05 Mei 2017

opini musri nauli : Depati Duo Silo


Menurut tutur di Marga Renah Pembarap, “Puyang” mereka berasal dari Jawa Mataram dan Minangkabau. Yaitu Panatih Lelo Majnun, Panatih Lelo Baruji dan Panatih Lelo Majanin. Sedangkan dari Minangkabau Syech Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin Samad. Cerita tentang sejarah Marga Renah Pembarap mengenai “Syech Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin Samad” juga ditemukan di Marga Senggarahan[1].
Sejarah Mataram merupakan wujud ikrar kedatangan dari Kerajaan-kerajaan yang mengakui kebesaran Mataram. Sedangkan Minangkabau merupakan kedatangan masyarakat dari Kerajaan Pagaruyung yang hidup di ulu Sungai Batanghari.

Penghormatan terhadap “Alam sekato Rajo” dan Ikrar terhadap Kerajaan Jambi dan Minangkabau ditandai dengan berbagai seloko.

Di Marga Sungai Tenang dikenal seloko “Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau. Sedangkan di Marga Jujuhan, Marga VII Koto dan Marga IX Koto dikenal seloko “Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung. Barbara Watson Andaya sendiri memberikan istilah “hubungan otonom Hulu-hilir[2].

Kata Renah Pembarap berasal dari kata Renah dan Pembarap. Renah adalah tanah yang rendah. Sedangkan “Pembarap” berasal dari kata “membarap’ yang berarti “keputusan”.

Versi yang lain menyebutkan “pembarap” artinya tua dimana tempat Marga Renah Pembarap merupakan tanah kepemimpinan yang tua didalam Luak XVI.
Dengan demikian  maka Renah Pembarap adalah Tempat untuk mengambil keputusan-keputusan penting di Luak XVI.

Penghormatan terhadap Renah Pembarap dapat dijumpai di Marga Senggarahan.

Tembo Marga Renah Pembarap kemudian ditetapkan oleh Raja Jambi yaitu Sultan Anom Seri Mogoro yang disebut tanah Depati atau  Tanah Batin[3] Yang ditandai dengan Piagam Lantak Sepadan yang menyatakan wilayah Marga Renah Pembarap[4]. Menurut Datuk H Abubakar didalam tulisannya “Masyarakat Adat Guguk Jambi”, Piagam Lantak Sepadan  bertarikh 1170 h/1749 Masehi. Dalam silsilah Raja Jambi, periode 1740-1770 dipimpin oleh Sultan Astra Ingologo[5].

Didalam Peta “Scketskaart Residentie Djambi (Adatgemeenschappen (Marga’s). Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Pangkalana Jambu, Marga Tanah Renah, Batin IX Ulu, Marga Senggrahan, Marga Peratin Tuo dan Marga Serampas.

Menurut Tembo, Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Senggarahan yang ditandai dengan “Dari Muara Sungai jambun terus meniti jalan ke telun sungai kasen terus ke teluk ske sungai semantung. Sedangkan dengan Marga Pangkalan Jambu ditandai dengan “Kemulau Rendah, Ulu Sungai Batu Putih, Pematang Punggung Parang. Sedangkan menurut Marga Pangkalan Jambu, batasnya adalah Bukit Gajah Berani. Dengan Marga Tiang Pumpung yang ditandai dengan Sungai Kunyit, Bukit Gedang, Bukit Mujo napal takuk rajo, Dengan Marga Tanah Renah ditandai di Muara Panco di Sungai Belarik di Sungai .

Hubungan kekerabatan dengan Marga Tiang Pumpung, Marga Senggrahan ditandai dengan seloko “Gedung di tiang pumpung, Pasak di Pembarap. Dan kunci di Senggrahan.  Mereka mengaku keturunan dari Sri Saidi Malin Samad. Sri Saidi Malin Samad mempunyai saudara Siti Baiti dan Syech Raja. Syech Raja diakui sebagai “puyang” Renah Pembarap. Sedangkan Siti Baiti “puyang” Marga Tiang Pumpung.[6]

Pusat Marga Renah Pembarap terletak di Guguk dan dipimpin Depati Nan Duo Silo sehingga dikenal Marga nan duo Silo. Silo adalah “duduk bersila” dua orang yang memimpin Pemerintahan Marga Renah Pembarap. Yaitu Depati  Mangkuyudo dan Depati Mangkurajo.

Marga Renah Pembarap terdiri dari Dusun Palegai Panjang, Dusun Air Batu, Dusun Baru. Dusun Parit, Dusun Kebun. Dusun Air Batu dipimpin oleh Depati Karang Seni, Dusun Baru dipimpin Purbogede, Dusun Parit dipimpin oleh Depati Melindau. Dusun Palegai panjang kemudian dikenal sebagai Desa Guguk.

Marga Renah Pembarap kemudian menjadi kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin yang terdiri dari Desa Air Batu, Desa Durian Batakuk, Desa Guguk, Desa Markeh, Desa Muara Bantan, Desa Parit Ujung Tanjung, Desa Renah Medan, Desa Simpang Muara Panco Timur, Desa Simpang Parit, Desa Simpang Tiga Muara Panco dan Desa Talang Segegah.



[1] Kepala Dusun Lubuk Beringin, Desa Lubuk Beringin 27 Maret 2016
[2] Hubungan antara Hulu dan Hilir merupakan hubungan dagang yang saling otonomi. Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara – Sumatra Tenggara Pada Abad XVII – XVIII, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2016, Hal. 246
[3] Lindayanti, “Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat Plural, Jambi 1970-2012
[4] Guguk, 16 Maret 2016
[5] Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara – Sumatra Tenggara Pada Abad XVII – XVIII, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2016, Hal. 290
[6] Kepala Dusun Lubuk Beringin, Desa Lubuk Beringin 27 Maret 2016