“Bang,
berapa orang anak ?”. Setiap pertanyaan yang kadangkala membuat jengah.
Ya.
Urusan pribadi atau urusan keluarga selalu memulai pembicaraan. Biasanya di
kampong-kampung.
Kadangkala
saya juga merasa heran. Mengapa pertanyaan pertama dan selalu pertanyaan yang
sama selalu memulai pembicaraan.
Dalam
komunitas yang berbeda, pertanyaan yang paling sering justru dimulai dari
“Dimana tinggal “’.
Kembali
ke pertanyaan semula. “Berapa orang anak”.
Pertanyaan
penting ini sekaligus menjadi nilai atau ukuran orang kampong untuk menilai
“siapa diri kita”.
Dengan
memulai pertanyaan, basa-basi ala kampong terasa hangat.
Ya.
Ukuran keluarga menjadi penting bagi orang kampong untuk menilai tamu atau
siapapun yang datang. Pertanyaan ini sekaligus untuk mengukur. Siapa diri kita.
Dengan
kedatangan tamu atau orang yang baru datang, ukuran menjadi penting. Bagaimana
dia mengelola atau mengatur keluarga.
“Bagaimana
dia mengurus keluarga” menjadi penting. Sekalian untuk melihat mengurus
keluarga. Dengan mengurus keluarga, maka menjadi mudah untuk melihat dan
mengurus orang banyak.
“Mengurus
satu keluarga itu penting”. Bagaimana mengurus keluarga kemudian menjadi
mengurus orang banyak.
Dengan
demikian maka setiap orang yang kemudian dipilih, kebanyakan dimulai dari
keluarga yang bahagia. Akur. Tidak bermasalah dengan sosialnya. Dan keluarga
dipandang baik. Dalam ranah alam cosmopolitan Melayu Jambi dikenal sebagai
“Tuah’. Dalam kajian ilmu yang baik kemudian dikenal “genetika”.
Keluarga
dilahirkan dari kepemimpinan maka kemudian melahirkan kepemimpin social
ditengah masyarakat. Entah menjadi panitia 17-an agustus, menggerakkan pemuda
untuk pertandingan Sepakbola, menggiatkan pertandingan volley atau acara Maulid
di Mesjid.
Begitulah
cara pandang sederhana masyarakat.