Dibalairung Istana Astinapura, berkumpullah para punggawa kerajaan. Sembari membenhi pekerjaan, mereka merundingkan siasat.
“Wahai para punggawa kerajaan. Disaat Raja baru belum Dilantik, alangkah enaknya kita mengambil kepingan emas dari brangkas kerajaan”, usul sang punggawa kerajaan.
“Bukankah kita dititahkan untuk menjaga kepingan emas ?”, sanggah yang lain.
“Tidak ada yang mengawasi kita. Brangkas emas Terbuka Lebar. Sementara Rakyat diluar sana Sedang ketakutan menghadapi serangan dedemit.
Belum lagi serangan negara api. Konon kabarnya mereka Sedang merancang besar-besaran.
Para Telik sandi Sudah mengabarkan. Agar Istana Astinapura siap menghadapi gempuran besar-besaran dari negara api. Demikian kabar yang hamba terima”, bantah sang punggawa lain.
“Wahai para punggawa. Tidak ada satupun yang akan melihat perbuatan kita. Beberapa purnama kedepan, Raja baru yang akan dilantik.
Konon kabarnya, apabila yang menang adalah Adipati dari sudut Kerajaan Astinapura, dia tidak akan memberikan kesempatan kepada punggawa kerajaan untuk menikmati kepingan emas.
Sedangkan Apabila yang muda menjadi Raja Astinapura, maka kepingan emas tidak keluar dari brangkas istana.
Raja muda akan menggunakan kekayaan kerajaan untuk kemakmuran Rakyat Astinapura.
Lalu, kapan kita bisa menikmati kepingan emas ?”, tanya sang punggawa lain.
Semuanya terdiam. Terbayang kepingan emas yang akan diraup. Sedangkan Raja baru belum dilantik. Untuk membeli mahkota kebesaran untuk para istri di pasebanan.