Akhir-akhir ini, keluhan pengguna kendaraan terhadap jalur maut angkutan batubara mewacana di publik.
Kekesalan begitu terasa. Berbagai umpatan menghinggapi linimasa.
Sebenarnya dibandingkan Sebelum dipilihnya Al Haris sebagai Gubernur Jambi, hampir praktis berbagai solusi menemukan jalan buntu. Saling melingkari dan menutupi kenyataan sebenarnya.
Namun apabila dilihat lebih seksama, apalagi dibandingkan sebelum dan sesudah Pilgub Jambi 2020 harus dilihat secara utuh.
Mungkin ada keluhan terhadap pengguna jalan raya yang kemudian “terjebak” seharian di jalanan. Sehingga “seakan-akan” menggambarkan tiada perubahan.
Sebagai pengguna jalur maut batubara yang harus menempuh rutin setiap minggu sejak pertengahan 2020 harus diuraikan lebih baik.
Pertama. Truk batubara yang sebelumnya “seakan-akan” tidak diatur, sekarang lebih tertib. Kapasitas tertentu yang Sudah ditentukan sesuai regulasi mulai ketat dilakukan.
Praktis. Mobil yang digunakan tidak dibenarkan melebihi tonase yang ditentukan.
Kedua. Jalur “alternatif” yang setelah Muara Bulian kemudian “dibuang” melalui Tempino dapat menghindarkan kecelakaan maut yang sering terjadi di daerah Mendalo.
Walaupun kadangkala “masih sering membandel”, namun dipastikan, angkutan mobil batubara tidak dibenarkan dibawah pukul 22.00 wib.
Ketiga, jalan-jalan yang sempat “lubang” menganga praktis tidak ditemukan lagi antara Muara Tembesi simpang Sridadi ataupun menjelang masuk Muara Bulian.
Keempat. Mulai diterapkan “tilang” untuk batas Batanghari - Sarolangun. Sehingga tidak terjadi penumpukkan menjelang pukul 18.00 wib.
Sebenarnya apabila melihat “pola” jalan yang sering ditempuh ada beberapa cara jitu (tips) untuk melewati jalur maut angkutan batubara.
Pertama. Sebelum menempuh melewati Simpang Tembesi, buka aplikasi google map. Cara ini cukup membantu untuk mengatur strategi.
Selain itu, Usahakan melewati jalan Muara Tembesi menjelang Muara Bulian dibawah pukul 14.00 wib.
Strategi ini sering saya gunakan. Apabila sidang di bangko Masih dibawah jam 12.00, saya harus kebut hingga menjelang jam 17.00 di Muara Tembesi.
Biasanya Masih dapat melewati dengan baik.
Namun apabila sudah melewati pukul 14.00 atau pukul 15.00 wib, maka sebaiknya habis sholat magrib baru bergerak dari Bangko.
Biasanya, jam 21.00 atau 22.00 wib, praktis tidak ketemu “buntut” dari sisa angkutan mobil yang Sudah bergerak sampai di Muara Bulian.
Kedua. Apabila kemudian “terjebak” di antrian panjang, terutama menjelang masuk Muara Tembesi (lebih kurang 12 km) dari arah Sarolangun, maka dapat menempuh “sebelah kanan.
Hampir praktis, sebelah kanan, jalan-jalan Sudah banyak bisa ditempuh.
Pelan-pelan saja. Ikuti arus didepan.
Biasanya mobil angkutan batubara “memang” cukup dermawan memberikan kesempatan.
Nah. Cara untuk membangkitkan Simpati dari para supir truk, usahakan jangan ugal-ugalan.
Tetap sopan di jalan.
Ketiga. Setelah melewati Simpang Muara Tembesi, apabila Masih “terjebak” macet panjang, maka Tetap usahakan ambil sebelah kanan.
Memang keluar jalur, tapi Masih bisa ditempuh.
Keempat. Namun menjelang 2,3 km menjelang masuk SImpang Muara Bulian, ikuti barisan. Jangan lagi ikut Arus ambil jalan sebelah kanan.
Banyak sekali lubang atau parit yang tidak memungkinkan lagi harus ditempuh.
Memang dekat sekali menjelang Makam Pahlawan Batanghari.
Namun tetap ikuti antrian. Jangan lagi keluar dari antrian.
Biasanya mobil didepan terutama angkutan batubara tetap bergerak.
Pun kalaupun sedikit lambat, semata-mata masih ada sedikit berlubang.
Mobil batubara sengaja tidak memungkinkan untuk dikebut.
Namun antrian itu terus melaju. Biasanya kecepatan hanya bisa dipacu 20-30 km/jam saja.
Kelima. Namun apabila “karena kemalaman” sekitar jam 22.00 wib, Masih antrian panjang, sebaiknya ambil skenario.
Istirahat dulu. Sembari Melihat keadaan.
Tips jitu ini memang sedikit memakan waktu.
Namun saya tidak pernah terjebak “Seharian” hingga sempat heboh yang menghiasi linimasa
Selamat mencoba.
Advokat. Tinggal di Jambi