17 Agustus 2022

opini musri nauli : Melayu Jambi (2)

 


Didataran tinggi Jambi dikenal daerah Kerinci, Sungai Tenang, Serampas sebagai pusat peradaban pada masa prasejarah. 


Teknologi batu yang biasa dikenal sebagai Megalitik pada masa neolitik dan memanfaatkan benda-benda yang terdapat di lingkungan sekitarnya (Sejarah Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). 


Bukti ini sekaligus konfirmasi tentang adanya mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan konsepsi-konsepsi bercorak megalitik yang bercocok tanam (Sutaba, Masyarakat megalitik di Indonesia) 


Di Ulu Tiangko, Merangin ditemukan fosil sisa rangka manusia yang memiliki ciri-ciri Australomelanesid di Ulu Tiangko, Propinsi Jambi yang berusia 6000-9000 tahun yang lalu (Izzudin Arafah, Karakteristik Epigenetika pada Upper Viscerocranium dan Bagian Dahi Tengkorak Jawa dan Papua Berdasarkan Perbedaan jenis Kelamin, Departemen Antropogi, FISIP, Unair, 2017)


Pada tahun 1913, A. Tobler,  seorang arkeolog bangsa Swiss, melakukan penggalian di gua Vlu Chanko, Provinsi Jambi, tidak jauh dari Sungai Maringin dan Batang Tabir. la menemukan sebuah industri obsidian yang terdiri atas serpih-serpih yang diretus dan beberapa lancipan panah. 


Menurut catatan berbagai arkeolog, Di Kerinci ditemukan peninggalan Megalitik berbentuk silinder atau kerucut dan Kubur tempayan di Desa Muak, Kerinci, Bukit Batu larung dan Renah kemumu. (Lihat Tri Marhaeni S. Budisantoso, Pola Pemukiman Komunitas Budaya Megalitik Di Desa Muak, Dataran Tinggi Jambi)


Sedangkan motif relief lingkaran konsentris bidang di ujung tenggara juga ditemukan di Talang Alo, Dusun Tuo dan Gedang. Megalitik berfungsi sebagai lambang ritual serta lambang status orang kelompok yang berkuasa. Arahnya menghadap Gunung Kerinci adalah symbol dan ritual. Berbagai situs yang mengelilingi megalit merupakan pusat dari pemukiman kuno di Desa Muak. 


Juga ditemukan Batu Gong nenek Betung Situs Kumun Mudik,  Batu Sorban di Desa Sumur Gedang, Sungai Liuk, Kota Sungai Penuh, Batu Meriam Situs Lempur Mudik, Batu Kursi, Gunung Raya, Kerinci, Batu Panjang Situs Lolo Kecil, Batu Gong Situs Pondik, Batu Silindrik Situs Lolo Gedang, Batu Talang Pulai Situs Jujun, Batu Meriam Situs Pulau Sangkar, Batu Silindrik Situs Tanjung Batu, Batu Meriam Situs Talang Kemuning, Dolmen Batu Rajo PUlau Tengah, Batu Lumpang Sungai Penuh, Batu Lumpang Muak, Menhir Dusun Kecik Melako Tinggai Desa Bernik, Komplek Menhir Pendung Mudik, Makam Nenek Siak Lengih, Makam Nenek Pemangku Rajo, Tanah Sabingkeh, Tanah Mendapo. (Yoni Elviandri, Studi Potensi Lanskap Sejarah Suku Kerinci di Provinsi Jambi


Pada penelitian selanjutnya, kubur tempayan ditemukan di situs Lubuk Mentilin, Lolo Gedang, Dusun Baru Muak, Ulu Muak, Talang Semerah dan Siulak Tenang (Tri Marhaeni S. Budisantosa, Kubur Tempayan di Siulak Tenang, Dataran Tinggi Jambi Dalam Perspektif Ekonomi, Sosial dan Kepercayaan)


Menurut mitologi Dataran Tinggi Jambi, penguasa gunung-gunung itu disebut dengan nenek yang mempunyai kesaktian, atau mambang, ialah makhluk halus yang pertama kali menghuni. Di Marga Batin Pengambang dikenal Seloko “Teluk Sakti Rantau Betuah Gunung Bedewo” sebagai penamaan tempat yang dihormati. Hingga sekarang tradisi mengantarkan makanan ataupun sesajen masih dilakukan. 


Untuk menjaga hubungan dengan mambang dan arwah nenek moyang, dalam kenduri seko dilaksanakan tari-tarian dengan memanggil nama nenek moyang hingga tidak sadarkan diri. Kata-kata yang keluar dari mulut penari yang tidak sadar diri dipercayai merupakan pesan dari nenek moyang serta sebagai tanda telah terajalinnya kembali kedekatan hubungan antara nenek moyang dan keturunannya. Karena arwah nenek moyang berubah menjadi harimau, maka penari yang dipercaya telah dikuasai atau dimasuki oleh arwah nenek moyang kadang-kadang mengaum seperti harimau. Pada malam hari dilakukan tari-tarian serta dipersembahkan daging dan darah (kerbau) yang diletakkan di pinggir desa untuk para arwah nenek moyang. 


Peninggalan zaman prasejarah kemudian menghasilkan cerita ditengah masyarakat. Pada masa sekitar abad ke-9 hingga ke-13, masyarakat Kerinci dipimpin oleh persatuan Sugindo. Sugindo bukan seorang raja melainkan kepala suku atau kepala kaum yang mengatur kehidupan masyarakatnya. Sugindo-sugindo ini memimpin masyarakat dari berbagai dusun yang ada di Kerinci. Persatuan para Sugindo ini sangat kuat dan bersedia saling membantu satu sama lain. Setiap tahun mereka sering mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan ataupun kehidupan masyarakatnya. Forum pertemuan ini dikenal dengan sebutan Sakti Alam Kerinci (Indra Idris, Menguak tabir Prasejarah Di alam Kerinci, Sungai Penuh)


Advokat. Tinggal di Jambi