Hukum adalah norma, aturan yang bertujuan menciptakan keadilan. Hukum adalah jiwa yang bisa dirasakan makna keadilan. Makna keadilan adalah jiwa yang senantiasa hidup dan berkembang.. Dari sudut pandang ini, catatan ini disampaikan. Melihat kegelisahan dari relung hati yang teraniaya..
08 Januari 2017
opini musri nauli : PANDANGAN KONSTITUSI DALAM KASUS TANAH DI MENGGALA
06 Januari 2017
Cerita negeri Astinapura : DEDEMIT
Pagi hari, pintu kamar diketuk keras2 oleh punggawa.. Mengabarkan berita gembira.. Telik sandi tergopoh2 mengabarkan berita..
Dengan suara pelan, telik sandi bercerita "ditangkapnya" demi yg bikin resah..
Sang Raja tdk percaya ceritanya.. Sambil bergumam dia berkata "hanya dia sang dedemit ?".. Telik sandi menggangguk pelan..
04 Januari 2017
opini musri nauli : MAS GIE
Opini musri nauli : GEGER NEGERI ASTINAPURA
02 Januari 2017
opini musri nauli : Jambi dan Peradaban Dunia
opini musri nauli : WAKTU
29 Desember 2016
opini musri nauli : WEWENANG DAN HAK
28 Desember 2016
opini musri nauli : Strategi Membongkar kejahatan
26 Desember 2016
opini musri nauli : Warisan Gusdur
23 Desember 2016
opini musri nauli : GENERASI MILLENIUM
22 Desember 2016
opini musri nauli : REZIM IZIN LINGKUNGAN
19 Desember 2016
opini musri nauli : KESALAHAN PARADIGMA TENTANG KARHUTLA
18 Desember 2016
opini musri nauli : NU – Warisan Islam untuk Indonesia
16 Desember 2016
opini musri nauli : Polemik Undang-undang Payung
15 Desember 2016
opini musri nauli : SIAPAKAH WAJAH LALULINTAS ?
opini musri nauli : MENIKMATI KELUCUAN
opini musri nauli : Matematika
13 Desember 2016
PAKAIAN
12 Desember 2016
opini musri nauli : LOGIKA TERORIS
11 Desember 2016
opini musri nauli : Catatan Hukum PP No 57 Tahun 2016
opini musri nauli : SOSIOLOGI MENJADI MENARIK DI TANGANNYA
09 Desember 2016
opini musri nauli : Perempuan Memimpin Indonesia
08 Desember 2016
opini musri nauli : Makar dalam Pandangan Hukum Adat Jambi
Akhir-akhir ini berita makar menghiasi media massa nasional. Makar dalam ilmu hukum pidana dikenal Kejahatan terhadap keamanan negara.
Dalam BAB I Buku II KUHP, yang disebut sebagai makar dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap keamanan Negara. Baik dengan upaya penghilangan nyawa Presiden/Wakil Presiden (Pasal 104 KUHP), memisahkan dari wilayah Negara Indonesia (Pasal 106 KUHP), Menggulingkan Pemerintah yang sah (Pasal 107 KUHP). Pemberontakan (Pasal 108 KUHP), perbuatan penyertaan/deelneming (Pasal 110 KUHP), bersekutu dengan Negara lain (Pasal 111 KUHP), berkhianat kepada Negara lain (Pasal 113 KUHP). Pokoknya upaya mendongkel pemerintahan yang sah. Ini tentu saja berbeda dengan kritikan, petisi ataupun penolakan kebijakan dari Pemerintah. Sebuah upaya pengaburan ataupun upaya mencampuradukkan persoalan makar dengan kritikan kepada Negara yang digagas untuk menutupi tuduhan makar.
Dalam ranah ilmu politik, makar sering juga disebut sebagai upaya penggulingan Pemerintah yang sah ataupun tidak mengakui pemerintahan yang sah.
Perbuatan makar dalam ranah hukum pidana merupakan pidana yang sangat serius. Diletakkan sebagai kejahatan utama didalam Bab I Buku II KUHP membuktikan upaya Negara didalam melindungi kedaulatan Negara. Upaya ini adalah harga yang harus dibayar mahal apabila ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tuduhan makar.
Sebagai tuduhan serius, tentu saja tuduhan makar tidak dapat dikategorikan sebagai tuduhan tanpa bukti. Tanpa mempengaruhi proses hukum, “dugaan” dari penyidik terhadap orang-orang yang dikategorikan sebagai “tuduhan serius” makar haruslah didasarkan kepada bukti-bukti hukum yang kuat. Sehingga tuduhan tersebut tidak menjadi persoalan main-main di tengah masyarakat. Apalagi adanya tuduhan “melempar” gertakan kepada sebagian masyarakat.
Begitu juga pandangan didalam hukum adat di Jambi. Tuduhan makar dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang serius.
Dalam “Pucuk Undang Nan Delapan”, kategori makar juga diletakkan didalam persoalan pertama. Makar kemudian dikategorikan sebagai perbuatan “Dago Dagi”. Dalam bahasa umum dikategorikan sebagai “perbuatan melanggar kepentingan umum dan menimbulkan kekacauan di negeri.
Menempatkan Makar dikategorikan sebagai persoalan pertama menunjukkan begitu serius perhatian dari hukum adat didalam kejahatan hukum adat Jambi.
Dago dagi adalah kejahatan adat yang menimbulkan kegemparan, kehebohan masyarakat sehingga masyarakat menjadi resah, khasak khusuk sehingga masyarakat menjadi tidak tenang dan resah. Keresahan di negeri menimbulkan syakwasangka dan rakyat kemudian mengadu kepada pembesar negeri.
Kepentingan umum terganggu. Ketenangan di kampong tidak dirasakan lagi. Anak-anak tidak berani mandi di sungai. Bapak-bapak tidak berani ke ladang. Ibu-ibu tidak berani mengambil air di sungai. Orang-orang tidak berani kumpul di masjid. Jalanan kampong menjadi sepi. Orang takut tidur dan meronda kampong secara bergantian.
Kegemparan di kalangan rakyat inilah yang menyebabkan, pembesar negeri memerintahkan dubalang, menti ataupun pengawal kampong untuk menjaga negeri.
Kegemparan yang disebabkan berita tentang perbuatan yang menimbulkan keributan di negeri membuat rakyat menjadi berjaga-jaga kampong sehingga kampong tidak diserang ataupun kepentingan umum rakyat tetap terjaga.
Kegemparan, kehebohan, kepanikan di tengah masyarakat terhadap perbuatan yang menimbulkan keributan di kampong membuat “dago dagi” kemudian menjadikan perbuatan utama yang harus segera diselesaikan. Sehingga Kepentingan umum tidak boleh terganggu.
Dengan demikian, maka “dago-dagi” adalah persoalan serius didalam pandangan hukum adat di Jambi.
Oleh karena itu, tuduhan serius dari kepolisian terhadap upaya makar dalam issu politik akhir-akhir ini haruslah dapat dibaca sebagai suasana kehebohan dalam ranah hukum adat di Jambi.
Menjadikan persoalan makar sebagai guyonan ataupun sebagai issu politik belaka tanpa membongkar rencana khusus upaya pembongkaran kasus makar, maka meninggalkan pemikiran terhadap pandangan hukum adat di Jambi.
Memberikan kabar tentang upaya makar maka haruslah diselesaikan. Selain memberikan kepastian terhadap kasus makar itu sendiri juga sebagai bentuk agar public tidak diresahkan “upaya pencongkelan” Pemerintah yang sah.