rupiah).
Selain
itu juga dilakukan penyidikan terhadap siapa saja yang mengeluarkan visa dan
kemudian tidak mengusir Hamish. Padahal Hamish tidak memberikan keterangan
benar untuk mendapatkan visa.
Pemerintah
Indonesia harus mengusut tuntas dimana dilangsungkan pernikahan Raisa –Hamish.
Tempat pernikahan merupakan “locus dictie” terjadinya perbuata makar dan
merongrong kedaulatan Pemerintahan yang sah. Seluruh petugas harus diperiksa
untuk membuktikan nasionalisme kepada Indonesia. Pemerintah Indonesia harus
membatalkan pernikahan sebagaimana diatur didalam UU No. 1 Tahun 1974.
Upaya
diplomatic juga dilakukan Indonesia. Pemerintah Indonesia mengajukan protes
kepada PBB karena Australia telah melakukan kekejaman yang sistematis dan
melukai perasaaan bangsa Indonesia. Bahkan Indonesia menggerakkan ASEAN, OKI,
APEC untuk mengusulkan resolusi PBB sehingga Australia diembargo dan meminta
dunia untuk menutup kantor kedutaan besar di berbagai Negara dunia.
Indonesia
dapat mengumpulkan lawyer-lawyer “papan atas” dan menguasai hukum internasional
untuk mempersiapkan gugatan ke Mahkamah Internasional. Upaya ini serius selain
tidak mau mengulangi sejarah kelam lepasnya “Sipadan-Ligitan”, muka pemerintah
Indonesia tidak boleh lagi tercoreng akibat perbuatan nista yang terjadi.
Bahan
materiil seperti “Hamish” sebagai spionase dan upaya tidak serius dari
Australia dapat dijadikan dasar untuk “mempersoalkan” Raisa yang memilih
labuhan hatinya ke Hamish. Belum lagi penggunaan visa Hamish tidak sesuai
dengan konvensi internasional dan dapat memacu ketegangan di Asia Pasifik.
Selain
itu poster Raisa yang dipasang billboard besar-besar di bandara Indonesia “seakan-akan”
mengejek dan melukai perasaan bangsa Indonesia. Poster Raisa harus diturunkan
dan tidak boleh lagi dipasang ditempat-tempat terbuka.
Sementara
masyarakat dihimbau untuk memboikot seluruh lagu-lagu Raisa, melarang diputar
di televisi, radio. Pemberitaan tentang Raisa tidak boleh lagi menguasai wacana
public dan dapat menimbulkan perpecahan di tengah penduduk.
Media
massa yang menayangkan, memberitakan tentang Raisa akan dikenakan UU ITE dan
diproses untuk dicabut izinnya di Indonesia.
Maka
seluruh upaya bangsa untuk mengembalikan kehormatan bangsa dan asset bangsa
Indonesia harus dilakukan dengan seluruh daya, tenaga bahkan memobilisasi dari
seluruh rakyat Indonesia.