26 Oktober 2017

opini musri nauli : Buku Putih Orang Rimba Bukit 12


Akhir-akhir ini pembicaraan mengenai Orang Rimba Bukit 12 menarik perhatian publik. Kedatangan Jokowi menemui SAD dari kelompok Ninjo dan kelompok Tumenggung Grip termasuk dengan Tumenggung Tarib akhir tahun 2015 membuat berita tentang Orang Rimba menjadi pembicaraan nasional. (Detik, 2 November 2015).

Kisah Orang Rimba tidak dapat dilepaskan dari ingatan publik tentang Film “Sokola”. Istilah “Sokola” adalah istilah yang diberikan orang rimba terhadap proses belajar membaca, menulis dan berhitung. Istilah “Sokola” kemudian dibukukan oleh Butet Manurung (butet), pendamping orang Rimba yang semula bekerja di lembaga konservasi KKI-Warsi. Kisah inspirasi Butet kemudian menjadi iklan kompas dan kemudian kisahnya diangkat ke layar lebar. Film yang dibintangi Prisia Nasution dan kemudian dianugerahi penghargaan Film Terbaik Piala Maya 2013. Sokola kemudian menjadi lembaga yang mendampingi orang rimba.

Interaksi Orang Rimba dengan Walhi Jambi dimulai ketika proses pengajuan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Dua Belas (Perluasan zonasi Taman Nasional Bukit 12).

Waktu itu Direktur Walhi Jambi, Feri Irawan bersama-sama dengan Sokola dan PBHI Sumbar  dan PPJ membangun koalisi yang diberi nama Koper HAM. Koalisi Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia disingkat Koper HAM.

Koper HAM kemudian bersama-sama dengan Kelompok Makekal Bersatu (KMB) menyusun buku “Jejak Langkah Orang Rimba - Kisah Perjuangan Orang Rimba Dalam mempertahankan Hak atas Sumber daya Hutan di Bukit 12 Jambi’. Buku ini sering disebut sebagai “Buku Putih Orang Rimba Bukit 12”.

Buku terdiri dari 5 BAB yang terdiri dari Bab Pendahuluan, Bab II - Orang Rimba dan Ruang Hidupnya, Bab III - Orang Rimba dan Taman Nasional Bukit 12, Bab IV, Bab V Penutup.

Sebagai buku putih maka berbagai agenda advokasi kemudian disuarakan. Tanggal 20 Desember 2005 kemudian membahas RPTNBD. Tanggal 27 Desember 2005 kemudian menyurati BKSDA agar segera merevisi. Tanggal 16 Mei 2006 kemudian bertemu dengan M. S Kaban (Menteri Kehutanan. 30 Mei 2006 kemudian bertemu BKSDA. BKSDA berjanji untuk merevisi RPTNBD.

Tanggal 25 September 2006 ke Komnas HAM dan dilanjutkan ke DPR-RI tanggal 27 September 2006.

Sebagai buku putih yang disusun oleh Koper HAM dan KMB maka menjadi pegangan didalam memotret “Orang Rimba Bukit 12”.

Orang Rimba Bukit 12 adalah komunitas/masyarakat hukum adat yang tinggal secara semi nomaden di kawasan hutan Bukit 12 Propinsi Jambi.Orang Rimba disebut komunitas semi nomaden karena kebiasaannya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Perpindahan Orang Rimba dari satu tempat ke tempat lainnya disebabkan oleh beberapa hal seperti: 1.melangun, 2. menghindari musuh, dan 3. membuka ladang baru. Orang Rimba tinggal di pondok-pondok yang mereka sebut sesudungon yaitu bangunan sederhana yang terbuat dari kayu hutan, berdinding kulit kayu, dan beratap daun serdang benal.

Persekutuan hidup Orang Rimba  disebut Rombong. Satu rombong  terdiri beberapa kerabat perempuan beserta suami dan anak-anaknya. Sama seperti di Minangkabau, system kekerabatan Orang Rimba adalah Matrilineal. Meskipun system kekerabatannya matrilineal, pemimpin setiap rombong tetaplah seorang laki-laki. Setiap rombong mempunyai wilayah kelola sendiri yang terpisah dengan wilayah kelola rombong lain.

Seorang pemimpin Rombong  dipanggil dengan sebutan Tumenggung. Tugas utama  seorang Tumenggung adalah memastikan dipatuhinya hukum adat oleh anggota-anggota rombongannnya. Di dalam melaksanakan tugas-tugasnya seorang Tumenggung dibantu oleh Wakil Tumenggung, Depati, Mangku, Debalang batin,dan Menti. Wakil Tumenggung  bertugas mewakili Tumenggung apabila seorang Tumenggung berhalangan hadir untuk melaksanakan tugasnya.

Seorang Depati bertugas menangani kasus kasus yang berkaitan dengan hukum. Pembantu lainnya adalah Mangku. Tugas Mangku hampir sama dengan Depati yaitu mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum. Bedanya kasus kasus hukum yang ditangani oleh Mangku biasanya lebih kecil bobotnya apabila dibandingkan dengan kasus-kasus hukum yang ditangani oleh seorang depati.

Debalang Batin bertugas menjaga dan menegakan keamanan apabila terjadi situasi tak menentu, konflik dengan orang desa misalnya. Menti adalah orang yang bertugas memanggil seorang warga apabila diperlukan oleh Tumenggung atau oleh tokoh Orang Rimba lainnya. Dalam bertugas seorang menti bisa meminta bantuan kepada anak dalam.

Jabatan lain yang juga cukup penting adalah dukun, tengganai dan penghulu. Dukun dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan berhubungan dengan makhluk halus. Petunjuk seorang dukun, juga diperlukan oleh warga yang akan membuka ladang. Tengganai bertugas sebagai penasehat warga dalam urusan rumah tangga dan masalah hubungan antar anggota kelompok rombong. Seorang tengganai pada saat saat tertentu bisa memberi nasehat atau masukan pada Tumenggung disaat Tumenggung harus menghadapi tugas yang sangat berat. Penghulu bertugas memimpin upacara upacara keagamaan seperti upacara perkawinan, kematian, kelahiran bayi dan lain sebagainya.

Di luar semua itu adalah keluarga keluarga inti yang merupakan unit social terkecil dalam masyarakat Orang Rimba. Tidak ada tugas khusus bagi keluarga-keluarga inti ini, mereka hanya harus menjadi warga yang baik dengan mematuhi hukum adat yang berlaku.

Struktur sosial di Orang Rimba Bukit 12 Depati, Mangku dan Menti dikenal didalam berbagai struktur sosial Marga/batin di Jambi. Hanya Tumenggung yang tidak terdapat didalam struktur Marga/batin di Jambi.

Walaupun kelihatannya sangat sederhana, organisasi  sosial yang dibangun oleh Orang Rimba ini terbukti mampu bertahan sampai hari ini.

Sebagai masyarakat yang tidak terpisahkan dari hutan maka Orang Rimba Bukit 12 mengenal tempat-tempat yang dihormati. Dikenal sebagai tempat keramat. Tempat keramat yaitu Tano Peranakon (Tempat orang rimba melahirkan putra-putrinya), Tano Pasoron (Tempat orang rimba menyimpan jenazah anggota keluarga), Tano Terban (Tanah yang terdapat disisi-sisi jurang. Dengan sendirinya tanah ini  mudah sekali mengalami longsor), Sentubung Budak (Tempat orang rimba .menanam bali (plasenta), Balo Balai (Tempat orang rimba melangsungkan pernikahan), Balo Gajah (Tempat  yang dipercaya oleh Orang Rimba didiami oleh dewo penguasa hutan (gajah),  Inum-inuman (Mata air yang terdapat dalam hutan), Tempelanai (Tanah yang berbentuk seperti tonjolan-tonjolan. Dipercaya oleh Orang Rimba sebagai kuburan penguasa hutan), Tempat Tumbuh Sialang (Kawasan tempat tumbuhnya jenis-jenis pohon yang dijadikan sarang oleh lebah madu), Tempat Tumbuh Jernang (Kawasan tempat tumbuhnya sejenis rotan yang sangat berharga bagi orang rimba, diambil buahnya bukan batangnya), Tempat Tumbuh Buah-buahan (Kawasan tempat tumbuhnya pohon buah-buahan yang bernilai ekonomi tinggi, Tempat Tumbuh Tenggiris (Kawasan tempat tumbuhnya sejenis pohon yang berkasiat sebagai obat-obatan tradisional. Contohnya untuk mengeraskan ubun-ubun bayi), Jemban Budak (Tempat untuk pertama kalinya bayi dimandikan), Bendungan atau Tebat (Tempat  yang dipercaya oleh Orang Rimba sering didatangi dewa-dewa untuk mandi), Tanah Bersejarah (Kawasan yang dipercaya oleh Orang Rimba memiliki kaitan sejarah dengan kehidupan leluhur mereka), Payo lebor (Tanah basah yang banyak ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan air. Bisa juga disebut rawa hutan).

Tempat-tempat keramat yang dihormati masih utuh. Tidak ada orang Rimba yang melanggarnya.

Diluar dari tempat-tempat keramat maka dibuka untuk berladang dan berkebun. Selain juga dikenal berburu dan Mengumpulkan bahan makanan, memanfaatkan sungai.

Langkah-langkah dalam sebuah pembukaan ladang adalah:1. Memilih lokasi, 2. Meminta pendapat dari dukun,    3. Penebasan, 4. Pembakaran, 5 .Pembersihan, 6 .Penugalan, 7 Penanaman, .8 Pemeliharaan, dan 9. Pemanenan.

Setelah lokasi ditetapkan, adalah wajib hukumnya untuk bertanya kepada dukun. Sang dukun akan memberi restu apabila menurut pandangan batinnya, lokasi tersebut cocok untuk dijadikan ladang. Tapi sebaliknya Sang dukun akan melarang Orang Rimba untuk membuka ladang apabila menurut pandangan batinnya lokasi tersebut tidak cocok untuk dijadikan ladang. Apabila Sang dukun memberi restu untuk membuka ladang baru, Orang Rimba akan segera melakukan penebasan atau dalam bahasa kami “mancah”.

Langkah berikutnya adalah “nobong” (penebangan). Setelah pohon-pohon besar ditebang, setelah batang-batang yang besar dibersihkan, Orang Rimba membiarkan lokasi tersebut terbakar sinar matahari selama satu bulan. Penjemuran ini dimaksudkan untuk mengeringkan batang-batang kayu yang masih basah supaya nanti dalam proses pembakaran, batang-batang tersebut mudah dilalap api. Proses pembakaran diawali dengan membuat parit-parit pembatas. Orang Rimba tidak ingin hutan disekitar mereka ikut terbakar. Selain sanksinya berat, kebakaran hutan juga akan sangat merugikan Orang Rimba karena sebagian besar kebutuhan hidup mereka dipenuhi oleh hutan.

Pembakaran biasanya dilakukan pada saat letak matahari persis berada diatas kepala kami, sekitar jam satu siang. Untuk menghindari kebakaran hutan, harus diperhatikan juga arah mata angin dan kecepatan angin yang berhembus pada saat itu. Apabila anginnya terlalu besar dan mengarah pada hutan, kami harus menunda dulu pembakaran sampai anginnya tenang. Pembakarannya sendiri tidak berlangsung lama, paling lama hanya sekitar dua jam.

Kini proses membuka ladang memasuki tahap akhir. Setelah ladang bersih dari batang-batang yang berserakan, kaum laki-laki Orang Rimba mulai membuat lubang-lubang untuk menanam biji biji padi ataupun biji-biji jagung. Untuk tugas menaburkan biji, baik padi atau pun jagung, kaum  perempuan lebih dipercaya. Mereka dianggap lebih sabar dan teliti dibanding kaum laki-laki. Biji-biji ditaburkan kemudian ditutup dengan tanah.

Orang Rimba tidak punya tradisi untuk memelihara ternak seperti Orang Desa. Ada ungkapan yang terkenal di lingkungan Orang Rimba  “ Adat kami adalah rimba yaitu berkambing kijang, berkerbau ruso, berhayom kua, berhatop serdang, berdinding kulit. Dengan tidak diperbolehkannya memelihara ternak, Orang Rimba mendidik  dirinya sendiri untuk menjadi pemburu yang andal. Berburu merupakan ketrampilan yang diwajib dimiliki oleh setiap laki-laki dewasa Orang Rimba.

Ada dua teknik berburu yang dikembangkan oleh Orang Rimba, Pertama memasang jerat, Kedua menangkap langsung hewan buruan.    

Selain itu Kehidupan Orang Rimba tidak dapat dipisahkan dari sungai. Nama-nama    kelompok Orang Rimba semuanya diambil dari nama sungai. Rombong Makekal, rombong Terap, rombong Kejasung Besar, rombong Kejasung Kecik, semuanya diambil dari nama-nama sungai yang terdapat dikawasan Bukit 12. Begitu pula letak rombong-rombong Orang Rimba semuanya terletak di tepi sungai, baik sungai besar ataupun sungai kecil.

Sungai bukan hanya tempat untuk mengambil air, mandi, atau cuci saja. Sungai menyimpan banyak harta yang bisa kami manfaatkan. Berbagai jenis ikan, kura-kura, katak, biawak, siput, kepiting dan belut banyak terdapat di sungai-sungai kami.