10 September 2017

opini musri nauli : Pertemuan Alumni



Pertemuan Alumni. Bukan pertemuan para mantan. Mengapa Alumni. Karena alumni ingin selalu bertemu.. Tapi kalau mantan. Menghindarkan untuk bertemu. Demikian kesan pertemuan Alumni Fakultas Hukum Unja angkatan 90.
Ya. Ketika lolos ke Fakultas Hukum Unja tahun 1990, ada sekitar 200 mahasiswa/mahasiswi yang lolos SMPTN (Seleksi Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri). Seleksi yang cukup ketat ditengah kampus negeri yang “bergengsi” di Jambi. 200 mahasiswa kemudian dibagi 4 kelas. Pembagian kelas disusun berdasarkan nomor urut mahasiswa. Kelas A, Kelas B, Kelas C dan Kelas D. Kelas A dan Kelas C biasa disebut mahasiswa ganjil. Kelas B dan Kelas D dikenal mahasiswa genap.

Sebagai pelajar tamat dari SMA Negeri 1 Muara Bungo, kesempatan dan lulus di UNJA adalah sebuah anugerah. Seingat saya, dari SMA Negeri 1 Muara Bungo yang lulus cuma 20 orang. Dan saya satu-satunya yang lolos di Fakultas Hukum Unja. Selainnya diterima Ekonomi, pertanian dan peternakan dan FKIP.

Mengambil jurusan Fisika kemudian lolos di Fakultas Hukum menimbulkan persoalan tersendiri bagi saya. Di SMA saya menggeluti Fisika (8 jam), Matematika (8 jam), Kimia (6 jam), Biologi (6 Jam). Namun ketika masuk kuliah Fakultas Hukum saya kemudian belajar ilmu antropologi, Sosiologi, tatanegara, psikologi, ilmu Negara.

 Sebuah cakupan yang berbeda jauh dari pengetahuan yang saya dapatkan di bangku SMA. Padahal mata kuliah itu lebih banyak diajarkan di jurusan social. Sehingga saya memerlukan waktu 2 semester untuk mengenal mata pelajaran. Atau menggunakan teori-teori/rumus-rumus menjadi penghapal teori-teori setiap disiplin ilmu social.

Saya kemudian “tertinggal” dari teman-teman yang menguasai disiplin ilmu-ilmu social. Rata-rata nilai saya hanya cukup untuk mengikuti jenjang selanjutnya. Sehingga tidak salah kemudian saya hanya menjadi mahasiswa yang “biasa-biasa saja”.

Belum lagi kecintaan mengikuti berbagai kegiatan dan “sibuk” mendaki gunung ataupun “hiking”. Absensi cukup “sekedar” untuk ikut ujian.

Disaat teman-teman “sibuk” hendak KKN ataupun sedang menyusun proposal seminar dan skripsi, saya malah sibuk “demonstrasi” di jalanan. Tahun 1994 disaat teman-teman “memakai baju hitam putih” sebagai tanda mengikuti seminar dan Skripsi, saya kemudian malah “malang melintang” putar-putar Jambi-Jakarta. Meninggalkan kampus dan sibuk demonstrasi di berbagai kota membuat “keenganan saya untuk kembali ke kampus”. Praktis sejak tahun 1994 hingga tahun 1997, tugas saya ke kampus “hanya” membayar SPP agar tidak “didrop out” saja. Sehingga tidak salah kemudian saya menjadi saksi 26 orang mahasiswa angkata 90 yang masih tersisa dan sempat 3 kali dipanggil Dekan (Prof Rozali). Dan saya adalah barisan terakhir yang meninggalkan kampus.

27 tahun kemudian angkatan 90 kumpul. Mengadakan reuni alumni Fakultas Hukum Unja angkatan 90. Tidak ada yang berbeda ketika saya meninggalkan kampus 27 tahun yang lalu.

Yang cowok sudah banyak kebanyakan “tambah subur”. Sedangkan yang cewek sudah banyak yang berjilbab. Sehingga kurang saya kenal apabila tidak disebutkan namanya. Namun yang pasti tinggal saya dan Agus yang masih rambut gondrong.

Makanya ketika saya menyebutkan nama-nama untuk dipanggil panggung, saya masih ingat dan hapal termasuk apakah termasuk mahasiswa genap ataupun mahasiswa ganjil. Apabila ada “kekeliruan” sedikit, ketika dikoreksi teman-teman, saya langsung ingat.

Kesan ini menjadi suasana “heboh” selama pelaksanaan kegiatan tersebut.

MC yang begitu piawai memandu acara menjadikan selama acara menjadi meriah. Dipanggilnya pasangan sesama angkatan membuat pertemuan menjadi menarik. Seingatku ada 6 pasangan sesame angkatan.

Termasuk juga ada acara “pemanggilan” termasuk mahasiswi idola dan para cowok yang memujanya. Aku baru tahu ternyata banyak sekali mahasiswa yang memuja satu perempuan Idola. Mungkin karena aku terlalu banyak diluar kampus atau “waktu itu” aku sibuk hiking dan mendaki gunung, aku ternyata baru sadar. Suasana “bisik-bisik” diluar kampus lebih heboh daripada duniaku.

Dipanggilnya sang idola angkatan 90 dan dipanggilnya cowok-cowok yang pernah memujanya membuat muka teman-teman tersipu kemerahan. Aku menjadi tertawa. Dunia ini kecil.  Dan kenangan itu ternyata masih berbekas dihati teman-teman.

Acara diakhiri dengan peragaan “logo FH 90” di tengah lapangan. Logo FH 90 dengan menggunakan drone menjadi “kenangan” yang bisa mengingat memori 27 tahun.

Sukses untuk semuanya.