Ingkar janji (sebagian memberikan istilah cidera janji/wanprestasi) merupakan persoalan yang serius dan sering terjadi di tengah masyarakat. Ingkar janji berangkat dari salah satu pihak tidak dapat lagi memenuhi janji yang telah disepakati kedua belah pihak.
Ingkar janji/cidera janji/wanprestasi) terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti :
- tidak dipenuhinya prestasi sama sekali,
- tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi,
- tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjikan;
Terhadap pihak yang melakukan ingkar janji (wanprestasi) maka dapat ditagih untuk memenuhi janji/prestasi yang telah disepakati, diperlukan lebih dahulu suatu proses, seperti Pernyataan lalai (inmorastelling, negligent of expression, inter pellatio, ingeberkestelling). Hal ini sebagaimana dimaksud pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” atau jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatakan debitur langsung dianggap lalai tanpa memerlukan somasi (summon) atau peringatan. Hal ini diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959
Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata, “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya”.
Secara prinsip, ada perbedaan prinsiip antara ingkar janji dengna penipuan. Ingkar janji tunduk kepada ketentuan yang berkaitan dengna hukum perdata dan proses hukum acara perdata. Sedangkan penipuan adalah perbuatan melawan hukum yang tunduk kepada KUHP dan hukum acara pidana. Secara prinsip, membedakan antara ingkar janji dengan penipuan dilihat daripada kehendak (niat) dari salah satu pihak. Apabila ingkar janji dilihat dari keadaan debitur yang tidak mampu memenuhi janjinya (ingkar janji). Sedangkan penipuan didasari kepada salah satu pihak yang sudah berniat untuk mengelabui dari perjanjian yang disepakati.
Dengan melihat prinsip dari kehendak salah satu pihak untuk mengkualifikasikan antara ingkar janji dengna penipuan, maka terhadap ingkar janji tidak dapat diproses secara pidana. Karena sebagaimana didalam hak asasi manusia dan putusan MK, terhadap pembebanan hutang tidak dapat diterapkan hukuman badan (penjara)