Di tengah hiruk pikuk proyek pembangunan infrastruktur yang masif di seluruh Indonesia, terkadang kita lupa akan esensi paling penting. Dampak emosionalnya bagi masyarakat. Sebuah unggahan di media sosial baru-baru ini menjadi pengingat.
Melalui akun Instagram @alharisjambi, sebuah ungkapan tulus berhasil menyentuh ribuan hati warganet. "Sebagai masyarakat Provinsi Jambi saya tidak pernah membayangkan sebelumnya Jambi memiliki Jalan Tol," tulisnya.
Kalimat sederhana ini bukan sekadar laporan fakta. Melainkan jendela menuju perasaan terdalam seorang warga yang melihat impian terwujud di depan matanya sendiri.
Terbayang suasana kebatinan yang langsung dirasakan. Refleksi dari realitas yang dialami Al Haris dan banyak orang lain alami selama bertahun-tahun. Jalan tol selalu terasa sebagai kemewahan infrastruktur yang hanya ada di kota-kota besar di Jawa. Sebuah mimpi yang rasanya mustahil.
Maka ketika Al haris melihat langsung progres pembangunan Jalan Tol Pijoan-Tempino, sebuah perasaan haru yang mendalam menyeruak. Jantungnya seolah berdesir, seakan menyaksikan sebuah keajaiban.
Di depan matanya, hamparan tanah yang dulunya hanya perkebunan, kini perlahan berubah menjadi jalur beton yang kokoh, membentang sejauh 18,5 kilometer. Ini bukan lagi cerita dari televisi, ini adalah realitas yang hadir di halaman belakang rumah.
Bagi saya, kalimat Al Haris membawa kembali ingatan tentang rutinitas perjalanan yang penuh kecemasan. Selama bertahun-tahun, setiap kali saya harus menempuh "jalur maut" Jambi-Palembang untuk mengantarkan anak pertama saya yang kuliah di Universitas Sriwijaya (Unsri), sekaligus memenuhi kewajiban sidang rutin di Pengadilan Negeri Palembang, hati selalu diliputi kekhawatiran.
Jalur yang sempit, bergelombang, dan padat oleh truk-truk besar membuat perjalanan yang seharusnya menjadi momen membahagiakan justru menjadi sumber stres.
Suara klakson truk yang memekakkan telinga, aroma debu bercampur solar, dan waktu tempuh yang tak menentu adalah bagian dari pengalaman yang tak terlupakan. Setiap perjalanan adalah sebuah pertaruhan nyawa, meninggalkan trauma bagi mereka yang menyaksikannya.
Waktu itu ide tentang perjalanan yang lancar dan cepat seperti di jalan tol terasa seperti fantasi. Kini fantasi itu sedang dibangun dengan keringat dan kerja keras .
Namun kalimat yang disampaikan Al Haris yang memilih untuk tidak menempatkan dirinya sebagai Gubernur Jambi, melainkan sebagai seorang warga yang merasakan langsung penderitaan rakyatnya. Merasakan langsung manfaatnya. Ia mewakili suara rakyat yang merindukan infrastruktur yang lebih baik,
Kekuatan personal dari kalimatnya terletak pada kemampuannya untuk merefleksikan perasaan kolektif ini. Bukan sekadar menyampaikan data teknis. Sekaligus menggambarkan suasana batin saya.
Sehingga tidak salah kemudian kalimat “Sebagai masyarakat Provinsi Jambi saya tidak pernah membayangkan sebelumnya Jambi memiliki Jalan Tol”, memiliki makna.
Kalimat Al haris mewakili Suara Hati Jutaan Orang. Ungkapan "Sebagai masyarakat Provinsi Jambi..." tidak hanya berbicara atas nama dirinya.
Melainkan menjadi corong bagi perasaan kolektif. Ini adalah cerminan dari rasa bangga dan haru yang sama-sama dirasakan oleh jutaan penduduk Jambi yang selama ini mungkin hanya bisa membayangkan memiliki infrastruktur modern seperti jalan tol.
Al Haris juga menyampaikan kerendahan Hati dan Kejujuran. Ada kejujuran yang menawan dalam pengakuan bahwa memiliki jalan tol adalah hal yang "tidak pernah terbayangkan."
Ungkapan ini menunjukkan betapa besar dan signifikannya pencapaian ini di mata masyarakat lokal. Ini bukan sekadar pembangunan biasa. Melainkan sebuah lompatan peradaban yang sebelumnya dianggap mustahil.
Selain itu kalimat itu juga memberikan makna pada Pembangunan. Di balik megahnya konstruksi, gelontoran dana Rp 8 triliun dan panjang ruas jalan 18,5 km dari Gerbang Tol Pijoan menuju Bayung Lencir, yang terpenting adalah makna yang dirasakan oleh warga. Ungkapan tersebut membuat proyek fisik ini menjadi lebih dari sekadar beton dan aspal. Ia menjadi simbol harapan, kemajuan dan masa depan yang lebih cerah.
Namun yang tidak boleh dilupakan kalimat Al Haris adalah sebuah pernyataan yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam.
Kalimat itu merepresentasikan jutaan doa yang dipanjatkan para orang tua, pebisnis, dan pejalan yang kini bisa menempuh perjalanan dengan rasa aman.
Jalan tol ini adalah investasi dalam ketenangan pikiran dan masa depan yang lebih cerah bagi generasi Jambi. Ini adalah bukti bahwa pembangunan infrastruktur yang didasari oleh empati dan pemahaman atas penderitaan rakyat dapat melahirkan karya yang tidak hanya monumental secara fisik, tetapi juga bermakna secara emosional.
Jalan Tol Trans Sumatera yang kini membentang di tanah Jambi adalah bukti nyata dari komitmen pemerintah untuk pemerataan pembangunan. Seperti yang diungkapkan dalam unggahan tersebut, "Alhamdulillah bersama Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BP2JN) Jambi, kami melihat langsung Progres Jalan Tol Gerbang Pijoan Menuju Tempino..." Pembangunan ini mendapat apresiasi yang tulus, "Terimakasih atas Kebijakan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera oleh Pemerintah Pusat Bapak @jokowi dan Bapak @prabowo.”
Kini dengan adanya jalan tol, semua kekhawatiran itu mulai sirna. Jalan tol Jambi adalah lebih dari sekadar jalur alternatif. Ia adalah simbol keselamatan, efisiensi dan harapan. Jalan ini mengikis jarak, mempersingkat waktu tempuh dan yang paling penting, mengeliminasi risiko yang selama ini menghantui
Pada akhirnya, kisah ini mengajarkan kita bahwa pembangunan yang paling berhasil adalah yang mampu menyentuh hati masyarakat, mengubah pandangan mereka dan membuat mimpi yang selama ini dianggap mustahil menjadi kenyataan.
Ungkapan "tidak pernah membayangkan" bukan lagi tentang ketidakmungkinan. Melainkan tentang syukur yang mendalam atas mimpi yang telah menjadi nyata.