Rasanya
kaget dan terharu mendengar kabar meninggalnya Fahruddin Saudagar. Kaget karena
masih banyak pekerjaan yang belum selesai dikerjakan oleh Fahruddin Saudagar.
Terharu karena disaat kita memerlukan akademisi yang tekun menulis tentang
sejarah Jambi.
Secara
pribadi, saya mengenal beliau sebagai salah satu dosen matakuliah di semester
awal. Mata kuliah awal biasa dikelompokkan mata kuliah yang dikenal dengan
istilah “mata kuliah Dasar Umum”. Beliau mengajarkan mata kuliah Ilmu Budaya
Dasar. Mata kuliah ini mengenalkan hakekat arti kemanusiaan, arti cinta kasih,
arti toleransi. Dengan mata kuliah ini, kemudian mahasiswa diharapkan dapat
menggunakan ilmu pengetahuan yang didapatkan agar tetap menjunjung hakekat
kemanusiaan.
Setelah
menyelesaikan mata kuliah, interaksi penulis hampir praktis tidak mengikuti
perjalanan beliau. Penulis hanya mengetahui, Almarhum salah satu panelis dalam
acara penting “Seminar Nasional Candi Muara Jambi” tahun 1992. Fahruddin
Saudagar membawakan makalah yang berpendapat, Candi Muara Jambi merupakan pusat
kerajaan Sriwijaya.
Setelah
itu, penulis hanya mengetahui, almarhum banyak membicarakan sejarah Jambi,
sejarah kepahlawanan Sultan Thaha dan Candi Muara Jambi.
Sekitar
2 tahun yang lalu, almarhum mendatangi Walhi Jambi. Almarhum meminta Walhi
Jambi ikut dan aktif melakukan pembelaan terhadap tanah-tanah yang digunakan
sebagai stock file batubara di areal Candi Muara Jambi. Diskusi kami berlanjut.
Penulis mengagumi terhadap kegigihan almarhum yang terus melakukan penelitian
terhadap candi-candi yang belum banyak digali di kawasan Candi Muara Jambi.
Candi
Muara Jambi
Peran
almarhum tidak dapat dipisahkan dari perjuangan menetapkan candi Muara Jambi
sebagai pusat Sriwijaya. Sebagai perjuangan yang panjang, harus diakui,
penetapan Candi Muara Jambi sebagai pusat Sriwijaya akan merobah catatan
sejarah tentang pusat Sriwijaya.
Dalam
polemic mengenai candi Muara Jambi, wacana tentang Candi Muara Jambi masih
menimbulkan polemic. Pemikiran pertama, Candi Muara Jambi adalah pusat
Sriwijaya. Pemikiran ini didasarkan besar dan luasnya kawasan candi Muara
Jambi. Dalam berbagai sumber disebutkan, luas kawasan candi Muara Jambi
mencapai 2000 hektar membuktikan, Kawasan Candi Muara Jambi merupakan kerajaan
besar.
Dengan
jernih, almarhum menerangkan pendapatnya baik dilihat dari catatan I-itsing
maupun berbagai bukti-bukti geologi. Bahkan kekaguman penulis, almarhum dengan
baik menerangkan berbagai candi-candi dalam kawasan Candi Muara Jambi.
Pemikiran
ini sudah banyak didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Bahkan tim Riset UI
pertengahan tahun lalu sudah mendukung penetapan kawasan Candi Muara Jambi
sebagai pusat Sriwijaya.
Pemikiran
kedua. Kawasan Candi Muara Jambi merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya.
Sedangkan pemikiran ketiga, kawasan Candi Muara Jambi merupakan Kerajaan Melayu
Jambi yang tidak ada hubungan dengan kerajaan Sriwijaya.
Baik
pemikiran pertama, pemikiran kedua maupun pemikiran ketiga masing-masing
didukung dengan berbagai alas an. Penulis tidak berpolemik apakah pemikiran
pertama, atau pemikiran kedua atau pemikiran yang ketiga yang paling baik.
Namun ketiga pemikiran itu menyepakati, kawasan candi Muara Jambi merupakan
kerajaan besar pada abad VI. Sebagai pusat dari pendidikan agama Budha, harus
diakui luasnya kawasan Candi Muara Jambi merupakan kerajaan besar yang tidak
boleh dipandang sebelah mata.
Penjelasan
dari Almarhum membuat penulis menghormati almarhum, baik karena kegigihan untuk
menggali berbagai catatan penting maupun kukuh menyatakan kawasan Candi Muara
Jambi sebagai pusat kerajaan Sriwijaya.
Sultan
Thaha
Almarhum
juga dengan baik menceritakan tentang kepahlawanan Sulthan Thaha. Baik Sulthan
Thaha sebagai Raja Islam yang berasal dari Turki maupun perjuangan Sulthan
Thaha yang gigih melawan penjajahan Belanda .
Sebagai
bacaan sejarah, penjelasan dari almarhum dapat memberikan informasi penting
dari perjalanan sejarah Sultan Thaha. Tentu saja mengenai Sultan Thaha masih
harus dibuktkan dengan berbagai bukti-bukti pendukung. Masih banyak yang harus
digali tentang sejarah kepahlawanan. Namun penjelasan dari Almarhum cukup
membantu sebagai navigasi untuk melihat sejarah panjang Sultan Thaha.
Kegigihan
dan konsistensi dari almarhum terus menggali sejarah kawasan Muara Jambi harus
diakui. Kegigihan itu terus menginspirasi dan menjadi bahan bagi renungan
terutama bagi penulis. Kegigihan dari almarhum merupakan inspirasi agar
perjuangan rakyat Jambi yang memperjuangkan pusat Sriwijaya terus ditularkan.
Dan kegigihan dari almarhum mampu menginspirasi bagi kita semua.
Kabar
duka yang penulis terima pada sore hari, harus dapat dipergunakan sebagai bahan
untuk terus memperjuangkan kawasan Candi Muara Jambi sebagai pusat Sriwijaya.
Perjuangan itu terus menerus.
Namun
yang pasti kawasan candi Muara Jambi di tengah ancaman stock file harus
diproteksi. Dan tugas kita meneruskan
cita-cita almarhum.
Dimuat di Jambi Ekspress, 27 September 2013