09 Juli 2025

opini musri nauli : Durian


Ditengah-tengah masyarakat Melayu Jambi, seloko menggunakan kata durian menjadi pengetahuan sehari-hari. Berbagai seloko menunjukkan buah durian memang bagian penting dari kehidupan sehari-hari. 


Dimulai dari seloko “"Padi menjadi. Rumput hijau. Aeknyo tenang. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugur.”


Istilah “Durian” juga menunjukkan batas antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Sumbar yang dikenal dengan “durian takuk rajo”. Seloko ini dikenal memanjang dari Marga Jujuhan, Marga VII Koto, Marga IX Koto dan Marga Sumay.  


Sedangkan Seloko batas Jambi dengan Provinsi Sumsel dikenal dengan SIalang belantak besi. 

Posisi durian juga dikenal sebagai pantang larang (larang pantang). Seloko seperti “durian dak boleh ditutuh” atau “petai dak boleh ditutuh - durian dak boleh dipanjat” adalah penempatan bagaimana pengaturan buah didalam pengelolaan 


Berikut adalah kumpulan seloko (pepatah atau peribahasa) mengenai durian yang terdapat dalam adat Melayu Jambi, beserta makna dan konteksnya.


Seloko "Padi menjadi. Rumput hijau. Aeknyo tenang. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugur."

Seloko ini menggambarkan sebuah negeri yang subur dan makmur di bawah kepemimpinan yang direstui alam. Maknanya serupa dengan filosofi Jawa "gemah ripah. Loh Jinawi. Tata tentrem kerto Raharjo". Kehadiran buah durian yang gugur di darat menjadi salah satu penanda dari kesempurnaan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.


Selain itu didalam masyarakat Melayu Jambi, musim durian yang melimpah seringkali dianggap sebagai lambang kemakmuran dan pertanda baik dari alam semesta


Pohon durian yang tidak boleh dipanjat menempatkan posisi pohon durian sangat dihormati dan dianggap sebagai "keramat". Terdapat beberapa pantangan yang berkaitan dengan pohon dan buah durian, yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.


Durian, bersama dengan madu dan harimau, dianggap sebagai lambang kelengkapan dan kesehatan sebuah ekosistem. Kehadiran durian yang berbuah lebat menandakan bahwa alam berada dalam kondisi yang baik dan seimbang. 


Terdapat pula kepercayaan mengenai "buah pangkal", yaitu buah durian pertama yang jatuh pada awal musim, yang dianggap sebagai "jatah" atau hak bagi "Raja Hutan" dan tidak boleh diambil oleh manusia.


Selain itu pohon durian yang tidak boleh ditebang disejajarkan dengan pohon sialang (pohon tempat lebah bersarang), yang menunjukkan betapa pentingnya peran pohon-pohon tersebut dalam menjaga keseimbangan ekosistem.