01 Agustus 2013

opini musri nauli : KETIKA VANNY MENAMPAR WAJAH KITA



Melihat tayangan sebuah dialog serius “Indonesia Lawyer Club” di TV One, kita kemudian disuguhi sebuah tontotan yang harus memutar kembali memori otak kita. Dengan peran yang dimainkan oleh Vanny Rossyane, gadis cantik muda belia yang belakangan hari ini menggegerkan dunia persilatan hukum di tanah air dengan pengakuan jujur telah berhubungan dengan bandar narkoba paling kakap, Freddy Budiman membongkar penyimpangan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang, Jakarta Timur.
Dengan enteng dia menceritakan bagaimana proses “cara masuk”, cara keluar, cara pesta narkoba, cara berhubungan badan. Dengan kalimat yang mudah kita ingat. 'KITA TIDAK USAH MUNAFIK-LAH.

Dengan melihat tayangan berita, maka dengan tenang kita harus menghela nafas untuk menafsirkan pesan yang disampaikan. 

Pertama. Kita harus memastikan. Apakah sudah bergeser nilai-nilai di tengah masyarakat. Dengan entengnya dia menceritakan sering “berhubungan intim” di LP Narkotika Cipining, Jakarta Timur. Apakah tidak ada lagi nilai-nilai di tengah masyarakat ? Apakah hubungan intim “seperti suami istri” diumbar di tengah masyarakat. Apakah dia sendiri tidak malu mengakui perbuatannya. Sungguh-sungguh sudah jauh bergeser nilai-nilai di tengah masyarakat.

Kedua. Fasilitas khusus yang diterima para napi narkotika “sekedar” konfirmasi terhadap issu-issu yang sering dibincangkan di tengah masyarakat. Fasilitas khusus yang sering dibantah oleh petinggi negeri termasuk Wamenkumham sudah menjadi cemoohan masyarakat. Fasilitas khusus yang diterima Freddy Budiman sudah tidak perlu diperdebatkan.

Ketiga. Cara penyampaian Vanny Rossyane yang “seenak gue”, teriak-teriak sehingga sering dipotong oleh Karni Ilyas, mengindikasikan adanya perubahan budaya di tengah masyarakat. Forum diskusi yang berbobot yang membahas tema hukum dan diliput oleh media bergengsi nasional, seakan-akan menjadi diskusi warung kopi. Saling teriak-teriak, mengomel, menggunakan mikropon sesuka-suka menjadikan Vanny Rossyane tidak menghormati forum. Dan kita seakan-akan perlu belajar menghargai nilai-nilai kesopanan.

Keempat. Persoalan etika tidak menjadi persoalan penting. Harga diri dan tidak memandang dan meremehkan orang lain menjadikan Vanny “seakan-akan” mewakili tipikal generasi muda yang hidup hedonisme. Dengan enteng dia bercerita bagaimana “seenaknya” keluar masuk penjara. Dan dengan logika yang aneh dia menabrak seluruh peraturan ataupun SOP yang berkaitan jam besuk ataupun waktu berkunjung di LP.

Kelima. Cara-cara yang disampaikan oleh Vanny membuktikan, di tengah masyarakat memang sudah terjadi “disorientasi”. Tidak ada teladan dari generasi muda. Tanpa malu, Vanny menceritakan bagaimana hubungan “haram”, tidak merasa jengah. Seakan-akan dia hidup sendirian di dunia ini. Tidak ada teladan dari keluarga. Tidak memandang keluarganya. Tidak memandang orang tua ataupun keluarganya. Sungguh-sungguh memalukan.

Atau memang tidak ada keteladanan yang menjadi pegangan bagi Vanny. Tidak ada keteladanan dari pemimpin keluarga. Tidak ada keteladanan dari pemimpin agama. Atau memang tidak ada keteladanan dari pemimpin negeri. Atau memang tidak ada keteladanan lagi.

Cara Vanny mengungkapkannya memang tidak pantas. Memang salah. Tapi sudah seharusnya kita harus koreksi. Apakah memang tidak ada lagi keteladanan. Apakah memang tidak ada lagi yang bisa kita hormati didalam kehidupan berbangsa di Indonesia.

Atau memang kita memang menjadi hipokrit. Menjadi munafik. Berbeda yang dibicarakan dan berbeda dengan yang dilakukan. Dan Vanny semuanya tahu akan kemunafikan. Lihatlah kata-katanya. 'KITA TIDAK USAH MUNAFIK-LAH.

Setiap perkataan dan cara pengungkapan Vanny “Seakan-akan” menampar wajah kita. Seakan-akan mengingatkan kita kembali.

Dengan melihat berbagai pengamatan yang telah disampaikan, sudah saatnya kita kembali ke jati diri. Sebagai bangsa yang beradab. Sebagai bangsa yang berbudaya adiluhung. Sebagai bangsa yang menghormati keteladanan, bertutur kata yang menghargai orang lain.