08 Juli 2022

opini musri nauli : Partai Politik dan Calon Presiden/Wakil Presiden

 


Usai sudah hiruk-pikuk penentuan siapakah Partai Politik yang berhak mengajukan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Tema hukum yang sempat memantik dan perdebatan panjang di kalangan Ahli hukum. 


Menyambung pembahasan yang pernah saya tuliskan 4 Juni 2022 yang lalu, Menurut data berbagai sumber, sepanjang tahun 2017-2022 terdapat 14 gugatan pasal 222 UU Pemilu berkaitan dengan pasangan calon yang diusulkan partai poltik atau gabungan partai politik.

Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. 


Pasal 222 UU Pemilu lagi-lagi digugat di MK. Secara sekilas dapat dilihat Didalam Perkara di MK. 


Seperti Perkara MK Nomor 52/PUU-XX/2022 yang menjadi pemohon adalah DPD dan Partai Bulan Bintang. Perkara MK Nomor 57/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).


Perkara MK Nomor 35/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Partai Gelora Indonesia). Dan Perkara MK Nomor 42/PUU-XX/2022. 


MK didalam putusannya menghasilkan putusan yang berbeda-beda. Perkara MK Nomor 52/PUU-XX/2022 kemudian menyatakan DPD tidak berhak mengajukan permohonan. Sedangkan permohonan yang diajukan oleh Partai Bulan Bintang kemudian ditolak. 


Begitu juga Perkara MK Nomor 57/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dan Perkara MK Nomor 35/PUU-XX/2022. 


Berbeda dengan Perkara MK Nomor 42/PUU-XX/2022. MK Kemudian menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dengan pertimbangan Pemohon tidak menguraikan alasan-alasan permohonan untuk membatalkan ketentuan Penjelasan Pasal 223. 


Terlepas dari berbagai putusan MK didalam putusannya, menarik untuk mencermati pertimbangan MK didalam melihat pasal 222 UU Pemilu. 


Pendirian MK didalam melihat Pasal 222 UU Pemilu sudah diuraikan panjang lebar didalam Putusan MK Nomor 74/PUU-XVIII/2020, Putusan MK Nomor 66/PUU- XIX/2021, Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017, Putusan MK Nomor 49/PUU-XVI/2018 dan Putusan MK Nomor 54/PUU-XVI/2018. 


Menilik pertimbangan MK didalam Melihat pasal 222 UU Pemilu “rumusan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu adalah dilandasi oleh semangat demikian. Dengan sejak awal diberlakukannya persyaratan jumlah minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden berarti sejak awal pula dua kondisi bagi hadirnya penguatan sistem Presidensial diharapkan terpenuhi, yaitu, pertama, upaya pemenuhan kecukupan dukungan suara partai politik atau gabungan partai politik pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di DPR dan, kedua, penyederhanaan jumlah partai politik. 


Dengan menilik pertimbangan MK maka permohonan pengujian pasal 222 UU Pemilu telah beberapa kali dimohonkan. 


Standing MK tidak berubah. MK dengan tegas menyatakan pendirian konstitusional adanya syarat ambang batas minimum pencalonan Presiden/Wakil Presiden oleh Partai politik atau gabungan Partai politik. 


Bahkan didalam pertimbangannya kemudian MK kembali menguatkan kembali pendiriannya dengan menegaskan berbagai putusan MK sebelumnya.


Usai sudah drama panjang dan hiruk pikuk mempersoalkan Partai politik yang berhak mengajukan calon Presiden/Wakil Presiden. 


Putusan MK mematahkan klaim-klaim politik tentang persyaratan pengusulan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden. 


Sekaligus memupuskan slogan-slogan politik yang malah membuat politik menjadi hingar bingar.