Tiba-tiba
“Keislaman”ku dipertanyakan, digugat, dipersoalkan. Tiba-tiba keislamanku
disalahkan. Tiba-tiba kemudian aku ngeri mendengkar kata”kafir” terhadap mereka
yang berbeda paham
Karena
memang ilmu agamaku dangkal. Atau memang aku yang bodoh kemudian “wiridan”,
qunud, jilbab, atau kata “insya allah” kemudian kehilangan makna.
Namun
jangan pula kemudian aku dikatakan “sesat” apabila aku kemudian melakukan
wiridan, qunud ataupun nyekar di makam para Kiyai. Ataupun aku memilih
mengadakan yasinan 3 hari, 7 hari ataupun 40 hari. Walaupun aku bukan juga
nahdiyin. Walaupun aku lebih suka mengikuti awal Ramadhan dan awal Syawal
dengan penghitungan waktu (hisab). Biarlah itu menjadi amalan yang Tuhan pasti
tahu yang sebenarnya.
Dari
siang tadi, kegelisahanku menemukan puncaknya malam ini. Dalam diskusi di group
alumni sekolah, aku sudah sampaikan. Agar di group Wattapp tidak perlu diskusi
agama. Terlepas diskusi agama Islam, agama yang kuanut, namun di group
sebaiknya cerita-cerita ringan sesame atau suasana waktu sekolah. Aku butuh
suasana kebersamaan waktu sekolah. Tidak mau diskusi berat-berat. Ataupun aku
coba tawarkan silahkan buat diskusi group WA. Tanpa mengundangku.
Tidak
perlu persoalkan agamaku. Ajaran islam yang diwariskan oleh nenekku, diwajibkan
oleh orang tua. Tidak perlu itu.
Sampai
sekarang aku masih memilih dan menetapkan itu ajaran dan pilihanku sendiri.
Menganut agama Islam.
Tidak
perlu “direcoki” dengan persoalan bid’ah. Persoalan sesat ataupun pernyataan
kafir. Biarlah aku belajar dan menemukan sumber yang kupercaya.
Tidak
perlu juga bilang sesat dan masuk neraka. Karena aku juga tahu “siapa yang
masuk neraka. Dan siapa yang masuk surge.
Dan
tidak perlu juga persoalkan keyakinanku. Biarlah keyakinanku mampu memberikan
kenyamanan dan ketentraman kepada teman-temanku. Walaupun berbeda keyakinan.
Di
Sekolah dulu, kita tidak pernah berdebat tentang agama. Biarlah suasana itu
ingin kurasakan..
Maaf.
Teman. Aku memilih mundur dari group ini.
Karena
aku percaya. Persahabatan tanpa sekat adalah persahabatan sejati.
Dan
aku percaya, masih banyak teman-teman yang rela bersahabat denganku tanpa harus
mempersoalkan ataupun mendiskusikan agama. Kami bertemu dengan ikrar waktu
sekolah dulu. Ikrar yang tidak mudah lapuk oleh pergantian waktu.