14 Desember 2018

opini musri nauli : BAHAGIA



“Bang, berapa orang anak ?”. Setiap pertanyaan yang kadangkala membuat jengah.

Ya. Urusan pribadi atau urusan keluarga selalu memulai pembicaraan. Biasanya di kampong-kampung.
Kadangkala saya juga merasa heran. Mengapa pertanyaan pertama dan selalu pertanyaan yang sama selalu memulai pembicaraan.

Dalam komunitas yang berbeda, pertanyaan yang paling sering justru dimulai dari “Dimana tinggal “’.

Kembali ke pertanyaan semula. “Berapa orang anak”.

Pertanyaan penting ini sekaligus menjadi nilai atau ukuran orang kampong untuk menilai “siapa diri kita”.

Dengan memulai pertanyaan, basa-basi ala kampong terasa hangat.

Ya. Ukuran keluarga menjadi penting bagi orang kampong untuk menilai tamu atau siapapun yang datang. Pertanyaan ini sekaligus untuk mengukur. Siapa diri kita.

Dengan kedatangan tamu atau orang yang baru datang, ukuran menjadi penting. Bagaimana dia mengelola atau mengatur keluarga.

“Bagaimana dia mengurus keluarga” menjadi penting. Sekalian untuk melihat mengurus keluarga. Dengan mengurus keluarga, maka menjadi mudah untuk melihat dan mengurus orang banyak.

“Mengurus satu keluarga itu penting”. Bagaimana mengurus keluarga kemudian menjadi mengurus orang banyak.

Dengan demikian maka setiap orang yang kemudian dipilih, kebanyakan dimulai dari keluarga yang bahagia. Akur. Tidak bermasalah dengan sosialnya. Dan keluarga dipandang baik. Dalam ranah alam cosmopolitan Melayu Jambi dikenal sebagai “Tuah’. Dalam kajian ilmu yang baik kemudian dikenal “genetika”.

Keluarga dilahirkan dari kepemimpinan maka kemudian melahirkan kepemimpin social ditengah masyarakat. Entah menjadi panitia 17-an agustus, menggerakkan pemuda untuk pertandingan Sepakbola, menggiatkan pertandingan volley atau acara Maulid di Mesjid.

Begitulah cara pandang sederhana masyarakat.