Dalam
ilmu kriminologi, teknik-teknik untuk membongkar kejahatan diperlukan agar
kasus dapat terungkap. Selain “skill” mumpuni, insting, pengalaman panjang
penyidik, kebiasaan pelaku hingga berbagai hubungan antar satu dengan lain
diperlukan agar perkara dapat dibongkar.
Berbagai
kasus-kasus yang menarik perhatian public (penulis
sepakat tidak ada kasus yang rumit. Yang ada adalah kasus yang menarik
perhatian public) seperti kasus bom teroris Bali I, pembunuhan Nasaruddin yang
melibatkan tokoh penting, pembunuhan “coffee Vietnam” Myrna, pembunuhan “Pakde”
dapat diungkapkan berdasarkan berbagai teknik-teknik yang dapat kita pelajari.
Teknik-teknik
inilah yang harus dikuasai oleh penyidik sehingga berbagai teknik-teknik penyidikan
dapat memberikan catatan tentang kejahatan itu sendiri. Teknik-teknik kemudian
berhasil dipadukan informasi dari penyidik dan informasi terhadap pengungkapan
kasus oleh penyidik.
Setiap kejahatan meninggalkan jejak
Kalimat
“Setiap kejahatan meninggalkan jejak” merupakan
stimulus dan semangat yang kuat dari setiap telik sandi untuk mengungkapkan
kasus. Tidak ada satupun kejahatan yang tidak meninggalkan jejak.
Masih
ingat kejadian Bom Bali 1 tahun 2002. Berbagai tokoh-tokoh Islam kemudian
“menuding” adanya desain dari Negara-negara canggih untuk menciptakan teror di
Indonesia.
Dengan
daya ledak dan daya teror Bom Bali I, Peristiwanya sungguh dahsyat. 202 orang tewas. 209 orang
luka-luka. Dunia hukum kemudian heboh terhadap terorisme yang belum diatur
didalam norma hukum Indonesia.
Indonesia
kemudian mencekam dan public berharap dapat diungkapkan kasus ini.
Ditengah
pesimis sebagian kalangan namun menggunakan “Setiap
kejahatan meninggalkan jejak”, setiap serpihan mulai dikumpulkan satu
persatu. Dilakukan rekonstruksi ulang untuk melihat “penyebab” dan cara
meledaknya bom.
Dengan ketekunan dimulai dari
pengungkapan sepeda motor Yamaha, serpihan mobil L-300 (nomor chasis dan nomor mesin sudah dihapus dengan cara digerinda namun
KIR masih meninggalkan jejak) maka misteri ini kemudian terkuak.
Jejak ini kemudian
menemukan Amrozi di Lamongan tiga minggu
kemudian. Jejak ini kemudian berhasil mengungkapkan pelaku lain seperti Ali
Imron, Ali Gufron, Imam Samudra, Umar Patek dan lain-lain.
Ingat.
Kasus ini berhasil diungkapkan dalam waktu kurang dari satu bulan. Bandingkan
dengan pengungkapan kasus bom
mobil yang diparkir di luar gedung Murah di Oklahoma City menewaskan 168 orang
dan melukai lebih dari 500 orang pada tanggal 19 April 1995. Peristiwa ini
merupakan pengeboman di AS yang paling mematikan dalam 75 tahun. Kasus ini
kemudian memerlukan pengungkapan hingga 6 tahun kemudian untuk menghukum Timothy McVeigh dan Terry Nichols. McVeigh dieksekusi pada tahun 2001, sedangkan
Nichols dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Publik “meragukan” hasil
penangkapan dan menuduh “ada desain besar” menghancurkan kelompok Islam.
Tuduhan itu cukup serius sehingga sebuah televisi harus melayangkan secara
“live” bagaimana Ali Imron harus memeragakan perakitan bom dalam sejumlah
“filling” cabinet hingga siap digunakan.
Dengan santai, Ali Imron
memeragakan rangkain 23 adegan lengkap detail penggunaan istilah kimia untuk
merakit bom, memasukkan kedalam mobil L-300 hingga meledak di Legian, Kuta, Bali. Hasil rakitan bom
kemudian dapat disetarakan dengan bom TNT seberat 1 kg merupakan bom RDX berbobot 50-150 kg.
Serpihan mobil L-300 adalah awal investigas membuka misteri peristiwa tersebut.
Namun
jejak yang terlalu sempurna justru menimbulkan pertanyaan. Masih ingat Film Speed tahun 1994 dengna bintang actor
Keanu Reeves (Jack Traven) dan Sandra Bullock yang berusaha menangkap Howard Payne, seorang
ahli bahan peledak sekaligus pensiunan polisi yang tidak puas akan perlakuan
rekannya pada masa baktinya sebagai polisi, sehingga Payne berusaha membalas
dendam dengan menjadi teroris.
Jejaknya
yang ditinggalkan “terlalu sempurna” sehingga Jack Traven menaruh curiga
sehingga melakukan berbagai “simulasi” lain untuk mengetahui siapa pembuat bom.
Akhirnya
diketahui seorang pelaku yang bernama Howard Payne yang juga instruktur dari
New York Police Departemen yang juga instruktur bom Jack Traven.
Penggunaan
scientic juga diperlukan didalam
mengungkapkan kejahatan. Rambut, DNA, sidik jari, sperma adalah bukti-bukti
yang membantu telik sandi mengungkapkan kasus.
Novel-novel
klasik Sherlock Holmes adalah penggunaan
scientic didalam mengungkapkan kejahatan. Penggunaan proyektil peluru juga
sebagai “sidik jari” menentukan siapa pemilik senjata api.
Cara
ini digunakan oleh Harison Ford yang berperan sebagai Dr. Ricard Kimble didalam
Filmnya “Fugitive.
Dr.
Ricard Kimble menemukan istrinya terbunuh namun dia kemudian dituduh membunuh
istrinya. Ricard kemudian menjadi buronan satu kota dan selain harus “survive”
bertahan hidup, Ricard hendak membongkar kejahatan sekaligus mengetahuai siapa
pembunuhnya.
Akhirnya
Ricard mengetahui pembunuh istrinya sekaligus membersihkan namanya dari tuduhan
pembunuhan.
Pengungkapan
kasus dengan pendekatan proyektil juga dilakukan dalam kasus terbunuhnya
Direktur PT. Asaba tahun 2003. Melihat pola tembakan dan proyektil peluru
ditemukan, maka kasus ini melibatkan pelaku yang mempunyai kemampuan khusus. Pelaku
kemudian diketahui sebagai komandan intai pasukan elite.
Kemampuan
telik sandi mengungkapkan berbagai “jejak” selain dipengaruhi pengalaman
panjang, kemampuan membaca situasi, membaca perkembangan zaman juga dipengaruhi
kemampuan membaca kehidupan pelaku. Kemampuan terakhir ini penting selain bisa
mempermudah membaca jejak juga akan membantu mengikuti berbagai “jejak” yang
akan dihilangkan oleh pelaku.
Pelaku
ingin melihat hasil kejahatan
Istilah
ini penulis temukan setelah mendapatkan informasi setelah terbongkarnya kasus
pembunuhan di Angso Duo. Kasus ini kemudian dikenal sebagai kasus “Unyil’.
Unyil
adalah penamaan kasus dari perebutan “tamu” di seputaran Angso Duo. Unyil
dianggap sebagai pelaris sehingga mengurangi rejeki dari yang lain.
Telik
sandi ketika menemukan mayat di Angso duo menemukan orang-orang yang dicurigai
setelah mayat ditemukan.
Berdasarkan
teknik-teknik tertentu didalam mengungkapkan kasus ini, maka pelaku kemudian
dapat ditemukan. Dan pelaku kemudian berada di saat keramaian masyarakat
mengetahui ditemukan mayat.
Pelaku
berhubungan dengan orang yang dipercaya
Pengungkapan
kasus “penilepan” dana masyarakat oleh
seorang terkenal tahun 2004 kemudian menghentakkan dan menimbulkan kehebohan di
Jambi. Masyarakat Jambi yang dijanjikan akan mendapatkan keuntungan dalam waktu
singkat setelah “menanamkan” uangnya dalam bisnisnya kemudian terbukti
“bodong’.
Sang
pelaku kemudian kabur ke Medan sehingga telik sandi kemudian kehilangan
jejaknya.
Namun
dengan teknik “penyadapan” dan mengikuti jalur signal HP, pelaku kemdian di
temukan di sebuah rumah kontrakan di Medan.
Peristiwa
serupa juga terjadi di Bom Bali I. Nama Amrozy dan kedua saudaranya bahkan
menemukan Imam Samudra juga didasarkan kepada hubungan telekomunikasi dengna
orang-orang yang dipercaya.
Berbagai
peristiwa bisa terungkap berdasarkan kepada orang-orang yang dipercaya dalam
berkomunikasi. Sehingga pemantauan keberadaan pelaku juga dimulai dari
orang-orang yang dipercaya dan hubungan komunikasi terus menerus dari pelaku
kepada orang-orang tersebut.
Memakan
bubur panas
Strategi
“memakan bubur panas” merupakan strategi penyidikan didalam mengungkapkan kasus
besar.
Tertangkapnya
Mindo Rosalina Manullang, Direktur Pemasaran PT. Anak Negeri, 21 April 2011
kemudian menguak keterlibatan orang-orang penting. Mulai dari Menteri Olahraga,
Andi Mallarangeng, Bendahara partai berkuasa, Nazaruddin bahkan kemudian
melibatkan Anas Urbaningrum. Selain Mirwan Amin, Angelina Sondakh, I Wayah
Koster. Cuma I Wayan Koster yang selamat.
Begitu juga tertangkapnya
Ahmad Fathana bersama dengan MS, seorang mahasiswi di kampus ternama di Jakarta
yang kemudian “merembet” ke petinggi Presiden Partai. Sang Presiden kemudian
terbukti menerima suap 1,3 milyar dari PT. Indoguna Utama. Kasus ini juga
dikenal sebagai kasus “kuota sapi”.
Begitu juga pengungkapan kasus terbunuhnya PT.
Rajawali Nusantarai Indonesia, Nasrudin, Telik sandi sudah “mencium”
keterlibatan orang penting sehingga kasus ini kemudian dicari dulu pelaku
barulah ditentukan keterlibatan orang penting.
Dengan ditemukan eksekutor
lapangan, maka keterlibatan seperti seperti Williardi Wizard (WW) dan Sigit Hario Wibisono (SHW). WW
mengakui telah menyediakan orang-orang untuk melaksanakan pembunuhan setelah
menerima dana dari SHW. SHW kemudian yang menguak keterlibatan Antasari Azhar
(AA).
Terlepas dari polemic, putusan
terhadap AA telah mempunyai kekuatan hukum.
Strategi dengan menangkap
Minda Rosal Manullang, Ahmad Fathana dan eksekutor pembunuh Nasrudin merupakan
strategi “memakan bubur panas’. Bukti-bukti kemudian mengantarkan kepada
keterlibatan orang penting.
Berbagai strategy dengan
“ciamik” dimainkan apabila setiap asumsi dalam pikiran telik sandi mengikuti
bukti-bukti yang ada. Telik sandi tidak dibenarkan membangun asumsi tanpa
didukung bukti-bukti yang ditemukan.
Kesalahan membaca “jejak’ mengakibatkan
apalagi membangun prasangka tanpa didukung bukti membuat kasus pembunuh
wartawan Bernas Yogyakarta Fuad Muhammad
Syafrudin (Udin) kemudian berhasil dibongkar di Pengadilan Negeri Bantul.
Udin yang membongkar kinerja
Pemda Bantul terutama dugaan
penyelewengan dana Inpres tertinggal kemudian dihabisi oleh seorang tamu yang
datang kerumahnya.
Tuduhan kepada Dwi Sumaji
(Iwik) sebagai pelaku dengan motif “asmara atau perselingkungan” kemudian tidak
terbukti.
Pengadilan
Negeri Bantul justru menemukan berbagai “scenario” yang melibatkan orang
penting di Pemerintahan Bantul. Iwik kemudian dibebaskan.
Berangkat
dari berbagai peristiwa yang telah disebutkan, maka telik sandi selain
mempunyai kemampuan dan tekun membaca jejak, menggunakan berbagai pendekatan
scientic didalam mengungkapkan kejahatan juga harus mengikuti jalur “jejak’
untuk menentukan pelaku.
Ketidaksabaran,
membangun asumsi tanpa didukung bukti selain akan menghilangkan profesionalisme
telik sandi juga akan menyebabkan pelaku kemudian dibebaskan dari persidangan.
Selain
itu juga, telik sandi harus mandiri dan otonom, tidak tunduk kepada perintah
atasan yang tidak berpatokan terhadap “jejak’.
Apalagi
cuma berkeinginan hanya mencari pelaku dan tunduk kepada laporan kepada public yang
tidak didukung oleh bukti-bukti.