09 Desember 2016

opini musri nauli : Perempuan Memimpin Indonesia



Menjelang akhir tahun, Epistema Institute kemudian menetapkan Luluk Uliyah (Luluk) sebagai Direktur Epistema Institute. Mengikuti jejak Nur Hidayati (Yaya - Walhi), Rahmawati Retno Winarni (Wiwin - Tuk Indonesia), Dewi Kartika (Dewi – KPA), Inda Pattinaware (Inda – Sawit Watch), Asfin (YLBHI), Dahniar (Huma). Luluk juga mengikuti jejak Myrna Safitri memimpin Epistema Institut. Myrna Safitri kemudian menjadi Deputi di Badan Restorasi Gambut (BRG).
Terpilihnya perempuan memimpin LSM nasional dalam periode tahun 2016 menarik untuk diikuti. Suasana dipimpin perempuan Indonesia tentu saja ditunggu berbagai pihak untuk agenda-agenda advokasi.

Melihat jejak, sepak terjang para pemimpin perempuan membuktikan “kaderisasi” di kalangan LSM tidak pernah memandang kepada persoalan jenis kelamin, ras, agama atau issu sectarian. Dalam bahasa gaul anak muda di Indonesia. “Issu SARA tidak laku”.

Terpilihnya perempuan Indonesia bukanlah “sekedar penghormatan” ataupun bentuk solidaritas lainnya. Tapi terpilihnya selain memang dimatangkan didalam organisasi yang cukup lama, terlatih, terbukti hingga mampu dipercayakan memimpin LSM nasional juga membuktikan, tidak ada yang baru di dunia LSM.

Dukungan kepada terpilihnya perempuan semata-mata didasarkan pemilihan rasional, kemampuan berorganisasi juga kemampuan didalam membangun jaringan. Sama sekali didasarkan kepada pekerjaan, dedikasi yang panjang sehingga pilihan kemudian ditetapkan kepada perempuan Indonesia untuk memimpin LSM. Mengikuti jejaknya lihatlah bagaimana perjalanan panjang organisasi dipimpin oleh perempuan.

Di Walhi sendiri, dikenal Erna Witolar (Pendiri dan Direktur Walhi), Emmy Hafid dan sekarang Yaya.Yaya sebelumnya memimpin Green Peace.

Begitu juga Walhi daerah. Dalam 4 tahun terakhir, Walhi daerah pernah dipimpin perempuan seperti Uslaini (Walhi Sumbar), Ning Fitriyani (Walhi Jateng), Anggelin A. Palit (Walhi Sulut). Sebelumnya Cut Hindon  (Walhi Aceh), Sri Lestari (Walhi Sumsel)   dan Inda Pattinaware (Walhi Sulsel).

Sedangkan di Jatam dikenal Maimunah yang sekarang aktif menyebarkan gagasan dan aktif menulis di Kompas, Atau Zoemrotin (YLKI), Indriaswati Dyah Saptaningrum (Indri – Elsam).  Ataupun Arimbi yang memimpin Debt Watch yang produktif menuliskan buku. Tentu masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Melihat rentang panjang dari perempuan Indonesia memimpin, maka kepercayaan kepada perempuan untuk memimpin membuktikan selain kaderisasi yang terus menerus dilahirkan oleh organisasi masing-masing juga konsistensi, sikap kukuh dalam advokasi hingga kemampuan yang kemudian dukungna yang diberikan.

Pengalaman panjang dari interaksi dan berjaringan dengan perempuan Indonesia memimpin LSM tidaklah menjadi persoalan.

Namun yang menarik di tahun 2016, “kebetulan” – sekali lagi kebetulan, perempuan Indonesia kemudian bersamaan memimpin LSM Indonesia. Ini yang menarik perhatian.

Mari kita tunggu kiprah dan dedikasi untuk mengawal agenda-agenda advokasi berdasarkan mandate organisasi.