Ditengah
masyarakat Melayu Jambi, penanda tanda atau batas tanah dikenal yang menunjukkan
sebagai pemilik tanah.
Di
daerah uluan Batanghari dikenal “takuk pohon”. “tuki”, “sak Sangkut” sebagai
penanda batas tanah. Yang ditandai dengan pohon sebagai batas antara satu tanah
dengan yang lain. Atau “ranting pohon” dipatahkan (tuki), atau pohon ditebang
setengah (takuk pohon).
Ada
juga menyebutkan “hilang celak. Jambu Kleko”. Atau Cacak Tanam. Jambu Kleko”. Ada
juga menyebutkan “Lambas”. Di daerah
ilir Jambi dikenal “mentaro”,
“Prenggan”, “Pasak mati” atau “Patok mati”.
Di Marga Batin Pengambang, Desa Sungai Keradak[1]
dikenal Melambas. Rimbo yang akan dibuka diberi tanda “kayu pengait. Kemudian
ditanami seperti kleko, durian. Waktu melambas selama 3 bulan. Apabila selama 3
bulan tidak ditanami, maka tanah kembali ke desa.
Istilah
melambas di juga dikenal di Desa Tambak Ratu[2].
Setelah dilakukan pengecekan tempat yang mau dibuka, maka ditandai dengan cara
sistem tuki (Pohon kayu silang). Atau pohon dikupang-kupang sebagai tanda telah
membuka rimbo.
Sedangkan Melambas di Desa Paniban Baru ditandai
dengan Rimbo yang akan dibuka diberi tanda “kayu pengaikit. Kemudian ditanami
seperti kleko, durian. Waktu melambas selama 3 bulan. Apabila selama 3 bulan
tidak ditanami, maka tanah kembali ke desa[3]. Boleh dijual tapi hanya
untuk masyarakat DESA PANIBAN BARU dan dalam Komunitas Marga Batin Pengambang.
Sedangkan di Rantau
Panjang[4], makna Lambas yaitu Rimbo yang akan dibuka
diberi tanda “kayu pengaikit. Kemudian
ditanami seperti kleko, durian. Waktu melambas selama 3 bulan. Apabila
selama 3 bulan tidak ditanami, maka
tanah kembali ke desa
5. Belukor Tuo. Rimbo yang sudah dibuka
ternyata tidak ditanami, maka akan
kembali ke desa.
Di Desa Gedang Marga
Sungai Tenang, LAMBAS berarti setiap
Ketua Keluarga kemudian membuat tanda dengan cara membuat pagar bambu dan harus
membuka selama 6 bulan[5].
Di Desa Muara Sekalo[6],
istilah Lambas
adalah prosesi Sebelum membuka tanah,
dibagi berkelompok. Diadakan upacara dengan memohon izin mambang jori.
Sedangkan penanda dikenal Sak sangkut. Memberikan tanda dengan “takuk
pohon”. Dilakukan dengan Banjar bertindih galang. Kemudian Bidang.
Setiap tanah yang dibuka dan ditandai dinamakan bidang. Selanjutnya Pemarasan
hutan atau Penebangan.
Di Desa Semambu[7],
Lambas berbanjar. Tanah yang telah dibuka harus diberi tanda berupa tanaman
seperti durian. Setiap banjar ditentukan 10 KK. Setiap tanah yang dibuka dan
ditandai dinamakan bidang. Kemudian “menugal” artinya mulai menanam tanah yang
telah dibuka.
Di Desa Suo-suo[8],
Lambas dilakukanSebelum Beumo, harus
diadakan upacara adat. Lambas berbanjar. Tanah
yang telah dibuka harus diberi tanda takuk pohon.
Di Marga Sungai Tenang,
Desa Tanjung Mudo dikenal Cacak Tanam,
Jambu Kleko. Tanah yang telah dibuka diberi tanda dengan menanam pohon
seperti jeluang[9]. Desa Kota baru juga mengenal “Jeluang”. setiap Ketua
Keluarga kemudian membuat tanda dengan cara menanam phon jeluang dan harus
membuka selama 3 bulan[10]
Di daerah hilir dikenal
Mentaro, “Prenggan”. “Pasak mati” atau “Patok mati”, “larangan Krenggo”, ”pawah”, “Depo”, Pawah”,
Cerak parit” adalah tanda terhadap tanah yang
telah dibuka. Tanah yang telah dibuka kemudian diberi tanda berupa tanaman
seperti Pinang, jelutung atau tanaman lain sebagai pembatas antara satu dengan
yang lain.
Terhadap tanah yang telah dibuka kemudian diberi tanda berupa tanaman
seperti Pinang, jelutung atau tanaman lain sebagai pembatas (mentaro), maka
tanah tidak boleh dibuka oleh orang lain (larangan krenggo).
Terhadap tanah mentaro, kemudian ditanyakan kepada pemilik tanah,
tetangga tanah atau saksi disekitar tanah. Terhadap tanah untuk ditanami atau
tidak sanggup untuk dikelola melalui prosesi adat yang berlaku ditempat.
Apabila tidak dikelola maka hak terhadap tanah menjadi hapus dan akan diberikan
kepada masyarakat Desa.
Sedangkan
Mentaro. Tanah yang telah dibuka kemudian diberi tanda
berupa tanaman Pinang. Sedangkan menanam tanaman lebih rapat mengeliling tanah
dikenal dengan istilah prenggan.
Dapat
juga menanam tanda yang ujungnya dilapisi plastic yang kemudian dimasukkan ke
tanah. Cara ini dikenal sebagai “pasak
mati atau patok mati.
Istilah
“hilang celak. Jambu Kleko”, “Cacak Tanam. Jambu Kleko”, “Lambas”, “mentaro”, “Prenggan”, “Pasak mati” atau
“Patok mati” dengan cara menanam pohon sebagai tanda (hilang celak. Jambu Kleko”, “Cacak Tanam. Jambu
Kleko).
“Takuk
pohon”, “tuki”, “sak Sangkut”, “hilang celak. Jambu Kleko”. Atau Cacak Tanam.
Jambu Kleko”, “Lambas”, “mentaro”, “Prenggan”, “Pasak mati” atau “Patok mati” adalah bentuk pengakuan sebagai batas tanah dan
bukti untuk menyelesaikan perselisihan tanah.
Berbeda
dengan Hukum Tanah yang diatur didalam KUHPer (kitab Undang-undang Hukum
Perdata) yang mengatur lepasnya hak milik benda tidak bergerak selama 30 tahun
sebagaimana diatur didalam pasal 1963 BW, di masyarakat Melayu Jambi dikenal
“empang krenggo”, “mengepang”,”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah
jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “Mati tanah. Buat
tanaman”. Di daerah hilir dikenal “Larangan krenggo”.
Istilah
“empang krenggo”, “mengepang”, ”Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah
jerami tinggi” atau “sesap rendah tunggul pemarasan”, “Mati tanah. Buat
tanaman” dan “Larangan krenggo” adalah Seloko yang menunjukkan tanah yang telah dibuka maka
harus ditanami paling lama 3 tahun. Dan kemudian harus dirawat.
Seloko ”Belukar
tuo” atau “belukar Lasa”, “sesap rendah jerami tinggi” atau “sesap rendah
tunggul pemarasan” menunjukkan pemilik tanah tidak merawat tanahnya. Istilah
“Belukar tuo” atau “belukar Lasa”, atau sudah menunjukkan “jerami tinggi” sudah
lama tidak dirawat.
Terhadap tanah yang telah dibuka namun kemudian
tidak ditanami dan tidak dirawat maka akan dijatuhi sanksi adat. Bahkan hak
milik terhadap tanah kemudian hapus.
Begitu
juga hak terhadap tanah (ontginningsrecht). Misalnya “membuko rimbo”, “mancah
rimbo’, “Maro Ladang atau Maro Banjar”,
“Behumo Rimbo” dan “Behumo Ronah”. Yang dimulai dari proses yang panjang
seperti “betaun besamo”, “turun pangkal tahun” atau “Behumo di pangkal tahun.
Tradisi ini kemudian dikenal “tradisi huma”.
Setelah tanah ditentukan maka tanah
kemudian ditandai. “Lambas, “mengepang“, Cacak Tanam, Jambu Kleko, “Tunggul pemarasan, pasak, sak sangkut” di
daerah uluan Jambi. Atau “pancang mati” atau “mentaro” daerah iliran Jambi.
Terhadap tanah yang telah ditentukan
maka tanah harus dikelola. Dan hak terhadap
tanah (ontginningsrecht) akan hilang apabila tidak dikelola ataupun
dikerjakan.