Setahun yang lalu, (waktu itu belum ada KIM, belum suasana pilpres, belum ada gegap gempita Pilkada), Al haris Gubernur Jambi sempat berbisik.
“Bang, tolong kaji bagaimana skenario kotak kosong”, sembari menyampaikan setelah saya bertemu usai membahas desain Bio Carbon Fund.
Saya sama sekali tidak pernah terpikirkan. Bahkan pesan itu bagiku hanya sekedar gumaman ditengah malam.
Namun pelan-pelan kemudian berbagai cerita kemudian disusun. Al Haris sudah mendapatkan dukungan partai-partai seperti PAN, PPP, PKB dan PKS. Modal dasar untuk mendaftarkan ke KPU.
Kemudian menyusul Partai Demokrat, PDIP, Partai Gerindra dan Partai Golkar.
Seketika saya kemudian terbayang ingatan setahun yang lalu. Bagaimana ide yang semula sempat tidak menarik perhatian justru sudah terpikirkan jauh sebelum berbagai isu politik menjadi tema nasional.
Tentu saja banyak yang memprotes terhadap Pilkada dengan tema Kotak Kosong. Namun yang menarik bukan tema kotak kosong.
Tapi rencana matang yang semula belum terpikirkan dan menjadi perhatian publik. Baik nasional maupun di daerah.
Kembali cerita setahun yang lalu. Bagiku, rencana Al Haris bukan sekedar rencana tanpa persiapan matang.
Sebagai “politisi kawakan”, rencana yang disusun memang dilaksanakan bertahap. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan “gaya” politik Melayu Jambi.
Sebuah tema yang sering saya sampaikan di kalangan terbatas.
Lalu bagaimana dengan tema Politik Melayu Jambi ?
Sebagai politisi kawakan, Al Haris memang piawai menguasai gelanggang. Termasuk politik praktis.
Al Haris menguasai “sumber-sumber informasi”. Mampu menguasai jaringan yang menentukan “Arah politik”. Jauh sebelum “orang berfikir” tentang arah politik di nasional.
Sebagai orang yang menjadi bagian penting dari Kemenangan Pilpres, suara PAN yang mampu menjulang tinggi sekaligus pemenang di Provinsi Jambi dan berbagai kenaikan signifikan di berbagai Kabupaten/kota, posisi penting Al haris tidak boleh diremehkan.
“Penguasaan” medan sekaligus menguasai berbagai sumber informasi menempatkan Al Haris begitu lincah. Begitu piawai memainkan politik di Jambi.
Bayangkan. Partai-partai yang begitu tajam irisan ketika Pilpres mampu “duduk sanding” dan membicarakan Politik Jambi dengan elegan.
Dibutuhkan “kemampuan” orkestra yang memadukan berbagai langgam, genre musik yang begitu beragam didalam simponi yang begitu indah.
Tidak ada riuh, gegap gempita yang menjadi melodrama seperti yang terjadi di berbagai Provinsi lain.
Nada dan simponi yang begitu indah kemudian menempatkan Al Haris sebagai dirijen yang membawa simponi kemudian menempatkan Provinsi Jambi begitu adem.
Jauh dari intrik politik. Apalagi “cakar-cakaran” dan aura kemarahan.
Seorang teman kemudian berbisik. “Apa itu Politik Melayu Jambi, bang ?”, Katanya penasaran.
Ah. Entahlan. Bagiku itu salah satu metode praktis didalam membicarakan politik kontemporer di Jambi. Sama sekali belum ada di kurikulum ilmu politik didalam literatur.
“Bang, kita susun, yuk. Bagaimana konsep, desain maupun tips-tips Politik Melayu Jambi “, tanyanya lanjut.
“Nanti ah”, kataku menutup pembicaraan. Sekaligus mengingatkan seorang teman pernah menyampaikan sikap tegasnya.
“Bang Nauli tuh cuma bisa ngomong hukum. Kalo politik tidak punya kemampuan”.
Akupun tertawa sembari mulai menyusun bagaimana konsep, desain maupun tips-tips Politik Melayu Jambi. Dan itu Sudah mulai tersusun.