01 Agustus 2013

opini musri nauli : Jambi Pusat Sriwijaya



Jambi disebut Pusat Sriwijaya. Demikian berita heboh yang dirilis oleh media massa pertengahan Juli. Asumsi Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia, Prof Agus Aris Munandar yang menduga Kerajaan Sriwijaya berada di kawasan Muaro Jambi, bukan di Palembang.

Dengan jeli asumsi Prof. Agus tersebut didasarkan atas penemuan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Sriwijaya serta petirtaan berupa sumur di Situs Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi, oleh 43 mahasiswa dan 5 dosen pembimbing yang tergabung dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Arkeologi Universitas Indonesia (UI) pada 16 - 28 Juni 2013.
Kegiatan utama KKL Arkeolog UI pekan lalu tersebut adalah eskavasi sebuah metode arkeologi yang bertujuan menemukan kembali sisa-sisa kegiatan manusia masa lalu dengan cara melakukan penggalian. Proses ekskavasi dilakukan di 14 kotak gali di Situs Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Muara Jambi.


Perdebatan letak pusat Sriwijaya menjadi polemik. Pedagang Cina, I-tsing dengan jelas menerangkan betapa besarnya Candi Muara Jambi dan pusat pendidikan Budha. Sebagai pusat pendidikan Budha, Kawasan Candi Muara Jambi terdiri dari lebih kurang 82 candi, 6 kanal kuno, kolam-kolam kuno, sisa pemukiman kuno, dan tinggalan arkeologis lainnya/artefak, feature, ekofak.
Dengan luas 2062,5 Hektar

Di Jambi sendiri pernah dilaksanakan kegiatan “Seminar Sejarah Melayu Kuno tanggal 7 – 8 Desember 1992. Seminar bertujuan untuk memperoleh kejelasan tentang peran dan kedudukan Melayu Kuno dalam sejarah nasional sebagai mata rantai dalam perwujudan sejarah nusantara.

Dalam pembahasan di Seminar, menurut Dr. EE Mc KINNON dan DR. AB Lapian, Muara Jambi sebagai pusat agama dan pusat pemerintahan. Begitu juga disampaikan oleh Drs. Bambang B Utomo, Fachruddin Saudagar dan Prof. Dr. Jacob, Pusat Kerajaan Melayu diperkirakan berasal dari Jambi. Ini didukung oleh Prof. Dr. Nik Hassan Suhaimi dan Drs. MM. Soekarto K. Atmodjo yang berpendapat, Jambi adalah tapak Kerajaan Melayu yang diperkirakan keberadaannya sampai abad VII M.

Dari perdebatan mengenai kejelasan dan peran sentral kedudukan Melayu Kuno, maka S. Sartono kemudian mengemukakan pertanyaan menggugat. Pada abad VII di Sumatera Timur ada 2 Kerajaan kuno yaitu Moloyu (Malayu, Jambi) dan Sriwijaya (Palembang). Apakah memang ada hubungan antara dua kerajaan itu. Bagaimana menghubungkannya ?

Hipotesis yang disampaikan oleh Sartono kemudian menjelaskan, semula Kerajaan Malayu Kuno berpusat di Muara Takus. Tempat kedudukan dipilih setelah Malayu (Jambi) dikuasai oleh Sriwijaya (Palembang). Dengan kata lain, Kerajaan Malayu Kuno seolah-olah didesak oleh Sriwijaya dari arah Jambi ke Barat sampai di Muara Takus. Dengan penjelasan ini, maka S. Sartono berpendapat, adanya dua kerajaan yakni Moloyu (Malayu) di Jambi dan Sriwijaya di Palembang.

Pernyataan dari Sutikno dkk, justru memaksakan kita harus berdebat hebat. Situs-situs di Muara Jambi membuktikan adanya keberadaan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu kuno.

Bandingkan dengan A. B. Lapian yang menjelaskan, hipotesis pertama, Jambi merupakan Kerajaan Malayu Kuno namun masuk kedalam Sriwijaya (hipotesis ini didukung oleh Bambang Budi Utomo). Hipotesis kedua, Pusat kerajaan Sriwijaya dapat berpindah-pindah sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat tertentu.

Sementara Bambang Budi Utomo menjelaskan Pusat Kerajaan Malayu pada mulanya berlokasi di sekitar di jambi di daerah hilir Batanghari. Kemudian pada sekitar abad ke -13 di sekitar Rambahan (Sumatera Barat). Kerajaan Malayu Jambi merupakan sebuah kerajaan yang cukup berperan dalam percaturan sejarah asia.

Fachruddin Saudagar memaparkan, Kerajaan Malayu yang berpusat di Muara Jambi merupakan inner core (wilayah inti) Kerajaan Sriwijaya. Dimana situs Muara Jambi merupakan fakta keberadaan Kerajaan Malayu Kuno di Jambi.

Dengan memperhatikan berbagai pendapat para ahli didalam merumuskan sejarah Malayu Jambi dan berbagai perdebatan tentang Sriwijaya dan Malayu Jambi maka yang pasti Candi Muara Jambi merupakan kerajaan besar. Ornamen-ornamen inilah yang tidak ditemukan di daerah lain seperti di Palembang.

Asumsi Prof. Agus memang memerlukan waktu panjang untuk merubah pandangan yang selama ini menganggap pusat kerajaan di Palembang. 


Namun hentikan perdebatan tentang letak pusat Sriwijaya. Kawasan Candi Muara Jambi seluas 2062,5 Hektar telah menjadi stock file batubara (penampungan sementara). Letak Kawasan Candi Muara Jambi bersinggungan dengan pelabuhan Talang Duku menyebabkan, ancaman kawasan Candi Muara Jambi semakin massif. Kawasan Candi Muara Jambi semakin terkikis dan mulai hilang areal yang bisa membantu membaca kebesaran candi.

Namun yang menjadi prioritas bukan memperdebatkan letak Sriwijaya. Namun melindungi kawasan Candi Muara Jambi dari stock file batubara. Kita berkejaran waktu. Selain putaran ekonomi yang memaksa kawasan Candi Muara Jambi semakin terancam, jejak membaca sejarah Candi Muara Jambi akan hilang. Dan Jambi akan kehilangan arah sejarah dengan masa lalu

Direktur Walhi Jambi