21 Agustus 2025

opini musri nauli : Korupsi di Pilar Moral Bangsa

 


Ironi di Sektor Pendidikan dan Agama Korupsi di Indonesia telah menjadi masalah yang mengakar dan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 


Yang lebih memilukan, fenomena ini kini merambah ke dua sektor yang seharusnya menjadi penjaga moral dan etika bangsa: pendidikan dan agama. 


Kedua sektor ini seharusnya menjadi benteng terakhir yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keadilan, namun sayangnya, juga tak luput dari praktik-praktik tercela. 

Sebuah ironi yang memilukan. 


Pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter generasi muda, serta agama, yang seharusnya menjadi pedoman moral dan spiritual, justru menjadi ladang subur bagi tindak pidana korupsi. 

Korupsi di Sektor Agama. 


Menjual Iman Demi Keuntungan Pribadi Korupsi di sektor agama seringkali tersembunyi di balik jubah kesucian dan kepercayaan publik. 


Salah satu kasus yang paling mencolok adalah korupsi dana haji. Selain itu, kasus-kasus lain juga sering muncul, seperti penyalahgunaan dana wakaf, praktik suap dalam pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) tempat ibadah, dan korupsi dana operasional pesantren. 


Saat ini KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi terkait kuota haji tahun 2024. KPK menduga terjadi pelanggaran saat Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 20 ribu kuota tambahan. Diduga ada manipulasi data dalam sistem komputerisasi haji terpadu (Siskohat) dan pemberian kuota tanpa melalui antrean atau masa tunggu. Dalam kasus ini, KPK telah memanggil mantan Menteri Agama untuk dimintai keterangan dan melakukan penggeledahan di Kantor Dirjen Kemenag. 


Praktik korupsi di sektor agama ini bukan hanya merugikan secara materi, tetapi juga merusak kepercayaan umat.  Menciptakan keraguan dan sinisme terhadap institusi keagamaan, serta mencederai nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh setiap agama. 


Korupsi di Sektor Pendidikan


Merampas Masa Depan Bangsa Sektor pendidikan seharusnya menjadi fondasi kemajuan bangsa, namun korupsi justru merusak kualitasnya dari dalam. 


Kasus-kasus korupsi yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa praktik tercela ini tidak hanya terjadi di tingkat daerah, tetapi juga di kementerian pusat. 


Kasus Pengadaan Laptop (Chromebook) di Kemendikbudristek Kejaksaan Agung saat ini sedang mengusut dugaan korupsi proyek digitalisasi pendidikan, khususnya pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun anggaran 2019-2022 dengan nilai proyek yang sangat besar, mencapai Rp9,9 triliun. 


Kejaksaan telah menetapkan beberapa tersangka dan memeriksa sejumlah saksi dari berbagai pihak, termasuk vendor dan pejabat di kementerian. Modus yang diduga terjadi adalah pengadaan yang dipaksakan dan tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Kajian teknis internal kementerian sebelumnya telah menyatakan bahwa sistem operasi Chrome OS kurang efektif untuk daerah dengan koneksi internet yang lemah. 


Namun, proyek ini tetap dilanjutkan, yang mengindikasikan adanya persekongkolan jahat (markup harga, suap, dan pengadaan fiktif). Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai triliunan rupiah. 


Kasus Proyek Lain di Kemendikbudristek yang Disidik KPK Selain kasus laptop, KPK juga mencium dugaan korupsi lain di Kemendikbudristek, yaitu terkait pengadaan Google Cloud dan kuota internet untuk mahasiswa dan dosen selama pandemi COVID-19. 


Kasus ini masih dalam tahap penyidikan, namun indikasi awal menunjukkan adanya penyimpangan dalam proses pengadaan yang merugikan keuangan negara. Pemeriksaan terhadap mantan pejabat dan pihak-pihak terkait terus dilakukan untuk mengungkap alur penyelewengan dana. 


Kasus-kasus terbaru ini menguatkan gambaran bahwa korupsi di sektor pendidikan tidak hanya bersifat sporadis, tetapi sistemik. Modus yang umum digunakan adalah mark up harga, pengadaan fiktif, suap, dan penyelewengan dana bantuan. Penetrasi korupsi hingga ke tingkat kementerian menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas. Proyek digitalisasi yang seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, justru menjadi celah bagi para koruptor. Ini adalah pukulan telak bagi upaya pemerintah untuk memajukan pendidikan nasional. 


Dengan demikian Menjaga Dua Pilar Moral Bangsa Fenomena korupsi di sektor pendidikan dan agama adalah cerminan dari kegagalan kita dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa. Perjuangan melawan korupsi tidak hanya membutuhkan penegakan hukum yang tegas, tetapi juga pembangunan integritas yang kuat dari dalam diri setiap individu, terutama bagi mereka yang mengemban amanah di dua pilar moral bangsa ini. 

Penegakan hukum oleh KPK dan Kejaksaan Agung yang menyasar kasus-kasus besar di kementerian dan lembaga negara harus terus didukung. 


Namun upaya ini juga harus diiringi dengan perbaikan sistemik, seperti meningkatkan transparansi pengelolaan dana, memperkuat pengawasan internal dan eksternal, serta menanamkan budaya antikorupsi sejak dini. 


Hanya dengan cara ini kita bisa memastikan bahwa pendidikan dan agama tidak lagi menjadi ladang subur bagi korupsi. Melainkan benar-benar menjadi pilar yang kokoh untuk membangun bangsa yang adil dan beradab.