30 Maret 2016

opini musri nauli : Marga Senggrahan


Marga Senggrahan termasuk kedalam Luak XVI. Luak XVI terdiri dari Marga Serampas, Marga Sungai Tenang, Marga Peratin Tuo, Marga Tiang Pumpung dan Marga Renah Pembarap.
Kata “senggrahan” berasal dari kata “pesanggrahan”. Artinya “persinggahan” Raja Jambi dari Tanah Pilih sebelum pergi berburu.

Marga Senggrahan terdiri dari Dusun Kandang, Dusun Lubuk Beringin, Dusun Lubuk Birah dan Dusun Durian Rambun. Setiap dusun dipimpin pemangu Pemerintahan yang diberi gelar. Depati Tiang Menggalo di Dusun Kandang, Depati Surau Gembala Halim di Dusun Klipit, Depati Kurawo di dusun Lubuk Beringin, Depati Renggo Rajo di Lubuk Birah dan Rio Kemunyang di Dusun Durian Rambun. Nama Rio Kemunyang kemudian dijadikan nama Hutan Desa.[1]

Lubuk Beringin dikenal sebagai “Beringin” yang lebat. Beringin yang lebat merupakan Tempat orang banyak berkumpul.

Lubuk Birah berasal dari kata “birah”. Artinya Gelembung atau jin. Terletak di Pematang Tebat. Lubuk Birah merupakan tempat tinggal selungkup. Daun selungkup mirip dauh keladi. Daun Selungkup tidak tenggelam di air.

Dalam cerita tutur dari masyarakat, ketika banjir menghantam daerah Lubuk Birah, tempat yang tidak dimasuki banjir cuma terletak di daerah daung selungkup. Daerah yang tidak terkena banjir inilah yang kemudian menjadi pemukiman di Lubuk Birah. Untuk mengenang daerah aman dari banjir, maka mereka kemudian menyebutkan “Birah”. Daerah birah terletak di Lubuk. Sehingga kemudian dinamakan Lubuk Birah[2].

Sedangkan Durian Rambun dikenal didalam cerita rakyat sebagai durian yang bertakuk rambutan. Menurut kepercayaan masyarakat, pohon durian tidak boleh ditebang (ditutu). Salah seorang kemudian menebang pohon rambutan. Namun akibat pohon rambutan ditebang dan mengenai pohon durian, maka kemudian sang penebang pohon dijatuhi sanksi. Namun sang penebang protes karena tidak pernah menebang pohon durian. Padahal yang ditebang cuma pohon durian.

Untuk mengenang cerita rakyat, maka dusun kemudian disebut Durian rambun. Cerita yang sama juga diceritakan oleh Ketua Lembaga Adat Desa Durian Rambun[3].

Mereka mengaku sebagai “Serampas rendah”. Sebagai bagian dari ikrar marga Serampas yang kemudian “beladang jauh” ke Senggrahan.

Hubungan kekerabatan dengan Marga Tiang Pumpung, Marga Renah Pembarap ditandai dengan seloko “Gedung di tiang pumpung, Pasak di Pembarap. Dan kunci di Senggrahan[4].  Mereka mengaku keturunan dari Sri Saidi Malin Samad. Sri Saidi Malin Samad mempunyai saudara Siti Baiti dan Syech Raja. Syech Raja diakui sebagai “puyang” Renah Pembarap. Sedangkan Siti Baiti “puyang” Marga Tiang Pumpung.

Selain itu juga hubungan kekerabatan antara Marga Senggrahan begitu kuat dengan Marga Renah Pembarap. Masyarakat Marga Senggrahan mengaku banyak berasal dari Marga Renah Pembarap. Cerita ini dikuatkan dari Guguk dan Lubuk Beringin.

Tambo Marga Senggrahan berbatas dengan Marga Peratin Tuo, Marga Tiang Pumpung, Marga Pangkalan Jambu, Marga Renah Pembarap. Marga Peratin Tuo ditandai dengan tambo seperti “hulu sungai Birun ke bukit Majo, terus ke napal takuk rajo (Dusun Sepantai).

Sedangkan Tiang Pumpung dengan Tambo “Renah kayu Gedang mendaki Bukit punggung Parang”. Terus Renah Bilut yang terletak di Badak Tekurung. 

Marga Pangkalan Jambu ditandai dengan Tambo “Bukit Sengak terus Renah Hutan udang. Terus Bukit Kapung Sungai Tinggi balek ke Belalang Bukit Gagah Berani

Marga Renah Pembarap ditandai dengan Hilir Bukit Kemilau Rendah terus ke Bukit Kemilau Tinggi terus bukit tepanggang. Terus ke Sri Serumpun Muara Nilo. Bukit tepanggang berbatas juga dengan Guguk yang termasuk kedalam marga Renah Pembarap[5].

Batas antara Marga Senggrahan dengan Marga Pangkalan Jambi merupakan keunikan. Marga Senggrahan menyebutkan Bukit Kapung Sungai Tinggi Bane Belalang Bukit Gagah berani”. Sedangkan Marga Peratin Tuo menyebutkan “Bukit berani. Sedangkan Marga Pangkalan Jambu menyebutkan “Bukit lipai besibak. Lubuk Birah juga menyebutkan “Bukit Lipai besibak”[6].

Bukit Kapung Sungai Tinggi Bane Belalang Bukit Gagah berani” atau “Bukit berani” atau “Bukit lipai besibak menunjukkan tempat yang sama. Atau dengan kata lain, penamaan yang berbeda namun menunjuk tempat yang sama.

Marga Senggrahan termasuk kedalam Luak XVI. Dalam bukunya “Djambi”, Tideman menyebutkan “Luak XVI merupakan federasi. Luak XVI merupakan 10 Marga di Kerinci dan 6 Marga di Bangko. Bersama-sama dengan Serampas, Sungai Tenang, Peratin Tuo, Tiang Pumpung, Renah Pembarap mengaku berasal dari Mataram (Jawa)[7].  Tideman kemudian menyebutkan “Senggrahan termasuk kedalam Sungai Manau”. Senggrahan bersama-sama dengan Pratin Tuo dan Mesoemai[8].

Dusun Kandang kemudian masuk kedalam Dusun Lubuk Beringin. Dusun Lubuk Beringin, Dusun Lubuk Birah dan Dusun Durian rambun kemudian masuk kedalam Kecamatan Muara Siau. Sehingga nama Marga Senggrahan praktis tidak tertinggal selain cerita rakyat dan dokumen sejarah lainnya.

Tidak ada satupun ornament yang tersisa mengenai Marga Senggrahan. Namun tutur cerita dari rakyat, masyarakat masih mengenal dengan baik tentang Marga Senggrahan.



[1] Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Kelembagaan dan Pengelolaan Hutan Desa Rio Kemunyang Desa Durian Rambun
[2] Kepala Dusun Lubuk Beringin, Desa Lubuk Beringin 27 Maret 2016
[3] Lembaga Adat Desa Durian Rambun, Desa Durian Rambun, 28 Maret 2016
[4] Seloko ini juga disebutkan oleh Samsuddin, Lembaga Adat Kecamatan Renah Pembarap, Guguk, 16 Maret 2016
[5] Samsuddin, Guguk, 16 Maret 2016. Guguk termasuk kedalam Marga Renah Pembarap.
[6] Pertemuan di Muara Siau, Muara Siau, Mei 2011
[7] Djambi, bewerkt door J. Tideman, met medewerking, Bruk de Bussy, 1938,  , Hal. 134
[8] Djambi, bewerkt door J. Tideman, met medewerking, Bruk de Bussy, 1938,  , Hal, 131