08 Maret 2013

opini musri nauli : NEGARA HUKUM MENGALAMI UJIAN



Tragedi 7 Maret 2013 di OKU mengalami peristiwa penting. Sekelompok orang berbaju seragam (penulis menggunakan istilah sekelompok, karena menurut informasi dari Kadiv Humas Mabes Polri, kedatangannya tanpa sepengetahuan Pangdam II Sriwijaya. In koordinasi) menyerbu Kantor Polres Ogan Komering Ilir. Kantor Polres OKU habis dilalap api.

Dalam tayangan di televisi nasional, dengan jelas digambarkan, bagaimana sekelompok orang kemudian menaiki sepeda motor menggunakan bendera merah putih, “menyerbu” kantor Polres OKU,  membakar kantor Polres OKU. Sungguh sulit diterima akal sehat. Menggunakan pakaian seragam “menyerbu” kantor Polres OKU. Kantor symbol Negara hokum.

Publik terhenyak. Tanpa mengabaikan “apa penyebab” dan akar masalah, cara-cara ini tidak dapat dibenarkan di Negara hokum (rechtstaat). Cara-cara ini harus diselesaikan melalui mekanisme hukum.

Pengadilan Umum dan Pengadilan Militer

Dalam system hukum,  proses terhadap “para pelaku” yang berasal dari militer masih menggunakan system hukum militer. Baik KUHP Militer dan KUHAP militer. Militer Indonesia masih menjadi “kelas utama” dan diistimewakan. Dalam praktek, tanpa mengurangi arti Negara hukum, suasana reformasi belum hinggap di kalangan militer. Paradigma reformasi masih “sekedar slogan” dan teriakan tanpa arti. Kasus Kulonprogo sekedar catatan yang masih menggunakan “cara-cara militer” didalam menyelesaikan masalah tanah dengan rakyat. Belum reda hilang dari ingatan kita, kita menyaksikan dengan telanjang “bagaimana oknum tentara memukul jurnalis” di Pekanbaru, cara-cara ini kembali dipertontonkan oleh kelompok berseragam menyerbu Polres OKU.

Tentu saja, tidak perlu analisis yang dalam memahami peristiwa itu. Cara-cara ini harus dihentikan. Cara-cara barbar yang tidak tepat diterapkan di Negara modern sungguh-sungguh memalukan. Kita tentu saja tidak ingin kembali ke nuansa orde baru. Dimana perbedaan cara selalu diselesaikan dengan cara-cara kekerasan. Termasuk menggunakan senjata.

Salah satu opsi, militer harus dikembalikan fungsinya. Menjaga pertahanan. Menjadi alat Negara untuk menjaga kedaulatan Negara. Fungsi itu dapat diterapkan apabila, militer dikembalikan ke barak. Militer tidak boleh terlibat praktis dalam urusan ketatanegaraan.

Selain itu juga, Pengadilan Militer hanya “memeriksa terhadap kedispilinan, deserse ataupun yang berkaitan dengan perang. Diluar itu maka, militer harus menjadi sipil.

Dalam perkembangan KUHP Militer dan KUHAP Militer harus kembali ke fungsinya. Pengadilan Militer tidak “menyidangkan” terhadap kejahatan umum. Militer harus tunduk. Militer harus dibawah sipil.

Maka terhadap kejadian di Kulonprogo, pemukulan jurnalis maupun penyerbuan Polres OKU harus disidangkan di Pengadilan umum. Bukan di pengadilan Militer. Sehingga paradigma pengadilan militer harus sesuai dengan Negara demokrasi. Militer tunduk kepada sipil. Kejahatan yang berkaitan dengan umum harus disidangkan di Pengadilan Umum.

Sudah saatnya RUU KUHP Militer dan RUU KUHAP militer dibahas. Pemeriksaan terhadap kejahatan umum oleh anggota militer harus disidangkan di Pengadilan umum. Dan kita tidak perlu menunggu waktu lagi. Sebelum korban dan peristiwa terus terjadi dan berulang.  

Dan Indonesia sedang mengalami ujian yang sesungguhnya. Negara Hukum (rechtstaat)