Didalam
cerita-cerita rakyat, pengakuan yang berasal dari Jawa atau Mataram dapat
dijumpai di Dusun Pulau Tengah[1],
Dusun Renah Pelaan. Bahkan cerita ini begitu hidup di Marga Tiang Pumpung,
Marga Renah Pembarap dan Marga Senggrahan.
Pulau
Tengah termasuk kedalam Pungguk Enam didalam Marga Sungai Tengah. Didalam
Pungguk Enam terdapat Koto Teguh, Koto Renah dan Pulau Tengah. Desa Pulau
Tengah kemudian masuk menjadi Kecamatan Jangkat , Merangin.
Sedangkan
Dusun Renah Pelaan termasuk kedalam Pungguk Sembilan, Marga Sungai Tenang.
Marga Sungai Tenang kemudian masuk kedalam Kecamatan Sungai Tenang dan kemudian
menjadi Kecamatan Jangkat Timur.
Sungai
Tenang adalah nama Marga yang termasuk kedalam Luak XVI. Luak XVI terdiri dari
Marga Serampas, Marga Sungai Tenang, Marga Peratin Tuo, Marga Tiang Pumpung,
Marga Renah Pembarap dan Marga Senggrahan.
Cerita
ini melengkapi pengakuan yang berasal dari Pagaruyung ataupun dari Tuanku Regen
Indrapura turun ke Serampas kemudian ke Sungai Tenang. Nama Sutan Gerembung
merupakan anak dari Sutan Gelumang yang bermukim di Muko-muko. Cerita ini
kemudian dilengkapi dari Dusun Renah Pelaan yang mengaku keturunan dari Siti
Berek. Siti Berek merupakan adik dari Sutan Gerembung dari “Serampas”.
Cerita
tentang Pagaruyung dan Mataram kemudian bermula dengan Cerita Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak
kemudian istri Raden Wijaya. Sedangkan Dara Jingga kemudian kawin dengan
Mauliwarma. Cerita ini dapat ditemukan di Pararaton sebagaimana dilukiskan “Akara Sapuluh Dina teka kang andon saking
Malayu oleh putri roro. Kang Sawiji ginawe bini-haji denira Raden Wijaya, aran
Dara Petak. Kang atuha aran Dara Jingga, alaki Dewa, apuputra ratu ring Melayu
aran Tuhan Janaka, kasir-kasir cri Mardadewa, bhiseka sira aji Mantrolot. (Sesudah
pengusiran tentara Tartar), datanglah tentara ekspedisi ke Melayu, membawa dua
orang putri, Yang satu dijadikan istri/permaisuri Raden Wijaya bernama Dara
Petak. Yang tua bernama Dara Jingga. Ia kawin dengan Mauliwarma Dewa dan
menurunkan Raja di Tanah Melayu bernama Tuhan Janaka, bergelar Sri Marmadewa,
mengambil abhiseka Aji Mantrolot)[2].
Dara
Jingga dikenal sebagai nama Puti Paraweswari. Sedangkan Dara Petak dikenal Puti
Indraswari. Keduanya adalah Putri dari Raja Tri Buwana Raja Mauliwarmadewa atau
dikenal juga dengan nama Akarendrawan yang didalam Tembo disebut “Tuanku Raja
Muda.
Mauliwarma
dan Dara Jingga kemudian melahirkan Adityawarman yang kemudian dikenal sebagai
Raja Kerajaan Melayu Minangkabau berkedudukan di Pagaruyung.
Didalam
Tembo disebutkan wilayah Kerajaan Melayu Minangkabau seperti Siak, Indragiri,
Air Bangis, Sungai Pagu, Batanghari, Bengkulu, Batak bahkan hingga ke Negeri
Sembilan di Semenjung Malaya[3].
Raja
Adityawarman lahir tahun 1295 m dan kemudian dididik di Majapahit. Sekembali
dari Majapahit kemudian menjadi Raja di Kerajaan Bunga Setangkai. Pusat
kerajaan semula di Sungai Tarab dipindahkan ke Nagari Ulak Tanjung di kaki
bukit patah yang kemudian dikenal dengan nama Pagaruyung.
Di
Jambi sendiri, Seloko seperti “Jika mengadap ia ke hilir, jadilah beraja ke
Jambi. Jika menghadap hulu maka Beraja ke Pagaruyung atau Tegak
Tajur, Ilir ke Jambi. Lipat Pandan Ke Minangkabau membuktikan hubungan kekerabatan yang kuat antara
masyarakat di hulu Sungai Batanghari dengan Minangkabau.
Sedangkan
cerita Penyebutan “Datuk Perpatih
Penyiang Rantau[4]”
atau “Datuk Perpatih Tumenggung Penyiang
Rantau[5]”
mengingatkan sejarah Minangkabau yang didalam Tambonya selalu menyebutkan “Datuk Perpatih Nan Sebatang”[6],
sebagai “nenek moyang” dari Minangkabau.
Jejak
Adityawarman dapat ditemukan didalam berbagai prasasti yang dituliskan didalam
bahasa Sansekerta bercampur dengan bahasa Melayu Kuno atau Jawa Kuno. Prasasti
yang memuat puji-pujian keagungan dan kebijaksanaan Adityawarman sebagai Raja
yang menguasai pengetahuan dibidang keagamaan, Pemerintahan dan kesusastraan[7].
[1]
Disebut Pulau Tengah karena pemukiman terletak di Tengah Pulau. Dikelilingi
Sungai Mentenang dan Sungai Metung. Sungai Mentenang kemudian dikenal sebagai
Sungai Tenang.
[2]
Slameet Muljana, Pemugaran Persada Sejarah leluhur Majapahit, Penerbit Inti
Idayu Press, Jakarta, 1983, Hal 176
[3] De
Joselin De Jong, Minangkabau and Negeri Sembilan : Sociopolitical Strukture in
Indonesia, Penerbit Bhatara, Jakarta, 1960, hal. 110 - 111
[4] Cerita ini
hidup di Marga Sumay
[5] Desa Semambu, 18 Maret 2013
[6] Amir Sjarifoedin MINANGKABAU – DARI DINASTI ISKANDAR
ZULKARNAIN SAMPAI TUANKU IMAM BONJOL, PT. Gria Media Prima, Jakarta, 2014, Hal
66.
[7] Budi Istiawan, Selintas Prasasti dari Melayu Kuno,
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar, 2006.