Terlihat suara menderu memasuki istana Astinapura. Sang Telik sandi tergopoh-gopoh menuju balairung Istana Astinapura.
Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
Terlihat suara menderu memasuki istana Astinapura. Sang Telik sandi tergopoh-gopoh menuju balairung Istana Astinapura.
“Mas, kain dan sajadah ditempat tidur. Silahkan digunakan”, kata suster ketika mengantarkan ke kamar. Kamar di retret di Palembang.
Syahdan. Suasana heboh di kerumuman pasar. Terlihat kegaduhan.
Suasana panik. Rakyat negeri Astinapura kemudian panik. Berlarian kesana kemari.
Didalam sebuah buku yang berjudul “Perdebatan pasal 33 - Dalam sidang amandemen 1945 memuat salinan otentik notulensi sidang MPR-RI 1999-2002, ada pernyataan yang menarik disampaikan oleh Prof. Sri Sumantri. Argumentasi yang disampaikan dapat membongkar tentang makna UUD 1945.
Kembali ke istilah Pemimpin Suku Anak Dalam (Orang Rimba). Menyebutkan “Suku Anak Dalam” tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang bermukim di Air Hitam, Kejasung Besar, Kejasung Kecik, Terap, Makekal Ulu dan Makekal Ilir. Masyarakat Suku Anak Dalam lebih suka berikrar sebagai “Orang Rimba”.
Dalam tulisan sebelumnya, sebagaimana telah disampaikan pada disertasi Azzumardi Azra (AA) didalam buku “Jaringan Ulama Timur Tengah & Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII, yang menyebutkan Al Palimbani. Didalam bukunya sering disebut Abd Al-Samad Al Palimbani.
Akhir-akhir, ketertarikan Penulis terhadap para ulama Nusantara yang kemudian dikenal diberbagai literatur membuat rasa keinginan tahu semakin besar.
Namun ditengah pandemi corona yang terus menyerang Indonesia dan belum dapat dipastikan akan berakhir, upaya harus terus dilakukan.
Selain mengembalikan hakekat mudik, berkunjung dan silahturahmi ke keluarga besar, mendatangi orang tua yang tinggal di kampung, momentum untuk mudik belum tepat dilakukan.
Dibalairung Istana Astinapura, berkumpullah para punggawa kerajaan. Sembari membenhi pekerjaan, mereka merundingkan siasat.
“Wahai para punggawa kerajaan. Disaat Raja baru belum Dilantik, alangkah enaknya kita mengambil kepingan emas dari brangkas kerajaan”, usul sang punggawa kerajaan.