Pagi
hari tadi, saya mendapatkan berita tentang meninggalnya George Aditjondro,(dengan dialek “Jos”) seorang sosiologi
politik yang terkenal menuliskan buku “gurita” kekayaan Presiden Indonesia.
Baik Soeharto yang kemudian dimuat Time dan Tempo juga “gurita Cikeas” yang
terkenal.
Secara
pribadi, saya melihat dia menjadi pembicara sebelum kejatuhan Soeharto
menjelang reformasi. Risetnya mendalam tentang kekayaan Soeharto kemudian
membuat tidak ada satupun percetakan yang mau menerbitkannya. Kamipun
mendapatkan “secara sembunyi-sembunyi”
stensilan yang dicetak sederhana.
Setelah
kejatuhan Soeharto, Jospun paling gigih menceritakan “kekayaan Soeharto’. Risetnya tentang jaringan bisnis yang kemudian
dimuat “Time” membuat Time harus berhadapan di Pengadilan.
Tidak
banyak upaya dari Negara untuk membongkar bisnis kekayaan Soeharto
Memasuki
periode kedua SBY, Jos kemudian kembali melakukan riset tentang “Gurita Cikeas” yang fenomental. Berbeda
pada zaman Soeharto yang mendapatkan secara sembunyi-sembunyi dan berupa
stensilan, risetnya kemudian dijadikan buku dan menarik berbagai kalangan.
Jospun kemudian keliling berbagai pertemuan untuk membongkar hasil riset.
Sebagian
meragukan sumber data-data yang
dipaparkan Jos. Tuduhan seperti data-data yang bersumber dari tangan kedua,
kliping Koran hingga sumber yang tidak dapat diverikasi merupakan salah satu
bentuk “menghancurkan” kredibilitas Jos.
Dengan
pendekatan dengan optic yang jernih, Jos mampu meyakini sebagian kalangan
terhadap hasil risetnya melihat jaringan kekayaan dan jaringan bisnis Cikeas.
Namun
ditengah saat suasana melihat “Gurita Cikeas”. Jos kemudian sakit yang cukup
panjang. Saya bersama-sama dengan teman-teman Eknas Walhi kemudian bezuk ke PGI
untuk melihat kondisinya.
Dalam
pertemuan itu, barulah saya berkesempatan mendengarkan cerita langsung baik
cerita tentang awal-awal pendirian Walhi, risetnya tentang buku Gurita Cikeas
hingga berbagai suasana tahun 1980-an.
Ada
pengalaman menarik dengan cerita dari Bang Jos. Dengan santai bang Jos cerita
mengenai Walhi. Menyebutkan Walhi daerah kalimat “ekda” menarik perhatian kita
semua. Istilah “Ekda” adalah istilah lama yang sudah lama tidak terdengar kata
kami yang hadir pada saat itu. Walhi daerah biasa disebut dengan ED.
Sebagai
orang daerah, berkesempatan bertemu dengan Jos merupakan kesempatan saya untuk
melihat ilmu sosiologi menarik perhatian dalam riset Jos.
Di
tangan Jos, ilmu sosiologi kemudian ditangan Jos menjadi sosiologi politik
menempatkan korupsi sebagai perilaku Negara didalam menumpuk kekayaan.
Di
tangan Jos, ilmu sosiologi tidak hanya melihat gejala-gejala social semata.
Ilmu sosiologi tidak hanya memotret ilmu perilaku manusia.
Tapi
dengan pisau analisis yang tajam, ilmu sosiologi memotret tingkah laku Negara,
memotret perilaku penguasa didalam mengurusi Negara.
Ilmu
sosiologi kemudian berpadu dengan ilmu hukum terutama korupsi untuk melihat
bagaimana Soeharto dan Gurita Cikeas menumpuk jaringan untuk kepentingan kroni.
Di
tangan Jos, ilmu sosiologi mengalami kemajuan dan tidak tersita dengan
persoalan perilaku klasik di tengah masyarakat. Di tangan Jos, ilmu sosiologi
kemudian menarik generasi muda.
Jos
kemudian berhasil membuat pandangan kaku ilmu sosiologi menjadi pengetahuan
yang trendy. Kalau istilahnya “Gaul
banget”.
Sumbangsih
Jos inilah kemudian menempatkan Jos sebagai tokoh yang sepatutnya kita sedih melihat
kepergiannya.
Selamat
Jalan, Bang Jos. Senior kami di Walhi sekaligus pembaharu sosiologi di
Indonesia.