Akhir-akhir ini banyak yang bertanya kepada saya tentang sikap saya yang “dituduh” tidak membela agama saya. Agama Islam.
Entah dengan kalimat satire ataupun sindiran bahkan sampai “hardikan”, saya kemudian “dituduh” tidak mendukung tokoh agama tertentu.
Entah mengapa ada pemikiran terlintas dari sang penanya. Sayapun kemudian tidak terpikir dengan sikap saya, kalimat saya ataupun pandangan saya tentang tema tertentu.
Bukankah saya melakukan didalam pandangan saya hendak menempatkan agama saya sebagai agama untuk bumi (Surat Al Rum ayat 41-42, Surat Al A’raf ayat 56-58, Surat Al Qasas ayat 4). Agama untuk melindungi martabat manusia (Surat Al-‘Isra ayat 33,Surat Al Hujura ayat 49, Surat Al Maidah ayat 2, HR Al Buchari dan HR Muslim). Agama yang diturunkan kepada umat manusia (Surat Al-Anbiya ayat 107, Surat Al Fath ayat 48, Surat Al-Ahzab ayat 33, Surat Saba’ ayat 34). Bukankah selain selalu disebutkan “Ya ayuhallazi” juga disebutkan Ya ayuhannas”.
Makna “Ya ayuhannas” lebih mempunyai makna bagi saya tentang pengaturan terhadap kehidupan manusia. Sedangkan “Ya ayuhallazi” ditujukan kepada manusia-manusia pilihan.
Dalam memaknai “Ya ayuhallazi” lebih banyak bercerita dan berpihak kepada “mustadh’afin”. Mustadh’afin didalam Surat Annisa ayat 75 lebih bermakna “jihad” berpihak membelanya.
Akhirnya saya kemudian memilih untuk berdiri. Sebagaimana sering disampaikan oleh Abdurahman Wahid (Gusdur). “Tuhan tidak perlu dibela. Dia sudah maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil”
Sumber
Fachruddin M Mangunjaya, Konservansi Alam dalam Islam, Obor, 2005
Teologi Lingkungan - Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam, Kementerian Lingkungan Hidup - Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah.