17 Agustus 2025

opini musri nauli : Kunyit


Seloko "larik tepung. Larik kunyit. Larik seko" sebagai bagian dari "Tembo" atau narasi sejarah yang diikrarkan pada upacara adat seperti "kenduri sko". 


Tembo adalah catatan genealogi dan sejarah yang dipegang teguh oleh masyarakat adat. Dalam konteks ini, "larik kunyit" tidak dapat diartikan secara harfiah, melainkan sebagai sebuah simbol penanda batas wilayah yang sakral.


Seloko ini berdiri sejajar dengan ungkapan-ungkapan penanda batas lainnya seperti "Kayu pengait", "Sak sangkut", "takuk rajo", dan "Sialang belantak besi". 


Menunjukkan masyarakat adat Melayu Jambi memiliki sistem penandaan batas yang terstruktur dan berlapis, tidak hanya mengandalkan batas fisik, tetapi juga batas-batas simbolis yang diikrarkan secara kolektif. 

Penanda ini berfungsi untuk Menegaskan Kedaulatan Wilayah, Mempertahankan Ingatan Kolektif dan Menjaga Harmoni Sosial. 


Sebagai menegaskan Kedaulatan Wilayah.  Seloko ini secara resmi menetapkan batas-batas wilayah ulayat atau tanah adat suatu komunitas. Larik kunyit menjadi simbol batas yang diakui secara lisan dan adat oleh semua pihak.


Sedangkan mempertahankan Ingatan Kolektif diucapkan dan dengan diikrarkan dalam upacara adat. Seloko ini membantu masyarakat mengingat dan melestarikan sejarah pembentukan batas-batas wilayah mereka.  Seloko ini menjadi semacam "tugu tidak berwujud" yang diwariskan melalui bahasa.


Begitu juga menjaga Harmoni Sosial:. Dengan adanya penanda batas yang jelas, baik secara fisik maupun simbolis, konflik antar komunitas atau marga dapat dicegah. Seloko ini menjadi bagian dari sistem hukum adat yang mengatur relasi antar wilayah.


Pemilihan kunyit sebagai simbol dalam seloko ini tidaklah sembarangan. Kunyit memiliki nilai filosofis dan spiritual yang mendalam dalam kebudayaan Nusantara, termasuk Melayu Jambi. 


 Kunyit bukan hanya sekadar rempah, tetapi juga simbol dari berbagai konsep penting. Seperti Kesucian dan kemakmuran, pelindung dan hubungan langsung dengan alam. 


Warna kuning keemasan dari kunyit sering kali dikaitkan dengan kesucian, kemakmuran dan keagungan. 


Di banyak tradisi, kunyit digunakan dalam ritual suci untuk melambangkan harapan akan keberuntungan dan kesejahteraan. Dalam konteks seloko ini, larik kunyit menandai batas yang suci dan makmur, wilayah yang diberkahi dan harus dihormati.


Kunyit juga berhubungan pelindung dari Hal Negatif. Aroma khas kunyit dipercaya dapat mengusir roh-roh jahat atau energi negatif. Oleh karena itu, penggunaan "larik kunyit" sebagai penanda batas bisa juga berfungsi sebagai "benteng spiritual" yang melindungi wilayah adat dari hal-hal yang tidak diinginkan, baik secara fisik maupun non-fisik.


Sedangkan koneksi dengan Alambersama dengan tepung, menunjukkan bahwa masyarakat Melayu Jambi memiliki hubungan yang sangat erat dengan alam. Mereka menggunakan unsur-unsur alam untuk menciptakan simbol-simbol yang memiliki makna mendalam, bukan sekadar penanda buatan manusia. Ini mencerminkan kearifan lokal yang menganggap alam sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan spiritual.


Dengan demikian maka seloko "larik kunyit" adalah manifestasi dari sistem hukum adat dan kearifan lokal yang sangat kaya. Ia bukan hanya penanda batas fisik, tetapi juga sebuah tembok tidak berwujud yang dibangun di atas nilai-nilai kesucian, kemakmuran dan ingatan kolektif. 


Dengan mengikrarkan seloko ini, masyarakat Melayu Jambi tidak hanya menandai wilayah mereka, tetapi juga menegaskan identitas, hukum, dan ikatan spiritual mereka dengan tanah leluhur. 


Seloko ini adalah contoh nyata bagaimana budaya lisan dapat berfungsi sebagai fondasi yang kuat untuk mempertahankan tatanan sosial, kedaulatan, dan memori kolektif sebuah komunitas.


Advokat. Tinggal di Jambi