01 Mei 2008

opini musri nauli : BURUH DAN KITA

Apakah kita sadar, pada hari ini kita bisa hidup karena sebagian keringat yang berceceran ? 


Apakah kita juga sadar, bahwa sampai sekarang kita berkomunikasi, berinteraksi karena adanya deraian air mata dan darah para manusia ? 
Kalau kita tidak menyadari, sesungguhnya kita sendiri alpa akan diri kita. Kita tidak menyukuri akan karunia Tuhan dan tentu saja tidak tahu dan berterima kasih kepada para manusia yang membuat kita ada. 

Dan kita sendiripun lupa akan hakekat pada hari ini. Ya, May Day (Hari Buruh) yang ditetapkan dan dirayakan seluruh dunia untuk menjawab pertanyaan dari penulis. 

Mari kita lihat, bagaimana hakekat Hari Buruh. Mulai dari bangun pagi, sampai ke tempat tidur untuk istirahat kita harus berterima kasih kepada kaum buruh. 

Kita dibangunkan oleh Jam Weker (kalaupun sekarang menggunakan alarm dari Handpone) yang dibuat dari industri sebagian negara-negara Eropa. Para kaum buruh di Swiss telah menciptakan jam yang mengatur waktu dan termasuk juga menciptakan alarm untuk membangunkan kita. 

Kita menggunakan handpone dari keringat buruh Finlandia. Kita mematikan lampu karena kita menggunakan hasil pekerjaan dari buruh Belanda. 

Kemudian kita mandi dan menonton televisi (karena bertepatan dengan libur Nasional (dimana televisi sebagian dibuat dari buruh Eropa dan sebagian kita menggunakan produk Jepang ataupun Korea). 

Ataupun kita mendengar music (baik menggunakan perangkat audio konvensional seperti tape, amplifier, sound sistem maupun menggunakan audio modern seperti MP3/MP4 ataupun earphonde). 

Kemudian kita makan pagi (dengan sarapan yang sederhana, nasi dengan lauk pauk yang cukup) dengan tenaga buruh tani (yang 60% dari jumlah petani yang hanya menguasai 0,8 hektar). 

Kita makan dari masakan yang digoreng (yang merupakan hasil dari keringat buruh perkebunan yang hanya dibayar upah hanya cukup untuk hidup sehari). 

Kalaupun kita pergi dengan sepatu buatan yang merk adidas ataupun nike, maka kita dapat menyaksikan para buruh di sebagian Tangerang yang mengerjakan industri ini (yang hanya dibayar hanya 2 dollar perhari, bandingkan dengan harga sepatu nike/adidas yang mencapai US$ 150 perpasang). 

Daftar perjalanan itu bisa penulis paparkan sekedar mengggambarkan bahwa kita tidak dapat dipisahkan dari buruh dan pekerjaan yang telah dihasilkan. 

Namun, apabila kita mau jujur, hanya sedikit diantara kita mengetahui bahwa Hari Buruh bertepatan dengan 1 Mei. 

Di Dunia internasional, hari ini diperayakan secara besar-besaran. 

Hari ini dirayakan melebihi hari raya keagamaan, hari nasional maupun hari-hari besar. Isu buruh telah lama menjadi perhatian dan konsentrasi baik para politisi, intelektual, penggiat HAM, negara maupun pengusaha. 

Di mata politisi, suara buruh merupakan lumbung empuk untuk meraup suara. Berbagai partai buruh (baik dengan berbagai model, strategi maupun kepentingan) telah menjelma dan hampir praktis ada disetiap negara-negara di dunia. Kemenangan berbagai kaum sosialis tidak terlepas dari peran dan posisi buruh dan partai buruh. 

Walaupun diakui, di beberapa negara, partai buruh juga menjadi tirani bagi demokratisasi. 

 Dalam kajian akademik, literatur yang membahas buruh dan perjuangan hampir mendominasi. Baik kajian dari sosialis, komunis, nasionalis. 

Bahkan didalam ajaran Islam, pentingnya “membayar keringatnya sebelum kering”, merupakan pondasi penting tentang pengakuan buruh dalam ajaran islam. 

 Memobilisasi buruh dalam event-event politik tidak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah termasuk di Indonesia. 

Sangat banyak sekali kajian sejarah yang berkaitan dengan buruh dan perkembangannya. 

Dengan demikian, maka didalam negara yang mengglobal sekarang ini, posisi buruh dan perannya tidak dapat dipisahkan. 

A. Istilah Buruh Istilah buruh dapat dilihat dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer atau BW – Burgelijk Wetbook, sebuah produk hukum peninggalan Belanda), Undang-undang Nomor 1 tahun 1951, Undang-undang Nomor 2 tahun 1951, Undang-undang Nomor 3 tahun 1951, Undang-undang Nomor 21 tahun 1951, Undang-undang Nomor 22 tahun 1957, Undang-undang Nomor 21 tahun 1969, Undang-undang Nomor 14 tahun 1969, dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1981. Artinya istilah buruh telah menjadi produk hukum yang istilah yang sudah baku. 

Bandingkan dengan istilah pekerja yang hanya diatur dalam Permenaker No. Per-2/Men/84 walaupun definisinya berbunyai “adalah orang yang bekerja pada perusahaan dengan mendapat upah”, dengan istilah buruh dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1957 “ialah barangsiapa bekerja pada majikan dan mendapat upah”. 

Istilah buruh merupakan rohnya dari sebuah siklus perputaran industri yang menggambarkan potensi kecelakaan yang setiap saat mengintai kelengahan buruh dan tentu saja tidak adanya dukungan yang layak terhadap kehidupan buruh. 

Selain itu juga bahwa dengan menggunakan kata-kata buruh adanya persamaan nasib sesama anak negeri. Dan dalam pergaulan internasional sendiri, istilah terjemahan buruh (labour) lebih dikenal dari pada pekerja (workers). 

B. Perjuangan Serikat Buruh Apabila kita mau menengok sejenak sejarah ke belakang, maka Serikat Buruh pertama di dunia ditemukan di Preston, Inggeris tahun 1807 merupakan Serikat Buruh Tukang Kayu. 

Sedangkan di Indonesia sendiri serikat buruh pertama merupakan Serikat Buruh Pekerja Pegawai Pemerintah Hindia Belanda tahun 1897 yang diikuti seperti VSTP (Vereeniging Voor Spoor-en Tramswegpersoneel), PGHB (Perserikatan Georoe Hindia Belanda), VIPBOW (Vereeniging Inlandsch Personeel Burgelijk Openbare Werken), PFB (Personel Fabriek Bond), HAB (Hevensadershbeidersbond), Typografenbond yang juga disebut Perserikatan Boeroeh Tjitak atau PBT, SPPH (Sarekat Pegawai Pelikan Hindia), PPDH (Perserikatan Pegawai Dinas Hutan) (13). 

Selanjutnya ada serikat buruh para guru se-jakarta, se-Surabaya, ada serikat buruh kereta api, serikat buruh perkebunan, ada pula serikat buruh muslim, serikat buruh Kristen, serikat buruh Tionghoa dan lain-lain. 

Sejak itu di Indonesia berdiri puluhan Serikat Buruh, baik yang bersifat local, sektoral, maupun bersifat primordial. Karena mereka terpecah-pecah maka kekuatan mereka sangat lemah. 

Memang ada upaya mempersatukan dalam sebuah Serikat Buruh yang lebih kuat, tetpai selalu gagal. Barulah tanggal 15 September 1945 di Jakarta berdiri SB yang lebih menyatu, yaitu Barisan Buruh Indonesia (BBI). Selanjutnya pada tanggal 19 Maret 1946, BBI berubah menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GASBI). 

Setahun kemudian, Mei 1947 berdiri Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indoensia (SOBSI). Karena SOBSI ini merupakan gabungan dari berbagai SB yan ada pada waktu itu, maka bisa dibilang, SOBSI bukanlah beraliran komunis pada mulanya. Tetapi, karena ternyata banyak pengurus SOBSI yang lebih condong pilihan politiknya ke komunis, pada perkembangan selanjutnya, SB terkuat di Indoensia ini memang jadi pendukung partai komunis. 

Di luar SOBSI, khususnya antara tahun 1950-an sampai 1960-an awal di Indonesia berdiri puluhan SB. Kebanyakan SB-SB ini bersifat primordial dan menjadi pendukung partai-partai politik yang juga beraliran primordial masa itu. 

Ketika Bung Karno tumbang dan diganti dengan pemerintahan Soeharto, terjadi perubahan system politik yang sangat drastic. Puluhan parpol yang ada saat itu dilebur jadi tiga, dan kemudian diperlakukan massa mengambang. 

Sedangkan di lapisan ormas diperlakukan system wadah tunggal. Serikat Buruh yang cukup banyak masa itupun didorong supaya bergabung dalam satu wadah tunggal FBSI. 

Karena itu, mula-mula November 1969 dibentuklah Majelis Permusyawaratan Buruh Indoensia (MPBI) yang terdiri dari perwakilan berbagai SB yang ada masa itu. 

Tahun 1973, MPBI kemudian membuat Deklarasi Buruh Indoensia yang lalu dikenal sebagai hari lahirnya FBSI. FBSI yang merupakan federasi dari berbagai SB itu rupanya dinilai masih sulit dikontrol pemerintah, karena itu FBSI kemudian diubah jadi benar-benar wadah tunggal SPSI tahun 1985. 

C. Affiliasi Internasional Serikat Buruh Tapi sebelum kita membahas tentang Affiliasi SB di jaringan international, ada baiknya kita mengenal lembaga PBB yang concern dengan Buruh yaitu ILO. 

Organisasi Perburuhan International (ILO) dibentuk berdasarkan traktat Versailles (Treaty if Versailles) pada tahun 1919, bersama-sama dengan Liga Bangsa-bangsa13. ILO merupakan badan khusus yang berasosiasi dengan Perserikatan Bangsa-bangsa. 

Dari anggotanya yang semula berjumlah 45 negara, ILO memiliki anggota sebanyak 167 dan terakhir 171 Negara. Indonesia sendiri masuk menjadi anggota pada tahun 1950. 

ILO bekerja untuk meningkatkan keadilan sosial untuk rakyat buruh dimana saja. Dia memformulasikan kebijakan dan program international untuk memperbaiki lapangan pekerjaan dan kehidupan para buruh, menyusun standar perburuhan international yang dijadikan petunjuk bagi para penguasa nasional dalam melaksanakan kebijakan tersebut. 

Melaksanakan programkerja sama teknis yang luas, untuk membantu berbagai negara dalam melaksanakan kebijakan tersebut secara efektif dan praktek, dan terlibat dalam pelatihan, pendidikan dan riset untuk memajukan upaya tersebut. 

ILO adalah organisasi yang unik diantara organisasi-organisasi duni ayagn ada, dalam hal bahwa wakil-wakil buruh dan perusahaan memiliki suara yang sama dengan pemerintah dalam memformulasikan kebijakannya. 

Konferensi perburuhan international yang mengadakan pertemuan konferensi setiap tahun yang dikenal dengan nama International Labour conference, untuk mengevaluasi sejauh mana konvensi ILO yang telah dilaksanakanmasing-masing negara, dan menyusun agenda ILO untuk masa berikutnya. 

Konferensi yang baru saja berlangsung merupakan sidangnya yang ke 88. Selain itu Konferensi itu dihadiri oleh delegasi yang berdatangan dari negara-negara anggota, yang terdiri dari negara-negara anggota, yang terdiri dari dua delegasi pemerintah dan masing-masing satu delegasi yang mewakili buruh dan majikan. 

Fungsi terpenting dari Konferensi antara lain mencetuskan Konvensi dan rekomendasi yang menetapkan standar perburuhan international di berbagai bidang. Konvensi ILO tentang Hak Asasi Manusia yang mendasar yang dikenal “Seven Basic Fundamental Konvensi ILO Human Right” yang terdiri dari Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 Tentang Larangan Kerja Paksa yang telah diratifikasi Stb No. 26 Tahun 1933, Konvensi No. 87 tahun 1948 yang diratifikasi Keputusan Presiden RI No. 83 tahun 1998 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, Konvensi No. 98 tahun 1949 Hak Berorganisasi dan Perundingan Bersama yang diratifikasi UU No. 18 Tahun 1956, Konvensi No. 100 tahun 1951 tentang Kesamaan Pengupahan yang diratifikasi UU No. 80 Tahun 1957, Konvensi No. 105 tahun 1957 Tentang Penghapusan Kerja Paksa, Konvensi No. 111 tahun 1958 tentang Diskriminasi (Kesempatan Kerja dan Pekerjaan), Konvensi No. 138 Tahun 1973 Usia Minimum. 

Konvensi tadi mengikat negara-negara anggota yang meratifikasi, dan mengharuskan mereka untuk melaksanakan ketentuan-ketentuannya. 

Sejak ILO berdiri lebih dari 300 Knvensi dan rekomendasi yang telah dicetuskan. 

ILO memperoleh hadiah Novel Perdamaian pada tahun 1969 tepat padaa hari jadinya yang kelima puluh. 

Diluar ILO ada empat organisasi perburuhan international yang patut mendapatkan perhatian. Pertama ICFTU (International Confederation Free Trade Union). 

Organisasi yang berkantor pusat di Brussel ini didirikan 7 September 1949. Anggotanya terdiri dari ratusan Serikat dari seratus lebih negara. Organisasi yang beraliran sosio-democratis ini melibatkan Serikat buruh – serikat buruh dari negara-negara maju seperti, Eropa, Jepang, Australia, Kanada dan Amerika. 

Secara politis, pengaruhnya cukup kuat, khususnya bila dibanding dengan organisasi perburuhan internasional lainnya. 

Selain itu adalah WCL (Word Conderation Labour). WCL yang mulanya berasal dari IFCTU (International Federation of Christians Trade Union) berdiri 1920, sejak tahun 1960-an yang lalu berubah jadi serikat buruh progressif, dan tidak lagi menyandang ideology Kristen dalam gerakannya. 

Yang menarik dari WCL, gerakan-gerakannya memang sangat progresif, dan cukup banyak membantu serikat buruh kecil di negara berkembang, seperti Afrika, Filipina, dan India. 

WCL juga dikenal cukup banyak membantu solidaritas di Polandia dan Cosatu di Afrika Selatan, ketika kedua serikat buruh ini tengah berjuang mendemokratiskan negaranya. 

Yang ketiga adalah ITS (International Trade Secretariats). ITS berdiri tahun 1901, merupakan organisasi serikat-serikat buruh yang bersifat sektoral atau sejenis, seperti serikat buruh tekstil, transportasi, pertambangan dan sejenisnya. 

ITS biasanya cukup banyak bergerak di bidang pendidikan dan pembelaan bagi anggota anggotanya. Yang terakhir adalah SFTU (World Federation of Trade Union). 

Berdiri tahun 1945 mulanya, WFTU tidaklah beraliran komunis. Tetapi, pada perkembangan selanjutnya, khususnya ketika dunia mulai terpolarisasi antara blok barat dan timur, kapitalis dan komunis, maka WFTU tertarik ke blok komunis, dimana banyak SB – SB dari negara-negara Eropa dan Amerika keluar dan bergabung dengan ICFTU. 

Sejalan dengan itu, maka kemudian terjadi gejala menarik, bila ICFTU condon ke barat, waktu WFTU condong ke Komunis. 

Kini SFTU semakin melemah, khususnya ketika CGT, serikat buruh komunis Perancis yang merupakan serikat buruh terkuat dan terkaya di blok SFTU keluar tahun lalu. Herannya, meski WFTU beraliran komunis, tetapi cukup banyak SB dari Timur Tengah, seperti Suriah, Irak dan Jordania yang bergabung di dalamnya. 

Lepas dari adanya beberapa organisasi buruh international yang dimasa lalu diwarnai oleh ideology politik seperti komunis, liberal dan Kristen, tetapi akhir-akhir ini terdapat kencendrungan kuat, untuk melepaskan diri dari aliran-aliran tersebut. 

Kini mulai muncul trend yang tidak membeda-bedakan aliran politik dalam gerakan perburuhan international. 

Denganini bisa dikatakan gerakan buruh memang tidak lazim dibatasi oleh ideology, agama, suku, dan bangsa. 

Yang namanya buruh di mana-mana selalu sama, punya persoalan yang relatif sama, yaitu berhadapan dengan tekanan majikan, dan di beberapa negara juga tekanan penguasa. 

D. Politik Perburuhan di Masa Pemerintahan Soeharto. Pemerintahan Soeharto lebih dikenal dengan periode Orde Baru yang mulai berkuasa sejak tanggal 11 Maret 1966 hingga 21 Mei 1998. 

Kebijakan Politik Perburuhan Pemerintahan Orde Baru terdapat di Peraturan Perundang-undangan. antara lain : 

1. UU No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing untuk menyongsong Globalisasi dan liberalisasi perdangan dunia. 

2. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan; 

3. UU Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum; 

4. UU Nomor 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 

5. UU Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah Undang-undang ini terlalu sentralistis, dan menghapuskan keberbadaan daerah istimewa yang diatur di dalam pasal 18 UUD 1945. 

6. UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian Menurut Uchtar Pakpahan, dalam praktek, pengertian tunduk kepada pemerintah yang menyelenggarakan pemerintahan adalah ketundukan Korpri kepada pemerintah. Dan lebih tegas lagi bahwa Korpri harus tunduk kepada Golkar. Sehingga menjatuhkan pilihan politik pada pemilu dengan loyal kepada pemerintah yang sah adalah dua hal yang berbeda. 

7. UU Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. 

8. UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. 

9. UU Nomor 2 Tahun 1986 tenteng Peradilan Umum. 

10. UU Nomor 20 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Republik Indonesia. Undang-undang ini mamasukkan Polri sebagai ABRI dan tidak begitu jelas peranan rakyat dalam pertahanan keamanan negara Republik Indonesia sebagaimana diatur di dalam pasal 30 UUD 1945. 

11. UU Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam prakteknya undang-undang ini memberikan kekuasaan kepada Pemerintah untuk menentukan ormas mana yang boleh hidup dan ormas mana yang tidak boleh hidup. 

Bahkan menurut Muchtar Pakpahan, secara total ada 30 Undang-undang yang tidak sejiwa dengan UUD 1945 dan tidak lagi mampu memberi rasa keadilan. 

Ketiga puluh undang-undang itu menghasilkan ketidakadilan, soal ketidakdemokratisan, tidak terjaminnya pelaksanaan negara hukum dan seringnya tejradi pelanggaran Hak Asasi Manusia. 

Dalam suasana ketidakadilan itu, burulah yang secara sistematis paling menderita. 

Dalam hal struktur pengupahan hingga tahun 1994, hanya 8 – 10 % labour cost (upah buruh) dalam total biaya produksi, sementara 25 – 30 biaya tak resmi atau siluman (invisible cost). 

Begitu mudahnya majikan mem-PHK buruh tanpa adanya perlindungan yang berarti, jam kerja yang panjang dan tanpa perhitungan upah lembur yang jelas, sering terjadi penganiayaan dan pelecehan hak yang dilakukan oleh pihak majikan. 

Buruh tidak bebas mendirikan organisasinya dan tidak bebas memilih pengurusnya mulai dari FBSI kemudian SPSI. 

Bila buruh menuntut hak normatifnya, oknum ABRI menangkap dan menganiaya buruh. 

Berdasarkan kondisi itulah mendorong diadakannya Pertemuan Buruh Nasional tanggal 24 – 25 April 1992 yang kemudian mendeklarasikan berdirinya SBSI. 

Kekuatan untuk membungkam ini dapat dilihat dalam system politik perburuhan yaitu Represif dan kooptasi. 

Represif dapat dilihat dari perselisihan perburuhan yang cenderung diselesaikan dengan cara-cara militer. 

Lihatlah peranan militer ketika unjuk rasa digelar, kasus marsinah, matinya Rusli, ditangkapnya Dita Sari pimpinan PPBI dan Muchtar Pakpahan. 

Kemudian selain cara-cara di atas juga dipergunakan cara-cara koptasi yaitu menarik setiap kekuatan buruh menjadi alat politik order baru. 

Misalnya dijadikan massa penggerak kampanye partai politik dan fusinya. Serikat Buruh awal order baru dalam suatu wadah tunggal yaitu SPSI 

E. Politik Perburuhan dan Relevansinya pada Masa Pasca Pemerintahan Soeharto. 

Pada pemerintahan Habibie, Abdurrahman Wahid dan Pemerintahan Megawati Soekarno Putri ada perkembangan Politik Perburuhan. 

Lihat Tabel di bawah ini Tabel 2. Produk Politik Perburuhan Pasca Pemerintahan Soeharto. NO. PEMERINTAHAN PRODUK POLITIK 
1. Habibie • Keputusan Presiden RI No. 83 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi. Yang meratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948. • Tumbuhnya Serikat Buruh dengan terbitnya Permenaker yang memberikan memudahkan persyaratan pendaftaran Serikat Buruh. • Terbitnya Kepmenaker 150/1998 yang melindungi Buruh dari ancaman PHK dengan mewajibkan pengusaha untuk membayar dua kali pesangon apabila mem-PHK buruh tanpa adanya dasar hukum yang kuat. • Berdirinya 4 partai politik perburuhan. • Kepengurusan SPSI tidak ditentukan oleh pemerintah. 

2. Abdurrahman Wahid • Adanya pengakuan status buruh di pembicaraan nasional. • Serikat buruh mulai menggabungkan diri tanpa meninggalkan identitasnya dengan membentuk Federasi-federasi yang mengarah ke sistem Konfederasi. 

3. Megawai Soekarno Putri • Pencabutan Kepmenaker 150/1998 dengan Kepmenaker No. 70/2001 yang memberikan kesempatan pengusaha untuk melakukan PHK tanpa pesangon. • Penangkapan aktivis buruh dengan tuduhan pasal 362 yang dituduh mencuri “sandal jepit” sebuah Mesjid di Bandung. • Tidak adanya perhatian (sense of crisis) terhadap nasib buruh migran. 

4 Soesilo Bambang Yudhoyono • Issu outsorsing Dari tabel di atas, maka menurut penulis, di masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri politik perburuhan akan kembali pada zaman pemerintahan Soeharto. 

(Hipotesis ini penulis sampaikan selain dari pada data-data di atas, juga mulai menampakkan gejala-gejala yang lain seperti tidak dilibatkan organisasi buruh dalam kebijakan ekonomi yang berdampak terhadap buruh, penangkapan aktivis buruh dan pelarangan memperingati Hari Buruh tanggal 1 Mei) 

Alasan yang disampaikan oleh penulis tersebut sudah semestinya harus dikaji dalam kurun waktu tertentu.