19 Agustus 2025

opini musri nauli : Zakat vs. Pajak




Akhir-akhir ini tema Zakat dan Pajak menghiasi wacana publik. Wacana ini kemudian memantik polemik. 


Seorang tokoh nasional yang mempunyai jabatan strategis entah mengapa mempunyai pemikiran menyamakan zakat dan pajak. 


Wacana ini kemudian menarik. Mari kita telusuri untuk melihat esensi dari zakat dan pajak. 


Meskipun sama-sama merupakan pungutan wajib yang bertujuan untuk kesejahteraan, zakat dan pajak memiliki perbedaan mendasar yang signifikan. Zakat adalah perintah agama.  Sementara pajak adalah kewajiban sipil. Memahami perbedaan keduanya penting untuk melihat peran masing-masing dalam kehidupan sosial dan ekonomi.


Istilah zakat dikenal di kalangan umat islam. Zakat bersumber dari wahyu Ilahi (Al-Qur'an dan As-Sunnah), menjadikannya sebuah ibadah yang memiliki dimensi spiritual. Kewajiban zakat bersifat tetap, abadi dan tidak bisa diubah oleh otoritas manusia. Dengan demikian maka zakat tidak diwajibkan diluar dari penduduk beragama Islam. 

Nah dengan demikian maka zakat tidak dikenakan diluar dari penduduk beragama islam. 


Berbeda dengan pajak. Pajak bersumber dari produk legislatif negara (undang-undang). Aturan pajak dapat berubah seiring dengan kebutuhan dan kebijakan pemerintah, serta disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi suatu negara.


Dengan demikian maka pajak dikenakan kepadal seluruh warganegara Indonesia. Tanpa memperhatikan latar belakang seseorang. Termasuk yang beragama Islam atau tidak. 


Zakat dan Pajak juga dapat dilihat daripada Tujuan dan Sifat. Tujuan utama zakat adalah pembersihan harta, pembentukan solidaritas sosial, dan pemerataan kekayaan. Zakat bersifat redistributif langsung. Di mana harta yang dikumpulkan disalurkan langsung kepada delapan golongan penerima (mustahik) yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an, seperti fakir miskin dan amil.


Berbeda denga pajak. Pajak memiliki tujuan yang lebih luas yaitu membiayai pengeluaran publik dan pembangunan nasional. Hasil pungutan pajak digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertahanan. Pajak bersifat pungutan publik yang manfaatnya tidak dinikmati secara langsung oleh pembayar pajak, melainkan oleh seluruh masyarakat.


Tema Zakat dan Pajak juga dapat dilihat Objek, Tarif dan Mekanisme. Zakat hanya dikenakan pada harta tertentu yang telah mencapai nisab (batas minimal) dan haul (jangka waktu kepemilikan), seperti emas, perak, hasil pertanian, dan penghasilan. Tarif zakat bersifat tetap, misalnya 2,5% untuk zakat maal dan profesi. Kewajiban zakat berlaku bagi setiap Muslim yang mampu.


Berbeda dengan pajak. Pajak dikenakan pada objek yang lebih luas. Termasuk penghasilan, kekayaan, barang, dan jasa. 


Tarif pajak bersifat fleksibel dan dapat progresif (bertingkat), disesuaikan dengan kebijakan fiskal pemerintah. 


Kewajiban membayar pajak berlaku bagi seluruh warga negara atau penduduk yang memenuhi syarat, tanpa memandang agama.


Zakat dan Pajak juga dilihat didalam Pengelolaan dan Status Hukum. Pengelolaan zakat di Indonesia sering kali dilakukan oleh lembaga amil zakat yang berbasis keagamaan (seperti BAZNAS dan LAZ), yang diatur oleh negara. Namun, zakat tidak dapat menggantikan kewajiban pajak.


Berbeda dengan pajak. Pengelolaan pajak sepenuhnya berada di tangan negara melalui kementerian atau badan perpajakan. Pajak merupakan kewajiban hukum, dan ketidakpatuhan terhadapnya dapat dikenai sanksi pidana. 


Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), zakat merupakan kewajiban agama yang tidak bisa dihapus oleh kewajiban membayar pajak. Dengan demikian, seorang Muslim yang mampu wajib menunaikan keduanya.


Dengan demikian maka menyamakan zakat dan pajak adalah kekeliruan besar. Selain perbedaan dasar hukum, pemberlakukan, fungsi dan penggunaannya, menyamakan zakat dan pajak adalah memaknai yang keliru besar didalam pemikiran sang tokoh nasional.



Advokat. Tinggal di Jambi