21 Agustus 2025

opini musri nauli : Simbolisme Tumbuhan Seloko Melayu Jambi


Seloko Melayu Jambi adalah perumpamaan atau peribahasa tradisional yang kaya akan makna filosofis dan moral. Salah satu tema yang dominan adalah penggunaan simbolisme tumbuhan yang mencerminkan pandangan mendalam masyarakat Melayu Jambi terhadap alam, kepemimpinan dan kehidupan sosial. 

Didalam  seloko tumbuhan menunjukkan untuk menyampaikan ajaran luhur dan nilai-nilai yang fundamental.


1. Kepemimpinan Sebagai Pohon Pelindung


Banyak seloko mengibaratkan pemimpin seperti pohon yang besar dan rindang, yang menunjukkan fungsinya sebagai pelindung dan pengayom. 


Seloko seperti “Pohon Beringin. Pohon Gedang ditengah dusun. Akarnya kuat tempat besilo. Dahannya kuat tempat begayut” menggambarkan seorang pemimpin yang memiliki kekuatan dan dapat diandalkan, menjadi tempat bersandar dan bernaung bagi masyarakat. 


Pemimpin juga diibaratkan sebagai pohon rindang yang akarnya tempat bersila, tempat berteduh dari panas dan hujan, serta tempat bertanya dan berbagi cerita. 

Seloko lain, “Kayu gedang ditengah dusun. Pohonnya rimbun. Akarnyo tempat duduk besilo,” juga memiliki makna serupa, yaitu pemimpin adalah tempat bernaung dan meminta nasihat. 


Sifat-sifat pemimpin yang ideal ini juga ditekankan melalui simbolisme daun, seperti pada seloko “Tudung-menudung bak daun sirih, Jahit menjahit bak daun petai,” yang menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan kerja sama.


2. Alam sebagai Guru dan Penjaga Kehidupan


Pandangan masyarakat Melayu Jambi terhadap alam tidak hanya sebatas sumber daya, tetapi juga sebagai guru dan penjaga kehidupan.


Seloko “Alam takambang jadi guru” secara eksplisit menyatakan bahwa alam adalah sumber inspirasi, ilmu pengetahuan empiris dan guru yang mengajarkan manusia. Seloko tentang hutan, seperti “Teluk sakti. Rantau betuah. Gunung Bedewo, Rimbo Puyang, Rimbo Keramat, Rimbo Larangan,” mencerminkan cara pandang masyarakat yang menempatkan keselarasan manusia dan alam. Merupakan ajaran leluhur tentang pentingnya melestarikan hutan lindung atau daerah konservasi yang tidak boleh dibuka.


3. Simbolisme Kehidupan dan Moralisme


Tumbuhan juga digunakan untuk menyampaikan ajaran moral dan pandangan hidup. Ungkapan “Belum seumur jagung” menggambarkan kerendahan hati seorang anak muda yang menyadari bahwa ilmunya masih sedikit dan belum berpengalaman. 


Sementara itu, seloko “Awak pipit nak nelan jagung” menyiratkan kritik terhadap seseorang yang memiliki impian terlalu besar dan tidak mungkin tercapai. 


-hatian dalam bertindak adalah nilai penting yang disimbolkan oleh seloko “Kurang sisik rumput menjadi, Kurang siang jelupung tumbuh,” yang berarti jika kurang teliti dalam menghadapi masalah, maka akan berakibat buruk. 


Kesejahteraan dan kemakmuran suatu negeri digambarkan melalui simbolisme tanaman yang subur, seperti pada seloko “Padi menjadi. Rumput hijau. Aeknyo tenang”.


4. Gambaran Estetika dan Hubungan Sosial


Selain nilai-nilai filosofis, tumbuhan juga menjadi standar estetika untuk menggambarkan kecantikan. 


Rambutnya bagai mayang terurai, bibirnya bak delima merekah, dan hidungnya mancung bak bungkal bawang merah adalah contoh-contoh seloko yang menggunakan perumpamaan dari tumbuhan untuk mendeskripsikan kecantikan seorang perempuan secara detail. 


Di sisi lain seloko juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sosial dan kekeluargaan. 


Ungkapan “Ayam berinduk serai berumput” menyatakan bahwa seseorang masih mempunyai orang tua, sedangkan “Ayam berinduk banyak anak, serai berumpun banyak batang” menggambarkan keluarga besar dari sesama.


Secara keseluruhan penggunaan simbolisme tumbuhan dalam seloko Melayu Jambi tidak hanya memperkaya bahasa. Tetapi juga menjadi alat yang efektif untuk mewariskan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi.


Melalui perumpamaan yang diambil dari alam sekitar, masyarakat Melayu Jambi mengekspresikan pandangan dunia mereka yang holistik,  manusia, alam, dan nilai-nilai moral saling terhubung secara harmonis.


Advokat. Tinggal di Jambi