Saran Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (GF) untuk
meminta mundur Lurah
Lenteng Agung, Susan Jasmine Zulkifli dicopot dari jabatannya dengan alasan
lurah tersebut beragama Kristen menimbulkan reaksi dari Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok).
Dengan lantang, Ahok
menolak permintaan dari Mendagri.
Membicarakan
Jakarta tidak dapat dilepaskan dari Jokowi dan Ahok. Dua pasangan serasi yang
dengan gaya khas masing-masing, saling mengisi namun tetap kukuh dengan
prinsipnya.
Masih ingat serangan Rhoma
Irama dalam Pilkada DKI mengenai persoalan agama. Tanpa berapi-api, santai
bahkan mengaku sebagai pengagum Rhoma Irama, tentu saja dengan menyanyikan Lagu
Rhoma Irama “Begadang”, Jokowi “mempersilahkan” datang ke Solo. Liputan
media massa yang melihat keseharian Ibu Joko yang ternyata sudah menunaikan
haji, membuat Rhoma Irama “kalah telak”.
Isu ini kemudian redup. Rhoma Irama
sempat nangis mengakui kekalahan.
Begitu juga dengan issu
Mobil Murah. Jokowi justru menawarkan konsep “angkutan public murah”. Tidak melawan memang. Tapi ketika Jokowi
menawarkan konsep “angkutan public murah”,
Menteri Perindustrian kebakaran jenggot. Dan “ketahuan” Menteri Perindustrian mendukung industri besar.
Padahal konsep mobil murah
harus berangkat dari industry nasional. Bukan mendukung konsep mobil murah yang
dihasilkan industry besar yang sudah mapan.
Berbanding terbalik dengan
Jokowi. Ahok lebih sering menggunakan “serangan
langsung”, menyerang lawan bicara, berdebat dengan stamina tinggi. Meladeni
debat hingga lawannya keok
Ketika issu agama “coba dimainkan” dalam Pilkada DKI, Ahok
dengan lantang, berujar. Ini Negara
Pancasila. Dan saya akan tunduk kepada Pancasila dan Konstitusi.
Pihak-pihak yang keberatan
terhadap keberadaan Ahok, tidak bersua lagi.
Begitu juga ketika “menyelesaikan” Tanah Abang, Ahok keluar
dengan gagah “meladeni” tantangan
dari “penguasa Tanah Abang. Berbagai tawaran untuk menyelesaikan (namun pasti mau melindungi kepentingan
ekonomi) tidak digubris Ahok. Ahok tetap kukuh dan menolak tawaran.
Tipikal Jokowi meladeni
isu-isu biasanya tersenyum, cengengesan namun dapat memutar balik serangan.
Dalam teknik olahraga beladiri Ju jitsu, teknik ini sering diperagakan Jet Lee.
Tanpa memulai serangan, Jet Lee mampu “meminjam”
tenaga lawan untuk melumpuhkan lawannya. Semakin kuat serangan, maka semakin
kuat pula “kemampuan” melumpuhkan
lawan.
Kemampuan jujitsu dari Jet Lee dapat kita lihat dalam
film-film klasik di televise. Indah sekali cara Jet Lee “menundukkan musuhnya”. Dalam serial komik Wiro Sableng, mempelajari
teknik ini sampai tujuh purnama.
Steven Seagal juga mempunyai kemampuan menguasai
jujitsu.
Teknik jujitsu lebih “mementingkan insting, kelenturan badan, membaca serangan lawan dan
tentu saja “mengggunakan kekuatan lawan”
justru melumpuhkan lawan. Teknik ini memerlukan waktu yang cukup lama
menguasainya. Sehingga hampir praktis, di kalangan para pendekar persilatan,
teknik ini berhasil dikuasai justru ketika usia sudah matang, tenang, stabil
emosi dan mempunyai bathin yang suci.
Teknik jujitsu dengan baik diperagakan oleh Jokowi.
Dengan tenang, sambil melihat serangan lawan, jawaban Jokowi sering membuat
kita mendapatkan pencerahan, namun sebenarnya jawaban dari Jokowi “memutar serangan balik” kepada lawan.
Berbeda dengan Jokowi, Ahok menguasai teknik
pertarungan terbuka. Dia akan meladeni pertarungan terbuka. Namun kekuatan Ahok
justru di “hock’. Serangan Ahok di “hock” perut lawan, membuat lawan tidak
sempat bernapas. Kekuatan stamina dari petarung ini, selain memang mengeluarkan
serangan langsung menuju ulu hati dengan teknik hock sering membuat lawan
terbengong.
Kita masih ingat dengan Mike Tyson yang hanya
“membutuhkan” waktu 91 detik “mengkanvaskan”
Michael
Spinks. Dari
43 kemenangan KO sebelumnya, dia memukul KO lawan di ronde 1 sebanyak 23 kali. Korban KO singkat itu antara lain Hector Mercedes, Trent Singleton,
Rick Spain, John Anderson, Lorenzo Canady, Mark Johnson, Dony Long, Robert
Colay, Sterling Benjamin, Eddy Richardson, Sammy Scaf, dan Mark Young. Itu
dilakukan Tyson pada 1985 dalam usia 19 tahun
Menguasai teknik hock” memang diperlukan Insting yang
luar biasa, stamina yang kuat dan tentu saja detail kekuatan lawan. Dalam
berbagai tayangan youtube, kekuatan Ahok menghitung lawan cukup cermat
diperhatikan oleh AHok. Tayangan seperti “menghock”
penguasa Tanah Abang, berhadapan dengan mahasiswa, meladeni supir metromini
membuat lawan-lawannya harus “berhitung’
ulang berhadapan dengan Ahok. Ketika lawan berhitung ulang, Ahok pergi dengan
senyum kemenangan.
Teknik ini memang “dikuasai” Ahok. Hampir setiap detail kekuatan dan kelemahan lawan
dipelajarinya. Sehingga argumentasi Ahok sering ‘hock” dan langsung ke ulu hati lawan. Lawan tidak berkutik ketika
berargumentasi berhadapan dengan Ahok yang menguasai data-data. Ahok sering
menggunakan litetatur ketatanegaraan untuk menangkis serangan lawan. Jawaban
cerdas dari Ahok “menangkis” serangan
dari Mendagri sebagai contoh.
Bagaimana dengan Indonesia. Kita mengenal Wiro
Sableng yang mempunyai teknik jurus Dewa Mabuk dan pukulan matahari. Teknik
jurus Dewa Mabuk sering dimainkan oleh Wiro Sableng. Lawan tidak mudah membaca
langkah dan strategi yang akan dimainkan oleh Wiro Sableng.
Sedangkan Pukulan Matahari jarang dipergunakan oleh Wiro Sableng. Selain pukulan itu sangat berbahaya, pukulan Matahari hanya dipergunakan terhadap lawan-lawan yang sulit dikalahkan.
Bagaimana dengna gaya serangan penguasa yang lain ?..
Ha.. ha.. So pasti, gaya serangan yang mereka mainkan sering tidak jelas.
Dikatakan menggunakan jurus mabuk seperti Wiro Sableng tidak tepat. Dikatakan teknik
jujitsu juga tidak bisa. Dikatakan serangan terbuka “hock” juga tidak bisa.
Lalu apa ya.. Ha.. ha.. Mungkin perpaduan ketiganya.
Kadang-kadang Jurus Dewa Mabuk,
kadang-kadang teknik jujitsu, kadang-kadang serangan “hock”.
Tapi mengapa lawan-lawan sering tidak dapat
dikalahkan ?. Nah. Itu dia. Karena masing-masing jurus dan teknik dipergunakan
tidak tepat untuk lawan, sehingga teknik itu menjadi tidak berguna.
Ya. Para penguasa
menggunakan pukulan hock, namun lawan mempunyai stamina yang kuat.
Kemudian menggunakan teknik jujitsu. Tapi serangan lawan tidak bisa dibaca.
Kelenturan badan lawan mudah ditangkis. Setelah terdesak barulah digunakan
jurus “Dewa mabuk”.
Bisa dibantu saya, ketika Menteri Perindustrian tetap
ngotot isu “mobil murah’, atau Mendagri tentang Lurah Lenteng Agung ?
Baca : LAGI-LAGI JOKOWI