Dalam tulisan sebelumnya, sebagaimana telah disampaikan pada disertasi Azzumardi Azra (AA) didalam buku “Jaringan Ulama Timur Tengah & Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII, yang menyebutkan Al Palimbani. Didalam bukunya sering disebut Abd Al-Samad Al Palimbani.
Abd Al-Samad Al Palimbani biasa disebut juga Syaikh 'Abdus-Samad al-Palimbani. AA kemudian lebih sering menuliskan Abd Al-Samad Al Palimbani.
AA menyebutkan Abd Al-Samad Al Palimbani adalah ulama yang paling berpengaruh diantara para ulama dari Palembang. Selain itu juga sangat dihormati para ulama nusantara.
Kelebihan Abd Al-Samad Al Palimbani selain dikenal berbagai karyanya, kehidupan, karir maupun biografi dapat dilacak, sumber-sumber menyediakan bahan cukup kaya. Baik didalam bahasa Melayu maupun bahasa Arab. Belum lagi sumber-sumber dari pusat dunia. Termasuk Belanda.
Selain itu kamus-kamus biografi Arab juga memberikan informasi yang lengkap. Sehingga Abd Al-Samad Al Palimbani mempunyai Karir dan tempat terhormat di Timur Tengah.
G.W.J Drewes menyebutkan 7 buah kitab. Sedangkan Prof. Dr. M. Chatib Quzwain (MCQ) dan AA menambahan satu kitab yang terkenal “Thuhfah Al-Raghibin”.
Kitab yang dibuat Syaikh 'Abdus-Samad al-Palimbani didalam “Hidayatus Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqiin adalah terjemahan Bidayat Al Hidayah (Imam Al-Gazali).
Berbeda dengan buku AA yang hanya menceritakan sedikit tentang Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani, Mal An Abdullah (MAD) cukup detail menceritakan tentang Abd Al-Samad Al Palimbani didalam bukunya yang berjudul “Syaikh Abdus-Samad Al Palimbani - Biografi dan warisan keilmuan.
Dengan tekun, MaD menceritakan prosesi mengumpulkan serpihan kitab-kitab yang dituliskan Syaikh Abdus-Samad Al Palimbani. Termasuk upaya semula penulis yang menghubungi G.W.J Drewes.
Anugerah kemudian tercapai. Salah seorang pemerhati sejarah Islam Palembang berhasil mendapatkan naskah manaqib Abdus-Samad yang berjudul “Faydh Al Ihsani”. Beliau juga yang termasuk memberikan hasil transliterasi naskah kepada MAD.
Anugerah kemudian terus turun ke muka bumi. Makalah yang disusun MAD kemudian mendapatkan asupan dalam forum sejarah di Alur Setar, 2011. Dalam forum ternyata asupan terus didapatkan. Termasuk kehidupan akhir Syaikh Abdus-Samad Al Palimbani. Termasuk tempat dikuburkannya.
Berbeda dengan AA maupun MCQ, naskah manaqib Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani yang berjudul “Faydh Al Ihsani” jelas mencantumkan tahun kelahiran Abdus-Samad. Dengan penghitungan kalender masehi, maka kelahiran yaikh Abd Al-Samad Al Palimbani adalah 1737.
Ini berbeda berbagai versi seperti 1704 m, 1714 dan 1719. MCQ didalam disertasinya menyebutkan 1700 m. Tidak berbeda jauh dengan AA menuliskan 1704 m. Sumber yang lain ada juga menyebutkan 1714 m.
Dengan ditemukan manaqib Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani dengan cerdas MAD menyudahi tahun kelahiran Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani.
Sebagai ulama yang produktif, Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani dikenal mempunyai belasan kitab. Ada yang menyebutkan 15 kitab. Ada yang menyebutkan 27 kitab yang berhasil diidentifikasikan. Mungkin bisa saja lebih banyak lagi.
Didalam ajarannya, tradisi Palimbani secara tidak langsung menolak karya-karya Ibn “Arabi. Tapi ditempatkan sebagai jalan “muntahi” bagi pengikut ruhani.
Dengan ajaran tasawuf falsafi, Tuhan adalah wujud yang citranya Hadir melalui emanasi. Proses ini harus dijabarkan dalam tujuh martabat. Yang kemudian didunia Melayu dikenal “Ahadiyyah”, “Wahdah”, “Wahidiyyah”, “Alam Al-Arwah”, “Alam al-Mitsal”, “Alam al-Ajsam” dan Al- Insan Al Kamil”. Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani menuliskan didalam karya terjemahannya “Al-Mulakhkhash Al-Tuhbat Al Mafdhat min Al-Rahmat Al-Mahdat Alayhi Al-Shalat wa Al-Salam min Allah.
Kelebihan Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani adalah mampu menerjemahkan berbagai kitab dengan melakukan perubahan signifikan. Sehingga Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani seolah-olah menghadirkan teks asli dalam bentuk baru. Sekaligus menerjemahkan dari Bahasa Arab ke bahasa Melayu lebih Sederhana.
Selain itu, tradisi Palimbani selalu terbuka terhadap tradisi intelektual berbagai bidang. Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani memperkaya pengetahuan di masyarakat dengan berbagai tradisi tasawuf. Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani sama sekali tidak menolak tasawuf falsafi Ibn Arabi. Tapi agar tidak dibaca orang yang belum mencapai martabat tinggi dalam perjalanan ruhani. Alangkah baiknya bagi pemula lebih baik membaca Al Gazali terlebih dahulu.
Namun apabila sudah mencapai “muntahi”, kepada murid-muridnya justru sangat dianjurkan membaca karangan Ibn Arabi.
Keterbukaan Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani juga diperkaya dengan pengajian tasawuf. Para Ahli justru menemukan Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani mengacu kepada Al-Maturidi dalam tauhid, dan Ibrahim Al-Laqqani yang bermazhab Maliki dan Al-Basdawi yang bermazhab Hanafi dalam bidang Kajian fiqih.
Dengan hadirnya Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani melalui kitab-kitabnya kemudian menempatkan Palembang sebagai pusat pengaruh tasawuf Sunni AL Gazali paska Aceh. Sehingga para Ahli kemudian menempatkan Palembang sebagai “the center for Al Ghazzali tradition of sufism”. Dan menempatkan Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani sebagai tokoh “neo-sufisme di dunia Melayu. Sekaligus menempatkan landasan kokoh tasawuf Al Gazali.
Tidak salah kemudian Syaikh Abd Al-Samad Al Palimbani ditempatkan sebagai penerjemah Al Gazali yang paling terkemuka diantara para ulama Melayu-Nusantara.
Baca : Ulama Nusantara (1)