31 Juli 2025

opini musri nauli : Dialog dan Perdebatan Sengit (imajiner) : Meratapi Nasib Bangsa Indonesia

 


Sebuah ruangan sederhana, pengap, dengan bau tembakau dan kopi yang samar. Meja kayu usang di tengah ruangan, di atasnya terhampar beberapa lembar surat kabar lusuh dan peta Indonesia yang diwarnai garis-garis merah. Suasana terasa mencekam, dipenuhi gema kekecewaan yang mendalam, seolah mengabaikan gemuruh revolusi di luar.


Bung Karno: (Berdiri tegak, sorot matanya menyala-nyala, menembus seolah melihat masa depan) Saudara-saudaraku sekalian! Saya melihat ini semua dan darah saya mendidih! INI BUKAN INDONESIA MERDEKA YANG KITA REBUT DENGAN DARAH DAN AIR MATA! Mana suara rakyat yang dulu menggelegar di setiap kota? Mengapa kekuasaan yang kita genggam erat ini, justru terasa membebani rakyat jelata?! Jika saya masih diberi umur, akan saya kibarkan kembali panji-panji revolusi, akan saya ganyang semua ketidakadilan ini sampai ke akar-akarnya!

Bung Hatta: (Mengepalkan tangan di atas meja, suaranya bergetar menahan amarah yang teramat dalam, namun tetap tenang) Saya sudah berpesan, sudah saya titipkan amanat ini: JANGAN SAMPAI EKONOMI KITA DIJAJAH BANGSA LAIN! Jangan sampai bumi pertiwi kita, yang kaya raya ini, justru hanya dinikmati para tuan besar dari seberang lautan, sementara rakyat kita sendiri hidup dalam kemelaratan! Korupsi dan penyelewengan merajalela di setiap sendi! Ini adalah pengkhianatan yang nyata terhadap sumpah dan janji para pahlawan bangsa! Mereka menjual marwah negeri ini demi setumpuk harta fana!


Bung Tan Malaka: (Melompat dari kursinya, suaranya menggelegar, bergemuruh seperti petir di siang bolong) HENTIKAN PENINDASAN INI! Saya menyaksikan sendiri, kaum kuli dipaksa tunduk, petani dirampas tanahnya, dan suara-suara mereka dibungkam paksa! Katanya demokrasi, katanya kedaulatan rakyat, tapi nyatanya hanya segelintir borjuis yang menikmati kemerdekaan ini! INI BUKAN REVOLUSI NASIONAL YANG SAYA IMPIKAN! INI ADALAH PENJAJAHAN BARU DENGAN WAJAH ANAK NEGERI! Jika bara revolusi tak kunjung menyala, maka api amarah rakyat akan membakar istana-istana kemewahan mereka!


Haji Agus Salim: (Menghela napas panjang, wajahnya memerah menahan kegusaran yang teramat sangat, namun tetap dengan wibawa seorang ulama) Astaghfirullahaladzim! Di mana akhlak dan budi pekerti bangsa kita?! Para pemimpin yang seharusnya menjadi pelita, justru mempertontonkan arogansi dan kemaksiatan di depan umum. Dusta menjadi kebenaran, fitnah menjadi santapan sehari-hari. Nilai-nilai agama diperolok-olok, adat istiadat luhur diinjak-injak! Apakah kalian lupa, bahwa kehancuran suatu peradaban bermula dari rusaknya moral para pemimpin dan rakyatnya?! Ini adalah aib yang tak termaafkan bagi bangsa yang mengaku bertuhan!


Sutan Sjahrir: (Menatap tajam ke depan, suaranya dingin menusuk, penuh kekecewaan yang membekas) Saya selalu percaya pada akal sehat dan pemikiran kritis. Tapi apa yang saya saksikan sekarang?! Kebodohan dipelihara, rasionalitas dimatikan! Informasi disalahgunakan untuk memecah belah, bukan untuk mencerdaskan rakyat. Demokrasi kita, yang seharusnya menjadi wadah persatuan, kini cacat karena kepentingan sesaat! Hukum itu, hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas! Ini bukan jalan menuju kemajuan, ini adalah jurang kemunduran! Kita telah gagal mencetak generasi yang mandiri dan berani, justru menciptakan generasi yang mudah diombang-ambingkan dan apatis!


Bung Karno: (Kembali menatap satu per satu wajah para sahabatnya, suaranya sedikit mereda namun tetap penuh keprihatinan yang mendalam) Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita biarkan bangsa ini terpuruk dalam jurang kenistaan ini?! Apakah pengorbanan kita sia-sia belaka?!


Bung Hatta: Kita harus teriakkan ini! Teriakan perlawanan moral! Bangkitkan kembali kesadaran rakyat akan hak-haknya yang terampas!


Bung Tan Malaka: Kobarkan kembali semangat perlawanan rakyat! Hanya rakyat yang sadar dan berani yang bisa mengubah nasibnya sendiri!

Haji Agus Salim: Ingatkan mereka, iman adalah benteng terkuat! Kembalilah pada ajaran kebenaran yang murni, bukan yang ternoda oleh nafsu duniawi.


Sutan Sjahrir: Bangunlah pendidikan yang mencerahkan! Berikan mereka akal sehat dan keberanian untuk bertanya, untuk menuntut kebenaran sejati!


Bung Karno: (Dengan suara lantang, mengakhiri, seolah menembus batas waktu) Maka, ini adalah AMANAT BAGI GENERASI PENERUS! Jangan pernah lupakan pahitnya perjuangan kita. Jangan pernah biarkan Indonesia jatuh ke tangan-tangan yang salah! MERDEKA SEJATI HANYA AKAN TERCAPAI JIKA RAKYATNYA BENAR-BENAR BERDAULAT, ADIL, DAN SEJAHTERA! Jika tidak, maka kita semua, para pejuang ini, telah mengkhianati cita-cita luhur ini!



Advokat. Tinggal di Jambi