Melanjutkan tema tentang mentaro apabila dilihat dari Analisis Komprehensif, "Seloko Mentaro" secara keseluruhan adalah contoh bagaimana masyarakat terdahulu memetik pelajaran hidup dari lingkungan sekitar mereka. Tumbuhan mentaro menjadi simbol untuk mengajarkan berbagai nilai, mulai dari pentingnya pengendalian diri dan lingkungan, menghargai setiap potensi yang ada, hingga pemahaman akan pentingnya penyesuaian diri dengan kondisi.
Seloko ini bukan hanya sekadar perumpamaan botani, melainkan cerminan dari filosofi hidup masyarakat yang menjunjung tinggi keseimbangan, kewaspadaan, dan penghargaan terhadap alam. Dalam budaya lisan, seloko seperti ini berfungsi sebagai panduan moral yang disampaikan secara turun-temurun, mengajarkan generasi muda tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bijaksana dan harmonis dengan alam serta sesama.
"Seloko Mentaro" mengingatkan kita bahwa kearifan seringkali tersembunyi dalam hal-hal sederhana di sekitar kita, menunggu untuk digali dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah warisan tak benda yang kaya akan makna, mengajak kita untuk terus belajar dari alam dan mengambil hikmah dari setiap aspek kehidupan.
Dengan demikian maka "Mentaro" merupakan elemen krusial dalam hukum adat Jambi, berfungsi sebagai penanda batas tanah yang efektif dan dihormati.
Melalui penanaman tanaman tertentu, "Mentaro" tidak hanya menyediakan demarkasi fisik, tetapi juga menegaskan kepemilikan dan hak penggunaan lahan, didukung oleh norma-norma adat seperti "Larangan Krenggo."
Sistem ini secara signifikan berkontribusi pada pencegahan sengketa tanah dan pemeliharaan ketertiban sosial dalam masyarakat. Meskipun menghadapi tantangan di era modern, seperti konversi lahan, prinsip-prinsip "Mentaro" terus mencerminkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan menjaga keharmonisan komunitas.