23 Desember 2016

opini musri nauli : GENERASI MILLENIUM



#OM. TELOLET.OM” tiba-tiba menjadi viral dan “menghentikan” sementara hiruk pikuk dunia sosmed. Tagar itu menjangkiti dan menyebar melebihi kecepatan pesawat supersonic sekalipun. DJ-DJ bahkan pemain sepakbola dunia menjadikan tagar didalam twitter-nya. Baik resmi di blog klub sepakbola maupun twitter.

Berbagai viral kemudian “menghela” nafas sejenak setelah hiruk pikuk suasana politik di Indonesia. Menenggelamkan issu “equil”, “sari roti”, “penghinaan Pahlawan” bahkan semua orang kemudian berebut mencari informasi tentang suara knalpon “bernada” dari bis-bis malam antar kota.
Istilah “om telolet. om” ada tagar yang diambil dari peristiwa anak-anak yang bergembira di pinggir jalan menunggu nada klakson mobil. Dengan bergembira anak-anak menunggu setiap klakson bernada dari bis-bis malam. Mereka bergembira mendengarkan nada-nada klakson sembari menunggu dan melewati musim liburan.

Tagar ini kemudian menghentakkan dunia “sosmed”. Menghipnotis hingga ke berbagai penjuru dunia. Dunia kemudian bergembira menyaksikan “hiburan” ala rakyat di tengah “kemuakkan” issu Suriah ataupun berita simpang siur tentang Rohingya. Tagar ini kemudian membuat Presiden Barack Obama kemudian harus “berkicau” sehingga menarik perhatian dunia.

Saya tidak akan menganalisis istilah “om” ataupun istilah “telolet” dari pendekatan simantik. Biarlah itu menjadi urusan diluar dari “kegembiraan” saya. Biarlah itu menjadi diskusi serius di kalangna terbatas. Biarlah saya ingin merasakan kegembiraan anak-anak.

Saya merasakan “kegembiraan” dari anak-anak yang menyaksikan nada-nada klakson. Anaka-anak yang rela “bermain” dengan teman-teman sebaya tanpa harus ikut hiruk pikuk “perdebatan” di sosmed.

Kegembiraan anak-anak seusianya di tengah bermain sepakbola, di tengah derasnya hujan, berlarian memukul bedug di masjid di saat berbuka puasa, berlarian mengejar layang-layang, memancing ikan di sungai ataupun kali kecil adalah dunia anak-anak yang menjadi “bekal” pengetahuan di masa datang.

Merekalah yang 10-20 tahun akan datang akan menertawakan generasi sebelumnya yang sibuk berdebat tapi bersumber dari situs abal-abal. Yang percaya jumlah tenaga kerja Tiongkok. Yang tidak tahu membedakan “equil” dengan miras. Yang tidak tahu tanda X dan tanda Y didalam bantuan kemanusiaan.

Merekalah yang kemudian heran. Seorang petinggi negeri kemudian harus sujud syukur percaya dengan tim quick count abal-abal. Seorang ternama yang percaya dengan 10 juta pekerja tiongkok. Seorang guru yang tidak mendidik “mengajak rush money”. Seorang pendidik yang sibuk mempersoalkan kepahlawanan didalam mata uang Indonesia.

Mereka mempunyai dunia sendiri. Mereka belajar dan mencari informasi di youtube dan berkeinginan menjadi youtuber. Bercerita di youtebe seperti “dunia mereka sendiri”.

Mereka bisa tertawa “bagaimana generasi” sebelumnya begitu percaya dengan berita hoax sambil bertanya ? Emangnya di sekolahan kemarin ngapain ?

Mereka sekarang menjadi viral. Mereka “menguasai” dunianya sendiri. Selamat datang dunia Millenium.

“Om Telolet Om”.