Dalam debat Capres 2014
memasuki putaran ketiga, saya tidak perlu menjelaskan pandangan umum
terhadap materi dan gaya berdebat. Termasuk kostum dan tuduhan
“kepe'an”. Semuanya sudah basi dan kayak kaset yang diputar
berulang-ulang. Biarlah siapa yang mau membahasnya. Silahkan.
Namun kalimat “Kita
bikin rame” menarik perhatian dan menjadi renungan panjang untuk
menjawab pertanyaan.
Dari sudut semantik,
penggunaan kata “kita bikin rame” memberikan pesan (sign). Jokowi
menjawab tegas pernyataan “sikap” yang hendak diambil Jokowi
apabila adanya negara-negara yang “iseng-iseng” menguji Jokowi.
Jokowi menjawab tegas terhadap kedaulatan negara terhadap negara yang
hendak mencaplok Indonesia.
Sign ini sekaligus
“mematahkan” pandangan yang sengaja dihembuskan Jokowi yang
dicitrakan sebagai “pemimpin yang klemer-klemer”. Sign ini
“Sekaligus isyarat dan “gertakan” yang tidak ampun terhadap
yang hendak menguji keberanian Jokowi.
Dalam kampanye yang
sering disampaikan dengan bahasa yang bombastis, jawaban Jokowi mudah
ditangkap dari masyarakat yang “mengaku” mengalami pendidikan
tinggi dan masyarakat yang menangkap pesan dari Jokowi.
Sebagai jawaban “jenius”,
Jokowi berhasil “memainkan” panggung dengan jawaban yang
sederhana (tidak memerlukan penjelasan lagi dari timses), keren dan
merakyat.
Jokowi berhasil membangun
panggung sebagai “ranah” kampanye yang kreatif. Persis gaya anak
muda didalam menangkap persoalan yang begitu rumit.
Di tangan Jokowi,
kampanye menjadikan “ajang” pertukaran gagasan namun menyentak.
Jokowi berhasil “menepis” tuduhan sebagai pemimpin yang “lunak”
sekaligus memberikan pesan balik. Jangan coba-coba membangunkan
harimau tidur.
Sebagai pemimpin di
negara yang dihormati di kawasan Asia Pasifik, pesan “kita bikin”
rame akan berdampak baik terhadap keamanan di kawasan Asia Pasifik
itu sendiri, terganggunya ekonomi di kawasan pasar Indonesia dan
tentu saja keamanan geopolitik.
Dalam hubungan diplomatik
internasional, pesan ini memberikan pesan yang tegas, kuat dan tidak
berkompromi terhadap kedaulatan Indonesia. Diplomatik akan membaca
sebagai pesan yang karakter kuat sehingga diplomatik akan berhitung
dan menghindarkan Jokowi mengeluarkan ucapan “kita bikin rame”.
Di mata kaum muda, pesan
ini ditangkap sebagai jawaban cerdas dari “kerumitan” politik
pilpres 2014. Pesan ini jelas dan sekaligus memberikan karakter kuat
kepada Jokowi sebagai tokoh “pembaru” dari kaum muda.
Jawaban karakter anak
muda sekaligus membuktikan, Jokowi bisa menangkap kerumitan politik
Pilpres 2014 dan mentransformasikan dengan gaya elegan masa kini.
Dengan gaya elegan yang tidak “terkungkung” dengan retorika yang
bombastis, Jokowi berhasil membuat politik yang gegap gempita menjadi
persoalan sederhana yang mudah ditangkap berbagai kalangan.
Kata-kata “kita bikin
rame” bukanlah kata yang bermakna idiomatik. Sebuah ungkapan yang
harus dijelaskan lebih lanjut dengan timses atau tim pendukung.
Kata-kata ini juga mudah
ditangkap tanpa harus “memaknai” konotatif. Makna yang harus
dipadankan dengan perumpamaan yang lain.
Kata-kata ini kemudian
dihubungkan dengan pertanyaan dari Prabowo mengenai sikap yang hendak
diambil apabila adanya ancaman dari negara luar yang hendak
“mencaplok” Indonesia.
Dengan mengeluarkan
kata-kata ini, publik mudah menangkap pesan dari Jokowi tanpa harus
menggunakan pretensi kalimat lain untuk menafsirkannya.
Kata-kata ini tidak
memerlukan makna asosiatif yang memerlukan penafsiran dari makna
kiasan. Sebuah perenungan dari pendengar kabar mendengar perkataan
dari Jokowi.
Dengan gestur tubuh yang
tegak, kata-kata “kita bikin rame” mudah ditangkap dan sekaligus
“mengklik” pertanyaan dari Prabowo. Jokowi sekaligus “mengshot”
dari ruang tembak dan meraih angka 3 bola.
Sekali lagi kita
ditunjukkan Pilpres yang berkualitas.