Mendengarkan tutur dari Tumenggung Batin Sembilan rombong kandang rebo - Bawah bedaro - Bakal petas bak mendengarkan kitab yang berjalan. Kaya dengan berbagai Sumber informasi, ilmu dan kisah hidupnya.
Kami memanggilnya “mang Rusman”. Sebagai panggilan akrab sehari-hari.
Teringat 3 tahun yang lalu, ketika melakukan berjumpa dengannya. Berbekal berbagai data-data awal baik laporan dari berbagai Organisasi maupun data-data tentang wilayah Batin Sembilan, saya membawa tanda tanya.
Pertanyaan yang mengganggu. Termasuk kedalam wilayah manakah batin sembilan ini ?
Padahal berbagai seloko Jambi selalu memastikan “Alam sekato Rajo. Negeri Sekato Batin” yang melambangkan berbagai wilayah di Jambi, pasti ada wilayah administrasi.
Berbagai peta Marga “The residentie Jambi” sama sekali tidak menerangkannya. Yang ada cuma Marga Batin IX Ulu. Dan Marga Batin IX Ilir. Marga Batin IX Ulu berpusat di Pulau Rengas.
Marga Batin IX Ulu berbatas dengan Batin IX Ilir, Marga Lubuk Gaung, Marga Tiang Pumpung, Marga Tiang Pumpung, Marga Senggrahan.
Marga IX Ulu terdiri dari Dusun Mudo, Dusun Bangko Tinggi, Dusun Bangko Rendah, Dusun Bangko, Dusun Kungkai, Dusun Pulau Rengas, Dusun Biuku Tanjung dan Dusun Bangko.
Namun ada juga yang menyebutkan Dusun-dusun didalam batin IX Ulu terdiri dari Dusun Mudo, Dusun Bangko Rendah, Dusun Bangko Tinggi, Dusun Bangko, Dusun Kungkai, Dusun Pulau Rengas, Dusun Biuku Tanjung, Dusun Merkeh dan Dusun Air Batu. Namun ada juga yang menyebutkan dusun-dusun yang terdapat didalam Batin IX Ulu adalah Dusun kungkai, Dusun Pulau Rengas, Dusun Biuku Tanjung, Dusun Air Batu, Dusun Tanjung Lamin, Dusun Mudo, Dusun Bangko Rendah dan Dusun Bangko Tinggi.
Sedangkan Menurut Lembaga Adat Merangin disebutkan Dusun-dusun Batin IX Ulu terdiri dari Pulau Rengas, Bedeng Bejo, Kungkai, Dusun Pasar Bangko, Dusun Bangko, Dusun Mudo, Dusun Langling dan Dusun Biuku Tanjung.
Sedangkan Marga Batin IX Ilir terletak di Pamenang. Daerah yang kemudian Sekarang dikenal daerah Transmigrasi.
Baik Marga Batin IX Ulu dan Batin IX Ilir Malah terletak di Merangin.
Jauh sekali dari Daerah wilayah Tumenggung Batin Sembilan rombong kandang rebo - Bawah bedaro - Bakal petas yang sekarang termasuk kedalam Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.
Dengan rasa penasaran itulah, Sudah lama sekali saya hendak kesana. Berbagai teman-teman Pendamping yang mempunyai basis Disana, sama sekali tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
Namun ketika Mang Rusman hanya berkata “Dulu Pesirah kami di Sungai Duren”, seketika saya tersentak.
Nah, terjawab Sudah pertanyaan saya selama ini. Mengapa berbagai hasil studi, assesment maupun hasil Kajian berbagai laporan sama sekali tidak merujuk Kesana.
Dengan hanya menyebutkan kalimat pendek “Dulu Pesirah kami di Sungai Duren”, berbagai pertanyaan yang selama ini mengganggu pikiran saya kemudian terjawab.
Ibarat puzzle, rangkaian misteri sudah tersambung.
Dengan menyebutkan “Pesirah di Sungai Duren”, maka Sungai Duren langsung menunjuk pusat Marga Mestong. Sehingga wilayah Mang Rusman termasuk kedalam Marga Mestong.
Namun menyebutkan kata mestong harap berhati-hati. Agar tidak salah memahami.
Sebagaimana sering saya sampaikan, memang wilayah Marga Mestong langsung berbatasan dengan batas wilayah Sumsel (Palembang). Yang sering dikenal sebagai “Sialang belantak besi”.
Dengan langsung berbatasan Sumsel maka wilayah Mang Rusman kemudian termasuk kedalam Mestong.
Namun apabila kita merujuk, justru Kecamatan Mestong malah didaerah yang langsung berbatasan dengan wilayah Sumsel.
Sedangkan Pusat Marga yang terletak di Sungai Duren malah menjadi nama kecamatan Jambi Luar Kota.
Kesesatan ini pernah saya alami. Berbekal dengan merujuk nama kecamatan Mestong, saya kemudian mencari sumber tentang marga Mestong. Dokumen yang jelas tertulis didalam peta Marga “De Residentie Djambi”.
Hampir 2 tahun saya berkeliling. Namun sama sekali tidak menemukan.
Secara tidak sengaja saya kemudian ada kegiatan di Simpang Sungai Duren. Nah ternyata misteri ini kemudian terjawab. Justru Sungai Duren malah pusat Marga Mestong.
Kembali ke cerita Mang Rusman, dengan hanya menyebutkan “Sungai Duren”, puzzle yang selama ini sempat belum terkumpul ternyata menjadi tersambung.
Dan kesemuanya ternyata luput dari laporan berbagai studi.
Sejak itu Saya mulai memahami. Bagaimana “rasa ingin tahu” harus berangkat dari cara pandang masyarakat itu sendiri. Bukan kemudian menggali data berdasarkan cara pandang sang Penelitu sendiri.
Sekali saja, cara Pandang itu salah ditempatkan, maka puzzle misteri masih Tetap tersimpan rapi.
Namun ditangan mang Rusman, justru puzzle itu dengan mudah dibuka.
Sembari menutup pembicaraan dengan dia mengatakan.
“Kadang orang tuh kepadean dewek”, katanya sembari menutup pembicaraan.
Tawa kamipun berderai.
Terima kasih, mang Rusman. Sang Intelektual organik.