Akhir-akhir ini tema yang paling menarik perhatian publik adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 140.000 rekening tidak aktif atau dorman. Hal ini yang menjadi alasan PPATK memblokir rekening agar tak disalahgunakan.
Alasannya PPATK menemukan banyak rekening tidak aktif (bahkan terdapat lebih dari 140.000 rekening dorman hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp 428.612.372.321,00) tanpa ada pembaruan data nasabah. Tentu saja PPATK menggunakan dasar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010.
Suasana heboh. Publik kemudian menjadi heran. Lalu bagaimana dengan semangat menabung yang sering dikampanyekan ?
Untuk melihat upaya yang dilakukan PPATK mari kita telusuri lebih jauh.
Didalam Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 2010 yang menjadi landasan hukum maka kita pelototi sama-sama.
Pasal 8 ayat (1) Ayat (1) “Penyedia Jasa Keuangan wajib menunda Transaksi yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana atau terkait dengan tindak pidana Pencucian Uang. Sedangkan didalam Ayat (2) “Penundaan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diketahui atau patut diduga adanya dugaan tindak pidana Pencucian Uang. Ayat (3) Dalam hal setelah berakhirnya jangka waktu penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diperoleh hasil penelusuran oleh Penyidik atau belum adanya putusan pengadilan, Penyedia Jasa Keuangan dapat membuka kembali Transaksi tersebut. Dan ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penundaan Transaksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8 ini secara langsung melegitimasi tindakan penghentian atau penundaan transaksi, yang dalam praktiknya sering diimplementasikan sebagai pemblokiran rekening. Ini memberikan dasar hukum yang kuat bagi bank atau lembaga keuangan lainnya untuk bertindak cepat ketika mendeteksi adanya aktivitas yang mencurigakan atau patut diduga terkait dengan TPPU.
Kewajiban "menunda Transaksi" di sini adalah kunci utama yang memungkinkan PPATK dan Penyedia Jasa Keuangan untuk "membekukan" dana sementara guna mencegah penyebaran atau penggunaan lebih lanjut dari dana ilegal. Batasan waktu 5 hari kerja juga menunjukkan bahwa tindakan ini adalah langkah awal yang sementara, memberikan ruang bagi penyelidikan lebih lanjut.
Apabila ditelisik dari makna pasal 8 maka timbul pertanyaan. Apakah itu dapat dijadikan dasar oleh PPATK untuk dana simpanan di Bank ?
Sama sekali tidak. Pasal 8 justru memberikan ruang kepada siapapun (termasuk Aparat penegak hukum) untuk “mempelototi” apabila adanya transaksi yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil pidana atau pencucian uang”. Biasa juga disebutkan dengan transaksi mencurigakan.
Jadi yang harus “dipelototi” adalah “transaksi mencurigakan. Bukan rekening yang yang uang disimpan sebagai Tabungan.
“Membekukan” rekening sebagai Tabungan tidak termasuk kedalam kategori “transaksi yang mencurigakan”. Apalagi kemudian “melompat” rekening Tabungan yang tidak ada transaksi 3 bulan sebagai “transaksi yang mencurigakan”.
Dengan demikian dasar hukum yang digunakan PPATK sama sekali tidak boleh “menyasar” kepada nasabah yang telah mempercayakan menabung uang di bank.
Berbeda dengan sistem di perbankan sendiri yang telah mengatur tentang “tiada transaksi” didalam waktu tertentu. Dengan sistem yang telah lama dikenal di Perbankan, sistem itu kemudian harus dilakukan “verifikasi” ulang. Misalnya tidak ada transaksi 3 bulan atau 6 bulan. Maka sistem kemudian “mengunci”. Namun ketika dilakukan verifikasi, sistem itu kemudian berjalan seperti semula.
Dengan demikian “kerancuan” menafsirkan Pasal 8 UU 8 Tahun 2010 tidak boleh menyasar kepada simpanan nasabah yang telah mempercayakan kepada bank. Sehingga upaya “menutup rekening” menggunakan pasal 8 kepada nasabah perbankan tidak dapat dibenarkan oleh hukum.
Selain itu “kehebohan” yang terjadi justru akan menghilangkan “kepercayaan” masyarakat yang rela menyimpan di bank.
Padahal kampanye “menyimpan di bank” menjadi salah satu tema yang terus digalakkan akhir-akhir ini.
Dan cara yang telah dilakukan jusru kontraproduktif dengan kampanye yang telah dilakukan.