08 September 2017

opini musri nauli : KEMBALIKAN ASSET NASIONAL


Belum lega Menteri Keuangan, Menteri ESDM menyelesaikan divestasi PT Freeport yang melepaskan sahamnya hingga 51 %, protes penduduk Indonesia kepada pemerintahan JW-JK terhadap kedaulatan mulai disuarakan berbagai lapisan masyarakat.

Keramahan Jokowi dengan mengundang Raisa Andriana (Raisa, 27 Tahun) menyanyi ke istana berbalas khianat dengan menemui Hamish Daud. Bahkan permintaan sepeda yang diucapkan langsung didepan Jokowi tidak menghalangi Raisa untuk bercerita kepada Hamish Daud (Hamish).

Pertemuan Raisah dengan Hamish yang berkewarganegaraan Australia akan berdampak terhadap “rahasia negara’ yang sudah dipercayakan Jokowi kepada Raisa. Kedaulatan Indonesia terhadap Hamish tentang “rahasia Negara” mengingat tragedy skandal politik paling memalukan “CIA Skandal” seperti yang dilakukan oleh Edward Joseph Snowden (Snowden). Snowden kemudian berhasil kabur keluar Amerika dan ditampung oleh Rusia.

Selain itu “lepasnya Sipadan – Ligatan” menimbulkan trauma terhadap pilihan Raisa yang “berencana” bulan madu keluar Indonesia. Padahal Jokowi sudah menawarkan 10 destinasi di Indonesia yang berhasil “menarik 10 juta” wisatawan.

Berbagai persiapan sudah dimulai. Data-data dikumpulkan. Berbagai mekanisme dan upaya ditempuh sedang disusun.

Langkah pertama adalah “mendemo” kedutaan Australia yang “mengintervensi” kebijakan Negara Indonesia dan tidak menghargai kedaulatan Indonesia. Duta Besar Australia harus diusir karena sebagai “tetangga’, Australi terlalu mencampuri urusan Indonesia dan mengganggu kedautaln Indonesia.

Selanjutnya meminta kepada Jokowi untuk menutup kantor kedutaan Besar Australia sebagai “pelajaran” kepada Pemerintahan Australia.

Langkah kedua mengumpulkan data “motiv” kedatangan Hamish ke Indonesia dengan melihat paspor. Padahal paspor Hamish tidak pernah diterangkan “menemui” Raisa dan kemudian memboyong Raisa ke Australia. Penyalahgunaan paspor dapat dikenakan UU No. 6 Tahun 2011 Tentang Imigrasi. Dan berdasarkan UU Imigrasi, selain dikenakan hukum pidana  satu penjara dan denda Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Bahkan Hamish dapat dijatuhi pidana Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) apabila terbukti Hamish apabila dibuktikan menyalahgunaan visa yang telah diberikan. Belum lagi dengan kedatangan Hamish ke Indonesia membuat Hamish mengganggu kedaulatan pemerintahan yang sah dan dijatuhkan pidana hingga 15 tahun penjara dan Rp 1.500.000.000 (Satu Milyar lima ratus juta rupiah).

Bahkan Hamish kemudian diusir (dideportasi) keluar Indonesia apabila Hamish dapat dikategorikan melakukan upaya makar dan merongrong terhadap Pemerintahan sah di Indonesia.

Bahkan tempat tinggal Hamish di Indonesia juga diperiksa dan dapat diancam pidana 3 bulan penjara dan denda Rp 25.000.000 (Dua puluh lima juta rupiah).

Selain itu juga dilakukan penyidikan terhadap siapa saja yang mengeluarkan visa dan kemudian tidak mengusir Hamish. Padahal Hamish tidak memberikan keterangan benar untuk mendapatkan visa.

Pemerintah Indonesia harus mengusut tuntas dimana dilangsungkan pernikahan Raisa –Hamish. Tempat pernikahan merupakan “locus dictie” terjadinya perbuata makar dan merongrong kedaulatan Pemerintahan yang sah. Seluruh petugas harus diperiksa untuk membuktikan nasionalisme kepada Indonesia. Pemerintah Indonesia harus membatalkan pernikahan sebagaimana diatur didalam UU No. 1 Tahun 1974.

Upaya diplomatic juga dilakukan Indonesia. Pemerintah Indonesia mengajukan protes kepada PBB karena Australia telah melakukan kekejaman yang sistematis dan melukai perasaaan bangsa Indonesia. Bahkan Indonesia menggerakkan ASEAN, OKI, APEC untuk mengusulkan resolusi PBB sehingga Australia diembargo dan meminta dunia untuk menutup kantor kedutaan besar di berbagai Negara dunia.

Indonesia dapat mengumpulkan lawyer-lawyer “papan atas” dan menguasai hukum internasional untuk mempersiapkan gugatan ke Mahkamah Internasional. Upaya ini serius selain tidak mau mengulangi sejarah kelam lepasnya “Sipadan-Ligitan”, muka pemerintah Indonesia tidak boleh lagi tercoreng akibat perbuatan nista yang terjadi.

Bahan materiil seperti “Hamish” sebagai spionase dan upaya tidak serius dari Australia dapat dijadikan dasar untuk “mempersoalkan” Raisa yang memilih labuhan hatinya ke Hamish. Belum lagi penggunaan visa Hamish tidak sesuai dengan konvensi internasional dan dapat memacu ketegangan di Asia Pasifik.

Selain itu poster Raisa yang dipasang billboard besar-besar di bandara Indonesia “seakan-akan” mengejek dan melukai perasaan bangsa Indonesia. Poster Raisa harus diturunkan dan tidak boleh lagi dipasang ditempat-tempat terbuka.

Sementara masyarakat dihimbau untuk memboikot seluruh lagu-lagu Raisa, melarang diputar di televisi, radio. Pemberitaan tentang Raisa tidak boleh lagi menguasai wacana public dan dapat menimbulkan perpecahan di tengah penduduk.

Media massa yang menayangkan, memberitakan tentang Raisa akan dikenakan UU ITE dan diproses untuk dicabut izinnya di Indonesia.

Maka seluruh upaya bangsa untuk mengembalikan kehormatan bangsa dan asset bangsa Indonesia harus dilakukan dengan seluruh daya, tenaga bahkan memobilisasi dari seluruh rakyat Indonesia.