14 September 2020

opini musri nauli : Jambi dan Antropologi


Dalam karya master piece-nya, Prof. Koentjaraningrat (Pak Koen), dijelaskan untuk melihat sebuah kebudayaan suku bangsa dapat dilihat dari berbagai unsur.

 

Menggunakan istilah “Suku bangsa” untuk melihat kebudayaan di Indonesia kurang tepat. Apabila dilihat dari berbagai unsur pembentuk kebudayaan, maka berbagai yang disebut sebagai “suku bangsa” justru menunjukkan derajat sebagai bangsa.

Lihatlah Unsur kebudayaan seperti Bahasa, system mata pencarian, system kekerabatan, kesatuan hidup local tradisional, system religi, system teknologi dan kesenian tradisional.

 

Apabila dilihat dari unsur pembentukan kebudayaan di Jambi dapat dilihat dari berbagai unsur.

 

Sebagai Bahasa, keunikan Bahasa di Jambi menampakkan keunikan tersendiri. Bahasa Jambi yang tidak terlepas dari seloko sebagai ajaran kebijaksaan mengalir dari berbagai tutur tokoh adat.

 

Cara pandang kepemimpinan yang ditandai dengan “bak tali sepilin”, adalah ujaran yang disampaikan dan menempatkan pemimpin dalam struktur adat yang dihormati.

 

Belum lagi berbagai seloko yang menunjukkan pengelolaan sumber daya alam, tanah, cara pandang dengan air, menghormati tempat leluhur dan tempat yang dihormati adalah menunjukkan derajat Bahasa yang tinggi.

 

Tidak sembarangan untuk memahami seloko. Selain merupakan “tuah” dari pewaris seloko juga dibantu dengan cara pandang dengan alam sekitarnya.

 

Sehingga tidak salah kemudian Bahasa Jambi menunjukan derajat berbeda dengan bangsa lain.

 

Sistem mata pencarian entah pendekatan “berburu-meramu” masih terlihat jelas dari masyarakat “orang rimba” yang tinggal di Bukit 12. Sisa jejaknya masih dikenal dalam rumpun adat Masyarakat Batin 9 yang tinggal di perbatasan Jambi-Sumsel.

 

Sedangkan berbagai pola pertanian masih dikenal diberbagai tempat. “beumoh”, “talang”, “genah umo/umo genah” adalah tempat yang dikategorikan sebagai tempat untuk menanam padi. Praktek yang masih banyak terjadi. Entah daerah ulu Sungai Batanghari maupun daerah ilir yang bermuara di Laut Pantai Timur Sumatera.

 

Selain itu juga dikenal areal perkebunan yang sering juga disebut sebagai seloko “petanang”, kebun mudo, kebun tuo,

 

Sedangkan tempat-tempat yang sering untuk menangkap ikan dikenal seperti “aur”, “soak”, danau”, payo, “payo dalam”, bento”. Daerah yang sering juga disebut sebagai Kawasan gambut.

 

Begitu juga teknologi yang digunakan. Berbagai nama seperti “parang”, “tanjak”, “beliung”, “lukah”, “jalo”, adalah teknologi yang digunakan untuk berbagai kegiatan “berburu”-bertani dan mengambil ikan.

 

Sistem kekerabatan juga berbeda antara satu dengan yang lain. Ada menggunakan system kekerabatan patrilianal, matrilianal maupun parental.

 

Sistem pewarisan yang mengenal “pewaris” membuat anak kemenakan dalam suatu komunitas membuat “tidak boleh mengawini” dalam satu keluarga besar. Sistem ini masih dikenal diberbagai tempat di Merangin dan Sarolangun.

 

Sistem kekerabatan yang dikenal seperti kalbu, suku, guguk, adalah bentuk system kekerabatan yang dibangun. Nama-nama yang tidak banyak dikenal diluar Provinsi Jambi.

 

Sistem kesatuan hidup juga dikenal di Jambi. Keluarga inti yang tunduk kedalam system kemudian mengenal “tengganai” sebagai kepala keluarga inti. “Tengganai” merupakan perwakilan keluarga besar dalam berbagai keputusan rapat adat.

 

Sedangkan kumpulan berbagai “tengganai” kemudian menginduk ke “ninik mamak” dalam rapat besar adat.

 

“Tengganai” dan “ninik mamak” sering disebutkan didalam Seloko “tempat betanyo. Tempat balek beberito”.

 

Ninik mamak masuk kedalam struktur adat yang kemudian dikenal “tali tiga sepilin’. Salah satu struktur penting struktur adat di Provinsi Jambi.

 

Pembentuk Kebudayaan lain juga dikenal seperti system religi. Penamaan nenek moyang seperti “Nenek semula jadi”, “Puyang berempat”, adalah sekedar bagaimana “nenek moyang” ditempat” sebagai berbagai ritual religi.

 

Kenduri sko yang masih terjadi membuktikan, system religi masih diterapkan dalam praktek dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kesenian tradisional juga dikenal dalam berbagai kegiatan kesenian. Entah “krino”, “bersenandung”, “kompangan”, “nuju hari”, adalah identitas yang masih dilestarikan hingga kini.

 

Selain itu alat tradisional seperti “ketipung”, “rebana’, adalah sekedar bagaimana alat itu masih digunakan.

 

Begitu juga anyaman dari rotan”, bentuk rumah, “kajang lako” sebagai perahu khas Jambi, ukiran bubungan rumah, letak tangga rumah, jumlah kamar rumah, adalah pembentuk kebudayaan di Jambi.

 

Dengan membaca unsur pembentukan kebudayaan di Jambi, tidak salah kemudian Jambi adalah sebagai bangsa yang besar. Bangsa yang terpisah dari berbagai kebudayaan lain.

 

Pengaruh Minangkabau, Palembang, Turki, Yaman, Arab, Mataram, Majapahit, Inhil, Tiongkok, India tidak dapat dihindarkan.

 

Sebagai bangsa yang menjadi bagian dari “percaturan’ perdagangan dunia, pengaruh berbagai dunia memperkaya di Jambi.

 

Namun sebagai bangsa yang besar, Jambi memiliki kekhasan tersendiri.

 

Sehingga lebih tepat Jambi ditempatkan sebagai Bangsa Melayu Jambi. Bukan Cuma “sekedar suku bangsa” yang sering disampaikan berbagai pihak.


Pencarian terkait : Musri nauli, opini musri nauli, jambi dalam hukum, hukum adat jambi, jambi, 


Opini Musri Nauli dapat dilihat : www.musri-nauli.blogspot.com