02 Februari 2020

opini musri nauli : Memahami Gambut Sebagai Kawasan Unik


Berbagai regulasi peraturan perundang-undangan kemudian menempatkan gambut sebagai kawasan ecoregion. Yang menggambarkan geografi yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah air, flora dan fauna. Selain juga menempatkan sebagai kawasan ekosistem esensial diantaranya ekosistem karst, ekosistem lahan basah (danau, sungai, rawa, payau), wilayah pasang surut serta mangrove dan gambut. Selain itu juga kawasan ekosistem esensial termasuk juga lahan basah, koridor kehidupan liar, areal konservasi tinggi dan taman keanekaragaman hayati. Bahkan juga memasukkan terumbu karang, padang lamun, gambut dan karst.

Sebagai kawasan ekologi penting (essensial ecosystem) maka gambut ditempatkan sebagai nilai konservasi tinggi.

Di Jambi sendiri  luas gambut 716.839 ha (termasuk tanah mineral bergambut) merupakan penyebaran ketiga terluas di Pulau Sumatera. Penyebarannya yang relatif luas berada di wilayah empat kabupaten, yaitu: Tanjung Jabung Timur 266 ribu ha (37,2 %), Batanghari 258 ribu ha (35,9 %), Tanjung Jabung Barat 142 ribu ha (19,8 %) dan Sarolangun 41 ribu ha (5,8 %). Di wilayah tiga kabupaten lainnya, luas lahan gambut relatif sempit, yakni di Kabupaten Merangin hanya sekitar 3,5 ribu ha, Kerinci 3,1 ribu ha, Kota Jambi 2,1 ribu ha dan Bungo Tebo sekitar 780 ha (BRG, 2016).

Angka sedikit berbeda disampaikan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2018 yang menyebutkan luas gambut mencapai 736.227,20 ha (14% dari luas Provinsi Jambi). Lahan gambut tersebar di 6 kabupaten, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 311.992,10 ha, Kabupaten Muaro Jambi seluas 229.703,90 ha, Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 154.598 ha, Kabupaten Sarolangun seluas 33.294,20 ha, Kabupaten Merangin seluas 5.809,80 ha, dan Kabupaten Tebo seluas 829,20 ha.

Walhi Jambi menyebutkan 133 Desa yang termasuk kedalam kawasan gambut.

Sebagai kawasan ekologi penting, gambut juga sering disebutkan sebagai kawasan unik. Sifat unik gambut dimaksud dapat terlihat dari sifat kimia dan fisiknya. Sifat kimia gambut dapat lebih merujuk pada kondisi kesuburannya yang bervariasi, tetapi secara umum ia memiliki kesuburan rendah. Hal ini ditandai dengan tanah yang asam (pH rendah), ketersediaan sejumlah unsur hara makro dan mikro rendah, mengandung asam-sama organik beracun, serta memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi tetapi kejenuhan basa (KB) rendah (Walhi, 2016).

Keunikan kawasan ekologi gambut dapat dilihat dari berbagai pendekatan. Baik penamaan tempat, pembagian tataruang, model pengelolaan hingga keunikkan lainnya.

Nama Tempat

Tidak dapat dipungkiri, penamaan Desa berasal dari keunikan tempat didesa.  Disebut sebagai Teluk Kulbi adalah “buah kulbi”. Sejenis buah yang rasanya asam. Kulbi terletak di Teluk.

Muntialo adalah nama tempat yang menghasilkan sumber daya alam. Seperti kayu, rotan, ikan. Tempat ini kemudian disepakati sebagai nama Desa Muntialo.

Disebut Sungai Terap adalah ditepi sungai terdapat pohon Terap. Pohon keras yang dapat digunakan untuk membangun rumah.

Tata ruang

Untuk menentukan tempat apakah boleh dikelola atau tidak (yang kemudian dikenal sebagai gambut), maka dilihat dari bentuk tanah. Apabila sedikit kehitam-hitaman, terdapat air yang menggenang dimusim kemarau, tersedianya ikan seperti ikan tembakang (Desa Pandan Sejahtera), tempat tumbuh pakis (Desa Pandang Lagan, Desa Pandan Lagan dan Desa Sungai Terap), tanaman jelutung (Desa Bram Hitam) atau adanya pohon rengas (Desa Sungai Terap). Bahkan di Desa Bram Hitam Raya sebagai penanda adalah “rumbai”. Istilah “rumbai” juga dikenal dengan istilah “Purun”.  

Penanda tempat merupakan pengetahuan yang diketahui masyarakat. Pengetahuan empirik yang tidak terbantahkan berdasarkan tipologi alam sekitarnya. Nilai yang dijunjung masyarakat.

Di Desa Sungai Aur dikenal nama-nama tempat seperti Sungai Palu, Sungai Bungur Ulu, Parit Sen, Danau Rumbe. Tempat-tempat ini merupakan daerah yang terdapat air yang menggenang. Dan selalu menyimpan air.

Tempat ini adalah tempat mencari ikan. Tempat ini kemudian “terbakar” setelah adanya izin perusahaan sawit.

Selain itu dikenal Lebung yang terletak di Lebung Danau Rumbe, lebung Danau Aro dan Lebung Sungai Sumpit.

Istilah Lebung juga dikenal di Sumsel. Lebak Lebung. Yang mengindikasikan sebagai Gambut Dalam. Selain “lebak Lebung” juga dikenal Lebak dangkal, Lebak Tengah.

Diluar dari tempat itu dikenal tempat umo yang terletak di Sungai Palu, Parit Aji. Tempat ini dikhususkan untuk tanaman padi (padi umo).  Tempat khusus “umo”  juga dikenal “Peumoan” di Marga Kumpeh Ilir atau “Umo genah/genah umo” di Marga Berbak.

Selain itu juga dikenal untuk “kebun” yang terletak di Danau Aro dan Danau Rumbe. Sedangkan “Talang” dikenal di Pematang Lampang, Pematang Sumpit dan Pematang Beringin.

Kebun dikhususkan untuk “tanaman mudo” seperti sayur-sayuran (holtikultura). Sedangkan “Talang” adalah tanaman tuo seperti Pinang atau kelapa.  

Tanah Terlantar

Di Desa Pandan Sejahtera, melihat “pakis yang sudah mencapai 1 meter” adalah kategori tanah terlantar. Pakis yang sudah menjulang tinggi yang dikategorikan sebagai tanah terlantar adalah penyebab utama dari kebakaran yang terjadi.

Di Sungai Bungur, tanah terlantar disebut “larangan krenggo’. Istilah “krenggo” juga dikenal Marga Batin Pengambang yang menyebutkan tanah terlantar adalah “empang krenggo

Kategori “tanah terlantar” juga dikenal diberbagai tempat. Seloko seperti “sesap mudo”, “belukar mudo-belukar tuo”, “belukar lasah”, “sesap rendah-jerami tinggi”, “sesap rendah-tunggul pemarasan”, Sosok jerami, tunggul pemareh” adalah Hukum tanah yang mengategorikan sebagai tanah terlantar.

Terhadap tanah yang dikategorikan sebagai “tanah terlantar’ maka dikenal Hukum tanah seperti “hilang celak. Jambu Kleko”, “jauh dak dipenano. Dekat dak disiang”, “Kalah durian dek benalu. Ilang Mentaro hilang tanah. Ilang tutur ilang penano”. Maka hak terhadap tanah kemudian hapus.

Sehingga “pakis yang sudah mencapai 1 meter” dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar. Sehingga tanah terlantar yang ditandai dengan “pakis sudah mencapai 1 meter” maka hak terhadap tanah menjadi hapus.

Meletakkan kategori “pakis mencapai 1 meter” sebagai “tanah terlantar” juga sebagai pilihan tegas untuk menghilangkan “tanah terlantar” sebagai “biang” penyebab kebakaran.