Beberapa waktu yang lalu, Pengadilan sipil di Den Haag, Belanda mengabulkan
Pemberian kompensasi dan permintaan maaf oleh pemerintah Belanda, 14 September
2011, yang mengabulkan gugatan janda korban pembantaian Rawagede dengan
tergugat Pemerintah Kerajaan Belanda.
Pemerintah Belanda diwakili Duta Besar untuk Indonesia, Tjeerd de Zwaan,
menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada para keluarga korban kasus
Rawagede, 9 Desember 2011 di Desa Balongsari Karawang Jawa Barat.
Peristiwa Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947. Ketika itu sekitar 300
tentara berupaya menangkap Kapten Lukas Kustaryo, komandan kompi Divisi
Siliwangi.
Dalam operasi pencarian pasukan Belanda justru melakukan pembunuhan massal
terhadap sekitar 431 warga Rawagede, tetapi pemerintah Belanda hanya mengakui
150 orang yang tewas.
Proses pengakuan Belanda berlangsung panjang dan melalui sejumlah lobi
penting karena meski Dewan Keamanan PBB telah menyatakan peristiwa Rawagede
sebagai kesengajaan dan kejam, pemerintah Belanda tidak pernah secara terbuka
membahas pembantaian Rawagede.
Peristiwa ini sekaligus sebagai bukti pengakuan adanya pelanggaran serius
HAM oleh Pemerintah Hindai Belanda.
Peristiwa ini mengajarkan bagaimana negara-negara beradab mengakui
kesalahan masa lalu, memperbaiki masa depan dan memberikan pelajaran penting,
agar perbuatan serupa tidak berulang di
kemudian hari.
Namun peristiwa Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen di Kepulauan
Banda, orang yang bertanggung jawab membantai habis ribuan rakyat Banda atau kasus pembantaian puluhan ribu masyarakat Sulawesi Selatan oleh
Raymond Pierre Paul Westerling pada tahun 1946-1947 silam masih belum diakui
oleh Pemerintah Belanda.
Peristiwa yang telah disampaikan merupakan
catatan-catatan kecil dari catatan-catatan hitam genosida oleh Pemerintah
Belanda.
Begitu juga terhadap peristiwa Jugun Ianfu terhadap
Indonesia maupun negara-negara asia lainnya seperti Philipina, Thailand oleh
Pemerintah Jepang belum dilakukan peristiwa yang sama dengan pemerintah
Belanda. Jugun Ianfu adalah istilah Jepang
terhadap perempuan penghibur tentara kekaisaran Jepang. Umumnya para gadis jugun
ianfu adalah anak-anak ambtenaar pribumi Jawa yang termakan
tipuan pemerintah pendudukan Jepang yang mengakui ”Saudara tua” yang akan
membantu melepaskan dari penjajahan. Pemerintah Jepang masih enggan untuk
mengakui dan kekeliruan masa lalu dan meminta maaf kepada korban. Buktinya,
pada 25 Desember 2004 lalu Mahkamah Agung Jepang menolak gugatan class action
para perempuan Filipina korban Jugun Ianfu yang mereka lakukan 10 tahun
sebelumnya Sampai sekarang korban masih terus berjuang meminta
pertanggungjawaban kepada Jepang dan memulihkan kondisi traumatik kepada
korban.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran
hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan
pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.
Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara
perorangan ataupun kelompok.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
- Pembunuhan masal (genisida)
- Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
- Penyiksaan
- Penghilangan orang secara paksa
- Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
Menggunakan
kategori yang disampaikan berdasarkan ketentuan Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39
Tahun 1999 maka di Indonesia masih ditemukan kasus Pelanggaran HAM berat yang
belum terungkap.
Tabel 1. Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
No
|
Kasus
|
Deskripsi Kasus
|
Kasus Pembantaian Anggota PKI
(1965)
|
Terjadinya pembantaian terhadap anggota PKI pasca peristiwa 30 September
1965. Diperkirakan 5 juta anggota PKI yang dibunuh
|
|
Kasus Tanjung Priok
(1984)
|
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar
yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga
terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat
kekerasan dan penembakan.
|
|
Kasus terbunuhnya Marsinah
(1994)
|
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak
pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara
mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan,
penganiayaan dan pembunuhan.
|
|
Kasus terbunuhnya wartawan Udin
(1996)
|
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari
harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan
akhirnya ditemukan sudah tewas.
|
|
Peristiwa Aceh
(1990)
|
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan
korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa.
Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak
tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
|
|
Peristiwa penculikan para aktivis politik
(1998)
|
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan)
terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang
meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).
|
|
Peristiwa Trisakti dan Semanggi
(1998)
|
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan
puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November
1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24
September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).
|
|
Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak
pendapat
(1999)
|
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat
1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala
negara terkait
|
|
Kasus Ambon
(1999)
|
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang
merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi
penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.
|
|
Kasus Poso
(1998 –
2000)
|
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri
dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II
Poso.
|
|
Kasus Dayak dan Madura
(2000)
|
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang
juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.
|
|
Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat
lainnya
|
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005
yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik
dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.
|
|
Kasus Munir
(2002)
|
Munir, seorang aktivis HAM dibunuh di Pesawat Garuda Indonesia Airways
Jakarta – Denhaag. Munir diracun dengan arsenik dan dibunuh akibat
aktivitasnya memperjuangkan HAM di Indonesia.
|
Data didapatkan
dari berbagai sumber
Banyak kalangan yang anti HAM ”mempersoalkan” dan mempertanyakan mengapa
Indonesia harus terus membicarakan pelanggaran HAM padahal HAM merupakan
sejarah masa lalu yang kelam. Dengan alasan tidak perlu mengungkit-ungkit dan
mengorek masa lalu, kasus HAM tidak perlu di bahas.
Namun yang dilupakan kalangan anti HAM, mempersoalkan dan mempertanyakan
pelanggaran HAM yang dilakukan masa lalu bukan ingin menggali atau
mengungkit-ungkit masa lalu. Tapi dengan mengungkapkan pelanggaran HAM akan
dilihat pertanggungjawaban dari pelaku terhadap korban dimuka persidangan.
Selain itu juga akan menjadi
pembelajaran dan pelajaran penting agar peristiwa serupa tidak terulang di masa
depan. Dan Indonesia menatap masa depan dengan menyelesaikan masa lalu dan
menghapuskan dendam dari korban.
Dengan harapan itulah, maka pengungkapan pelanggaran HAM mutlak terus
disuarakan.Dan meminta maaf dari negara adalah keharusan.