Menurut
tutur di Marga Renah Pembarap, “Puyang” mereka berasal dari Jawa Mataram dan
Minangkabau. Yaitu Panatih Lelo Majnun, Panatih Lelo Baruji dan Panatih Lelo
Majanin. Sedangkan dari Minangkabau Syech Rajo, Syech Beti dan Syech Saidi Malin
Samad. Cerita tentang sejarah Marga Renah Pembarap mengenai “Syech Rajo, Syech
Beti dan Syech Saidi Malin Samad” juga ditemukan di Marga Senggarahan[1].
Sejarah
Mataram merupakan wujud ikrar kedatangan dari Kerajaan-kerajaan yang mengakui
kebesaran Mataram. Sedangkan Minangkabau merupakan kedatangan masyarakat dari
Kerajaan Pagaruyung yang hidup di ulu Sungai Batanghari.
Penghormatan
terhadap “Alam sekato Rajo” dan Ikrar terhadap Kerajaan Jambi dan Minangkabau
ditandai dengan berbagai seloko.
Di
Marga Sungai Tenang dikenal seloko “Tegak Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau. Sedangkan di Marga Jujuhan, Marga VII Koto dan Marga IX
Koto dikenal seloko “Jika mengadap ia ke
hilir, jadilah beraja ke Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung. Barbara
Watson Andaya sendiri memberikan istilah “hubungan otonom Hulu-hilir[2].
Kata Renah
Pembarap berasal dari kata Renah dan Pembarap. Renah adalah tanah yang rendah.
Sedangkan “Pembarap” berasal dari kata “membarap’ yang berarti “keputusan”.
Versi yang
lain menyebutkan “pembarap” artinya tua dimana tempat Marga Renah Pembarap
merupakan tanah kepemimpinan yang tua didalam Luak XVI.
Dengan
demikian maka Renah Pembarap adalah
Tempat untuk mengambil keputusan-keputusan penting di Luak XVI.
Penghormatan
terhadap Renah Pembarap dapat dijumpai di Marga Senggarahan.
Tembo
Marga Renah Pembarap kemudian ditetapkan oleh Raja Jambi yaitu Sultan Anom Seri
Mogoro yang disebut tanah Depati atau
Tanah Batin[3]
Yang ditandai dengan Piagam Lantak Sepadan yang menyatakan wilayah Marga Renah
Pembarap[4]. Menurut
Datuk H Abubakar didalam tulisannya “Masyarakat Adat Guguk Jambi”, Piagam
Lantak Sepadan bertarikh 1170 h/1749
Masehi. Dalam silsilah Raja Jambi, periode 1740-1770 dipimpin oleh Sultan Astra
Ingologo[5].
Didalam
Peta “Scketskaart Residentie Djambi (Adatgemeenschappen (Marga’s). Marga Renah
Pembarap berbatasan dengan Marga Pangkalana Jambu, Marga Tanah Renah, Batin IX
Ulu, Marga Senggrahan, Marga Peratin Tuo dan Marga Serampas.
Menurut
Tembo, Marga Renah Pembarap berbatasan dengan Marga Senggarahan yang ditandai
dengan “Dari Muara Sungai jambun terus meniti jalan ke telun sungai kasen terus
ke teluk ske sungai semantung. Sedangkan dengan Marga Pangkalan Jambu ditandai
dengan “Kemulau Rendah, Ulu Sungai Batu Putih, Pematang Punggung Parang. Sedangkan
menurut Marga Pangkalan Jambu, batasnya adalah Bukit Gajah Berani. Dengan Marga
Tiang Pumpung yang ditandai dengan Sungai Kunyit, Bukit Gedang, Bukit Mujo
napal takuk rajo, Dengan Marga Tanah Renah ditandai di Muara Panco di Sungai
Belarik di Sungai .
Hubungan
kekerabatan dengan Marga Tiang Pumpung, Marga Senggrahan ditandai dengan seloko
“Gedung di tiang pumpung, Pasak di
Pembarap. Dan kunci di Senggrahan.
Mereka mengaku keturunan dari Sri Saidi Malin Samad. Sri Saidi Malin
Samad mempunyai saudara Siti Baiti dan Syech Raja. Syech Raja diakui sebagai
“puyang” Renah Pembarap. Sedangkan Siti Baiti “puyang” Marga Tiang Pumpung.[6]
Pusat
Marga Renah Pembarap terletak di Guguk dan dipimpin Depati Nan Duo Silo
sehingga dikenal Marga nan duo Silo. Silo adalah “duduk bersila” dua orang yang
memimpin Pemerintahan Marga Renah Pembarap. Yaitu Depati Mangkuyudo dan Depati Mangkurajo.
Marga
Renah Pembarap terdiri dari Dusun Palegai Panjang, Dusun Air Batu, Dusun Baru. Dusun
Parit, Dusun Kebun. Dusun Air Batu dipimpin oleh Depati Karang Seni, Dusun Baru
dipimpin Purbogede, Dusun Parit dipimpin oleh Depati Melindau. Dusun Palegai
panjang kemudian dikenal sebagai Desa Guguk.
Marga
Renah Pembarap kemudian menjadi kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin yang
terdiri dari Desa Air Batu, Desa Durian Batakuk, Desa Guguk, Desa Markeh, Desa
Muara Bantan, Desa Parit Ujung Tanjung, Desa Renah Medan, Desa Simpang Muara
Panco Timur, Desa Simpang Parit, Desa Simpang Tiga Muara Panco dan Desa Talang
Segegah.
Baca : Istilah Marga di Jambi
[1] Kepala Dusun Lubuk Beringin, Desa Lubuk Beringin 27
Maret 2016
[2] Hubungan antara Hulu dan Hilir merupakan hubungan
dagang yang saling otonomi. Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara – Sumatra Tenggara
Pada Abad XVII – XVIII, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2016, Hal. 246
[3] Lindayanti, “Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat
Plural, Jambi 1970-2012
[4] Guguk, 16 Maret 2016
[5] Barbara Watson Andaya, Hidup Bersaudara – Sumatra Tenggara
Pada Abad XVII – XVIII, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2016, Hal. 290
[6] Kepala Dusun Lubuk Beringin, Desa Lubuk Beringin 27
Maret 2016