Akhir-akhir ini, tema amnesti dan abolisi menarik perhatian publik. Istilah Amnesti dan Abolisi dikenal didalam konstitusi Indonesia.
Amnesti dan abolisi adalah dua dari empat hak prerogatif yang dimiliki Presiden Republik Indonesia, selain grasi dan rehabilitasi. Kewenangan ini memiliki dasar hukum yang kuat dalam konstitusi dan undang-undang, namun juga memiliki perbedaan mendasar dalam pengertian, tujuan, dan dampaknya.
Kewenangan Presiden dalam memberikan amnesti dan abolisi diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan "Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat."
Sebagai kewenangan Presiden maka dapat dikategorikan sebagai hak preograrif Presiden. Kekuasaan ini melekat pada jabatan Presiden dan tidak dapat diintervensi oleh lembaga lain kecuali dalam hal pertimbangan.
Makna memperhatikan Pertimbangan DPR. Meskipun merupakan hak prerogatif, Presiden tidak dapat memberikan amnesti dan abolisi secara mutlak. Presiden wajib "memperhatikan pertimbangan" Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Frasa "memperhatikan pertimbangan" ini menunjukkan bahwa DPR memiliki peran penting dalam proses ini, meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 71 huruf i Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 yang mengatur wewenang DPR, yaitu "Memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi."
Dasar Hukum adalah Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi menjadi landasan hukum bagi Presiden dalam memberikan amnesti dan abolisi. Dalam UU Darurat ini, disebutkan bahwa Presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang diminta terlebih dahulu oleh kementerian terkait (dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Namun, perlu dicatat bahwa UUD NRI 1945 yang telah diamandemen menggeser kewajiban pertimbangan dari Mahkamah Agung ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk amnesti dan abolisi.
Tujuan Pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden umumnya didasarkan pada kepentingan negara, keamanan negara, atau kemanusiaan. Kasus-kasus pemberian amnesti di masa lalu seringkali terkait dengan kasus politik atau makar.
Perbedaan Amnesti dan Abolisi
Amnesti (Pengampunan) adalah Pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Dengan demikian maka kemudian Menghapuskan seluruh akibat hukum pidana, termasuk status kesalahan terpidana. Artinya, orang yang diberi amnesti dianggap tidak pernah melakukan tindak pidana tersebut.
Umumnya diberikan untuk kepentingan politik yang lebih besar, seperti rekonsiliasi nasional atau penyelesaian konflik, dan seringkali diberikan kepada kelompok.
Sedangkan Abolisi (Peniadaan Proses Pidana) Penghapusan atau peniadaan proses pidana yang sedang berjalan atau baru akan berlangsung terhadap seseorang.
Dengan demikian maka kemudian menghentikan proses hukum yang sedang berjalan. Namun tidak menghapus status hukum dari perbuatan yang dilakukan. Artinya perbuatan tersebut tetap dianggap sebagai tindak pidana, tetapi proses hukumnya dihentikan.
Dan Bersifat individual dan bertujuan menghentikan proses hukum terhadap seseorang atas pertimbangan kepentingan nasional atau kemanusiaan.
Meskipun UUD NRI 1945 telah menetapkan kewajiban Presiden untuk memperhatikan pertimbangan DPR, detail prosedur pemberian amnesti dan abolisi secara spesifik tidak diatur secara rinci dalam undang-undang yang ada. Namun, dari praktik yang berjalan, prosedur umumnya melibatkan seperti Pengajuan/Usulan: Bisa berasal dari Presiden sendiri (melalui Menteri Hukum dan HAM) atau ada pihak-pihak yang mengajukan permohonan, Permohonan Pertimbangan kepada DPR: Presiden mengajukan permohonan pertimbangan kepada DPR terkait rencana pemberian amnesti atau abolisi, Pembahasan di DPR: DPR akan membahas permohonan tersebut dan memberikan pertimbangan. Pertimbangan DPR ini sangat penting dan menjadi salah satu syarat bagi Presiden untuk mengeluarkan keputusan.
Penerbitan Keputusan Presiden (Keppres): Setelah mendapatkan pertimbangan DPR, Presiden akan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberian amnesti atau abolisi.
Yang harus diperhatikan pemberian amnesti dan Abolisi merupakan kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara. Bukan Kepala Pemerintahan. Kewenangan yang melekat diri sebagai negarawan.
Advokat. Tinggal di Jambi